Meskipun SMA telah menjadi alat yang semakin penting dalam hubungan masyarakat, ada beberapa kritik penting yang perlu dipertimbangkan. SMA sering kali dipuji karena kemampuannya dalam menyediakan data real-time yang luas tentang perilaku dan preferensi publik, namun ada batasan dan tantangan yang substansial yang mengiringi penggunaannya.
Ketergantungan Berlebihan pada Data Kuantitatif: Salah satu kritik terhadap SMA adalah ketergantungannya yang berlebihan pada data kuantitatif, yang bisa mengabaikan nuansa dan konteks yang lebih dalam dari interaksi manusia.
Meskipun SMA dapat menawarkan wawasan tentang tren umum dan pola perilaku, seringkali alat-alat ini kurang mampu menangkap sentimen yang lebih kompleks atau mendalami penyebab perilaku tersebut. Diakui atau tidak, banyak praktisi PR masih dalam tahap awal dalam menggunakan data berbasis PR. Ini berarti masih banyak yang harus dipelajari tentang cara efektif mengintegrasikan data besar dalam strategi komunikasi.
Masalah Privasi dan Etika: Penggunaan SMA juga menimbulkan pertanyaan tentang privasi dan etika. Dalam mengumpulkan data besar dari media sosial, ada risiko bahwa informasi pribadi dapat digunakan tanpa persetujuan eksplisit dari individu yang bersangkutan. Fenomena ini menunjukkan bahwa penting bagi perusahaan untuk mempertimbangkan bagaimana data dikumpulkan, digunakan, dan dibagikan, agar tidak melanggar privasi atau menciptakan reaksi negatif dari publik.
Kekurangan Kompetensi Analitis: Menurut Wiesenberg et al. (2017), ada kekurangan kemampuan dan refleksi etis dalam komunikasi strategis yang mencegah komunikasi strategis menjadi fungsi analisis dan wawasan yang sepenuhnya dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa masih ada jalan panjang bagi banyak organisasi untuk memanfaatkan potensi penuh dari SMA.
Risiko Kehilangan Kontak Manusia: Penggunaan teknologi analitik dapat mengurangi interaksi manusia dalam proses PR, yang bisa mengurangi kemampuan untuk membangun hubungan personal dan empati dengan audiens. Dalam konteksini ini, profesional PR perlu mendapatkan keahlian dalam penggunaan teknologi dan data baru atau berisiko menjadi kurang relevan.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, penting bagi praktisi PR untuk tidak hanya bergantung pada SMA sebagai satu-satunya alat dalam strategi komunikasi mereka. Sebaliknya, harus ada keseimbangan antara penggunaan teknologi canggih dan pendekatan komunikasi yang lebih tradisional yang memprioritaskan interaksi manusia dan pemahaman mendalam tentang pemangku kepentingan.
REFERENSI
Fitzpatrick, K. R., & Weissman, P. L. (2021). Public relations in the age of data: corporate perspectives on social media analytics (SMA). [Public relations in the age of data] Journal of Communication Management, 25(4), 401-416. https://doi.org/10.1108/JCOM-09-2020-0092
Wiesenberg, M., Zerfass, A., & Moreno, A. (2017). Big data and automation in strategic communication. International Journal of Strategic Communication, 11(2), 95-114. https://doi.org/10.1080/1553118X.2017.1308311
Page: 1 2Lihat Semua
MIX.co.id - Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB), sebagai program CSR dari agensi komunikasi Cetta Satkaara,…
MIX.co.id - Merek koper Samsonite kembali hadir dengan kampanye keberlanjutan, Luggage Trade-in. Program signature tahunan…
MIX.co.id - Siapa bilang TikTokers hanya dimonopoli oleh Gen-Z dan milenial? Faktanya, tak sedikit kreator…
MIX.co.id – Di lanskap aplikasi yang kompetitif saat ini, brand menghadapi tekanan untuk menyediakan pengalaman…
MIX.co.id – PT Agrinesia Raya berbagi wawasan dan pengalaman (sharing) kepada pelaku usaha Thailand dalam…
MIX.co.id – Industri kosmetik dan perawatan kulit di Indonesia tumbuh signifikan dalam beberapa tahun terakhir.…