Menjawab Pertanyaan, Untuk Siapa Perusahaan Didirikan

 

Gerakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan yang dikenal lebih umum sebagai tanggung jawab perusahaan (corporate responsibility - CR), menunjukkan tada-tanda sedikit memudar. Hampir semua perusahaan besar sekarang menjalankan program tanggung jawab perusahaan. Namun tidak ada perbedaan yang menonjol antara satu inisiatif dengan inisiatif lainnya.

Terlepas dari keyakinan luas bahwa CR dapat secara bersamaan meningkatkan kesejahteraan sosial dan kinerja perusahaan, sebagian besar perusahaan masih “gelap” ketika harus memahami bagaimana para pemangku kepentingan berpikir dan merasakan inisiatif yang dijalankan perusahaan.

Di Amerika, fenomena yang muncul tahun lalu adalah orchestra sebagian besar CEO dan aktivis tanggung jawab perusahaan menanggapi pengumuman Presiden Trump. Beberapa CEO terkemuka mengeluarkan pernyataan reaktif mulai dari larangan imigrasi, undang-undang lahan publik hingga larangan militer transgender hingga supremasi kulit putih terhadap keputusan dan mundur dari perjanjian Paris.

Pertanyaannya adalah apakah itu yang diharapkan publik atau pemangku kepentingan? Jangan-jangan publik atau pemangku keptningan mengharapkan tindakan yang lebih terfokus, misalnya inisisiatif perusahaan yang menunjukkan kepedulian sosial atau kebijakan di mana mereka dapat membuat dampak paling besar dan mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk inisiatif proaktif.

Pelanggan, karyawan, dan investor kini tidak lagi puas pada perusahaan yang hanya menyediakan produk bagus, prospek bagus, dan laba yang bagus. Mereka juga ingin perusahaan melakukan kebaikan sosial.

Untuk siapa perusahaan itu sebenarnya? Apakah hanya untuk sekelompok orang, seperti pemegang saham, atau mendapatkan legitimasi dengan melayani banyak kelompok orang yang berbeda pada saat yang bersamaan?

Secara tradisional, pemasar berfokus kepada siapa mereka dijual dan yang dibeli konsumen. Bila demikian, mereka cenderung melewatkan alasan - ‘tugas’ yang coba diatasi oleh konsumen, yakni menyelesaikan pekerjaan mereka dalam melestarikan lingkungan misalnya. Inilah konsep distruptif dalam tanggung jawab sosial perusahaan.

Ketika terbelit skandal manipulasi perangkat lunak pada mobilnya untuk menipu regulator tentang emisi kendaraan, Volkswagen (VW), pabrikan mobil Jerman, rugi miliaran dolar karena tuntutan hukum dan perbaikan pada dealer, serta pelanggan. Skandal itu juga menjadi percakapan publik yang mau membeli mobil. Publik marah dan sebagaian meluapkannya dengan mengatakan tidak akan pernah lagi membeli produk VW.

Idealnya, perusahaan dapat memaksimalkan nilai inisiatif CR mereka dengan membina hubungan pemangku kepentingan yang kuat melalui pengembangan, penerapan dan evaluasi program tanggung jawab sosial yang menarik dan menghasilkan nilai baik bagi perusahaan maupun para pemangku kepentingannya.

Dalam konteks ini lahirlah gagasan tentang penciptaan nilai bersama (creating share value). Konsep nilai bersama berfokus pada interdependensi bisnis dan masyarakat. Perusahaan menciptakan nilai bersama ketika mereka menggunakan kebijakan dan praktik yang menciptakan manfaat ekonomi untuk bisnis sambil menciptakan manfaat sosial dan lingkungan di wilayah tempat perusahaan beroperasi.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)