Corporate University di Indonesia

 

Matahari baru saja menampakkan sinarnya di taman hiburan di Magic Kingdom milik Disney. Sekelompok orang berkumpul di jalan utama di arena hiburan itu dan mempetotonkan aksinya. Ada orang yang berperan sebagai ahli hortikultura. Mereka merapikan rangkaian bunga yang ada di pinggir jalan. Ada petugas layanan makanan yang menghitung es krim Mickey yang akan dikirim ke toko dan gerobak yang tersebar di arena hiburan itu. Pakar inventaris memastikan jumlah topi mouse-ear dan tongkat Tinker Bell cukup. Bocah Winnie the Pooh yang akan diturunkan keliling arena sedang dicek sekelompok orang, dan sebagainya.

Mereka karyawan Disney? Bukan. Mereka adalah para eksekutif dari berbagai perusahaan yang tengah mengikuti tiga hari program pengembangan profesional di Disney sehingga mereka dapat belajar bagaimana membuat “sihir” di industri mereka sendiri. Seorang peserta dari sebuah rumah sakit, nampak mengerjakan tugas menemukan solusi problem yang sering dihadapi rumah sakit, yakni bagaimana bisa membuat ulang ruang tunggu rumah sakitnya agar lingkungan bisa meningkatkan pengalaman menyenangkan buat para tamunya. Seorang kepala sebuah dealer otomotif besar tengah memikirkan gagasan agar tokonya bisa menarik pelanggan kembali.

Di kampus Orlando seluas 47 acre yang indah, Disney Institute menawarkan kepada para turis yang punya hobi fotografi, berkebun dan memasak, untuk belajar fotografi, berkebun dan memasak di Disney. Mereka juga menawarkan para eksekutif perusahaan lain untuk mempelajari cara berbisnis Disney. Disini para peserta dapat melihat Disney menjalankan bisnisnya.

Mengapa Disney mau berbagi rahasia manajemen, kepemimpinan, atau komunikasi dengan pihak luar? Disney melakukan itu untuk meningkatkan reputasi mereka. Dengan kata lain, Disney ingin memposisikan diirinya sebagai perusahaan yang pakar dalam bisnis. Yang lainnya, mereka melihatnya sebagai alat untuk membangun hubungan dan untuk meningkatkan keefektifan keseluruhan perusahaan mereka.

Pekerjaan tradisional lembaga pendidikan tinggi telah berubah. Kebutuhan orang akan belajar telah memberi jalan pada gagasan baru konsep pendidikan dalam memadukan pembelajaran dan bekerja menjadi satu aktivitas. Itu yang dipertotonkan corporate university Disney. Namun Disney bukan satu-satunya perusahaan yang menawarkan program pendidikan bagi para eksekutif perusahaan.

ABB Switzerland punya Automation University of Zurich. General Motor memiliki Saturn University, demikian pula dengan Motorola. Perusahaan-perusahaan yang sadar bahwa salah satu aset paling berharga di perusahaan manapun adalah karyawannya, perusahaan sukses yang menyadari adanya kebutuhan untuk menjadi organisasi pembelajaran dan pentingnya mempertahankan serta mengembangkan karyawannya, mengembangkan corporate university (universitas korporat).

Southwest Airlines, misalnya, menggantungkan pelatihan 27 ribu karyawannya pada corporate university-nya. Karyawan maskapai penerbangan itu diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan kepribadian, profesionalisme, kepemimpinan, kepuasan kerja, pencapaian kinerja puncak, dan mendukung budaya perusahaan untuk layanan yang memuaskan. Pusat Pembelajaran Kota Tempe menjadi jawaban pemerintah untuk memberikan pelatihan bagi lebih dari 1.500 pegawai kota. Masih banyak lagi perusahaan atau organisasi yang memiliki corporate university baik untuk memenuhi kebutuhan pelatihan karyawannya sendiri maupun menerima karyawan dari luar.

Penerimaan peserta dari kalangan luar di satu sisi memberikan keuntungan image, namun di sisi lain bisa menjadi ancaman bagi perguruan tinggi konvensional. Sebab bagaimana pun munculnya Corpu merupakan response terhadap gap antara kebutuhan industry dan yang bisa dipenuhi oleh perguruan tinggi konvensional. Banyak perusahaan menciptakan universitas internal mereka sendiri karena mereka merasa sekolah bisnis telah gagal melatih para manajer dan pemimpin yang dibutuhkan untuk menjalankan perusahaan mereka.

Lembaga pendidikan di bidang hiburan dan teknologi seperti Universitas Apple dan Universitas Pixar banyak mendapat perhatian. Juga Deloitte University dan General Motors Institute. Yang membedakan sekolah ini adalah mereka tetap fokus pada budaya perusahaan dan sejarah, sekaligus juga menyadari pentingnya melatih siswa dalam kreativitas, fleksibilitas, inovasi dan kemampuan beradaptasi. Di Jerman, sebagian besar peserta Corpu adalah karyawan internal tingkat menengah atas dan menengah. Konsekuensinya adalah, pertama, hanya karyawan internal yang bisa menikmati program tersebut. Kedua, sebagian besar pesertanya memerlukan rekomendasi dari anggota dewan direksi atau atasannya.

Dua contoh terkenal dan mapan lainnya adalah Hamburger University yang didirikan oleh McDonalds pada tahun 1962, dan GE's Crotonville. Misi Hamburger University di Elk Grove, Illinois, adalah melatih dan mengembangkan karyawan memiliki bakat global. Di sekolah tersebut terdapat 19 guru besar tetap yang mengajar dan mereka telah menerima rekomendasi untuk memberikan kuliah dari American Council on Education (ACE).

Berlokasi di Ossining, New York, Crotonville menawarkan kursus manajemen umum eksekutif GE dengan masa pembelajaran hingga 13 minggu. Kursus hari ini dibagi menjadi tiga paket utama - kepemimpinan, keterampilan dan bisnis. Kedua Corpu berhasil sebagian karena mereka berfokus secara eksklusif dan agresif terhadap kebutuhan sumber daya manusia dari perusahaan dan industri mereka sendiri. GE Campus bisa disebut sebagai contoh terbaik proses pengembangan Corpu. Disini manajer GE dari seluruh dunia digembleng menjadi great leader yang mampu menggerakkan bisnis GE sehingga mencapai kinerja bagus.

Dalam sepuluh tahun terakhir, di Amerika Serikat, corporate university tumbuh luar biasa. Ada yang memprediksi jumlah corporate university (corpu) akan melebihi jumlah perguruan tinggi dan universitas tradisional. Namun di Indonesia, istilah ini belum begitu popular di masyarakat. Sebagian orang masih bingung dan belum bisa membedakan universitas sebagaimana banyak dikenal dan corporate university (universitas korporat). Ambil contoh PT Telkom Indonesia. Saat ini mereka memiliki Telkom University dan Telkom Corporate University. Orang pun bertanya-tanya, kenapa sebuah perusahaan harus memiliki dua universitas?

Konsep corpu di Indonesia baru popular sekitar pertengahan tahun 2000an. Seperti ditulis dalam buku Indonesia’s Best Practices of Corporate University, konsep ini makin popular setelah diadopsi kalangan perbankan seperti Citibank Indonesia dan BUMN. Tiga BUMN yang menjadi early adopter konsep ini adalahbTelkom, PLN dan Pertamina. Bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, Bank BNI telah mengadopsi konsep ini. Di kalangan swasta ada United Tractors, Trakindo Utama, dan Unilever Indonesia. Sebagian besar atau hampir semua Corpu di Indonesia berfokus pada karyawan sendiri.

Berbeda dengan konsep pendidikan dan latihan, Corpu mengacu pada program pengembangan SDM secara terarah dan sistematis, serta terkait dengan pencapaian visi-misi dan strategi suatu lembaga. Corpu lebih pada aktivitas business solution. Sementara itu, dalam konsep diklat atau training center (TC) program pembelajaran hanya dipandang sebagai proyek, bukan bagian dari change management. Aktivitas TC lebih mengarah pada menutup kesenjangan kompetensi karyawan. Dalam konteks change management, idealnya kompetensi seperti itu bisa diaplikasikan lintas perusahaan, bahkan lintas industry. Ini memunculkan gagasan bahwa kosnep Corpu seyogyanya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan karyawan sendiri tapi juga membuka diri bagi karyawann perusahaan lain.

Buku ini memberikan gambaran luas tentang konsep Corpu di Indonesia. Dari buku ini pembaca melihat bagaimana komitmen perusahaan-perusahaan di Indonesa mengembangkan Corpu sebagai wujud dari kepedulian mereka bahwa karyawan merupakan tulang punggung perusahaan. Idealnya Corpu menjadi wadah pendidikan terkait dengan penjenjangan karir.

Pertanyaan seperti apakah kompetensi seseorang setelah mengikuti pendidikan Corpu bisa mempengaruhi karir seseorang di perusahaan itulah yang belum dibahas secara mendetail dalam buku ini. Sebab bagaimana pun pendidikan harus mampu menjadi sarana pembebasan seseorang dari pemasalahan yang mereka hadapi. Namun bagaimanapun buku ini menjadi penting bagi mereka yang peduli dengan pengembangan karir karyawan dan kontribusinya bagi kinerja perusahaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)