Digital Guerrilla Marketing

 

Pada tahun 2010, Heineken memanfaatkan Liga Champions, khususnya pertandingan antara Real Madrid dan AC Milan sebagai media pemasaran konvensional baru. Heineken menyewa sebuah gedung konser yang cukup besar sebagai tempat 1136 orang nonton bareng. Diantara mereka terdapat seratusan pasangan lelaki dan perempuan, mahasiswa dengan profesornya, dan sebagainya.

Sebelum pertandingan dimulai, Heineken menghadirkan sejumlah hiburan seperti ketika tirai panggung diangkat, penonton disuguhi orkestra music ditambah layar raksasa menampilkan pesan yang berbeda-beda. Audiense tidak menyadari bahwa acara tersebut merupakan bagian dari kampanye pemasaran.

Lebih dari seratus wanita yakin pacar mereka -- semua fans AC Milan – dating ke tempat itu untuk menonton acara musik dan puisi klasik, bukan menonton final Liga Champions. Lima puluh profesor yag hadir melihat mahasiswa mereka menikmati konser bukannya menonton pertandingan yang juga dihadiri para wartawan.

Setelah lima belas menit, menjelang tayangan perrandingan dimulai, ditampilkan orchestra dengan lagu tema Liga Champions, sementara di layar besar ditampilkan beragam pesan seperti "Hal yang sulit adalah mengatakan tidak untuk bos". Orang-orang mulai bertepuk tangan ketika di layar tampil pesan "Nikmati pertandingan dengan Heineken" berkelebat, dan pertandingan itu kemudian ditampilkan secara penuh.

Kampanye ini memiliki dampak yang sangat besar. Lebih dari 1.136 penonton berada di gedung konser, dengan 1,5 juta orang menonton pertandingan live melalui Skyport, dan lebih dari 10 juta pembaca dan pemirsa televise mengetahui acara itu melalui media lokal. Dalam waktu kurang dari dua minggu, 5 juta orang berhasil dijangkau dan mengetahui acara itu melalui media online, mereka mengungkapkan punjian di blog, forum, dan media social lainnya.

Video yang dipost di YouTube mengumpulkan 562.000 hits. Di BlogBang, tulisan tentang acara itu dibaca lebih dari 243.459 kali. Di media-sosial yang merupakan alat ukur bonafiditas, acara itu dilihat oleh lebih dari 6,2 juta orang dan mereka menyukai Heineken, dengan lebih dari 99.983 komentar positif. Browsing Google untuk "Heineken: Guerrilla Marketing Event di Italia" menghasilkan lebih dari 52.500 hasil. "Heineken Italia Aktivasi Milan AC Real Madrid" memiliki lebih dari 35.200.

Saat ini pengelola merek terus-menerus mencari metode komunikasi pemasaran baru yang akan memungkinkan mereka untuk membedakan penawaran mereka dan merek lainnya di pasar yang kini relatif jenuh. Dalam beberapa tahun terakhir, untuk melakukan diferensiasi tersebut, banyak yang menggunakan pendekatan komunikasi pemasaran. Namun demikian, pilihan itu harus mempertimbangkan bahwa biaya yang dikeluarkannya untuk kegiatan tersebut lebih rendah dari rata-rata inisiatif komunikasi pemasaran konvensional.

Perlu dicatat bahwa kata 'marketing' mungkin melebih-lebihkan peran pendekatan tersebut. Hal itu dikarenakan kontribusi marketing jarang yang melampaui komponen komunikasi dari bauran pemasaran. Dari seluruh pemasaran konvensional yang luas, pendekatan dengan memanfaatkan baru platform media sosial, seperti viral marketing kini telah menjadi sangat umum.

Viral marketing memiliki kemiripan dengan word-of-mouth dan referral marketing. Viral marketing lebih berfokus menyebar luaskan sehingga keberhasilan kampanye viral marketing tergantung pada kemauan orang untuk berbagi cerita. Bila pandangan diterima maka pengelola merek tidak bisa berbuat banyak karena pesan yang beredar bisa berkembang liar. Meskipun demikian, pengelola merek masih bisa memiliki kontrol atas bagian dari kampanye viral, dengan syarat bahwa mereka harus bisa melemparkan dan menceritakan kisah yang tepat dan fokus pada relevansi orang yang ingin diajak terlibat.

Pada tahun 1984, unuk pertama kalinya Jay Conrad Levinson memperkenalkan konsep pemasaran gerilya. Dia melihat konsep ini sebagai alternatif dan bukan pemasaran konvensional yang memiliki keunggulan utama, yakni dari segi biaya. Dalam pemikirannya, pemasaran gerilya adalah untuk orang yang memiliki impian aktivitas ambisius tapi tidak memiliki banyak uang. Ini berarti konsep ini, menurut definisi, bertentangan dengan pemasaran komersial yang diperkenalkan pada tahun 1960 oleh McCarthy yang kemudian dikenal dengan konsep marketing mix atau 4 Ps (product, price, lace, dan promotion).

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)