Perlunya Crisis Communication Coaching untuk Jurnalis

Selain perusahaan yang mengalami krisis, idealnya para jurnalis yang meliput isu krisis pun harus memahami berbagai prinsip crisis communication. Terutama, saat media melakukan pendekatan kepada keluarga yang tertimpa musibah.

jurnalis

“Seringkali, pendekatan yang tidak simpatik dalam mewawancarai sekaligus menyajikan informasi seputar musibah menuai kritik tajam dari publik. Contohnya, pada kasus Air Asia, banyak kritik pedas dilontarkan publik lewat media sosial. Untuk itu, coaching perlu diikuti para jurnalis terkait meliput isu krisis,” tandas Troy Pantouw, pengamat media dan komunikasi yang juga Wakil Ketua Umum BPP Perhumas periode 2011-2014.

Ada enam prinsip yang harus dipahami teman-teman jurnalis dalam meliput isu krisis seperti itu. Keenam prinsip tersebut disebut RESPECT (Respect-Empathy-Sharing-Protection-Emotion Control-Content-Tight up with Resources). "Untuk memahami keenam prinsip tersebut, media atau jurnalis membutuhkan coaching," anjurnya.

Pada prinsip Respect, para jurnalis harus mampu respek pada hak asasi manusia, terutama pada hak keluarga yang tertimpa musibah. Pada prinsip Empathy, jurnalis harus mampu menunjukkan empati mereka lewat attitude yang baik saat mewawancari keluarga yang tertimpa musibah. Prinsip Sharing adalah dimana jurnalis dituntut untuk menunjukkan rasa berbagi mereka lewat ikut berdoa akan keselamatan penumpang yang tertimpa musibah.

Pada prinsip Protection, para jurnalis harus mampu memproteksi keluarga yang tertimpa musibah. Dalam hal ini, proteksi tentang informasi yang disampaikan ke publik. “Oleh karena itu, filter informasi menjadi penting sebagai penyeimbang,” Troy menuturkan.

Emotional Control merupakan prinsip yang harus dimiliki para jurnalis dalam meliput isu seperti Air Asia saat ini. Selanjutnya, Content juga menjadi prinsip yang penting dipahami media. Sebab, content is the king. “Tentu saja, konten yang dihadirkan harus kontekstual. Alias, jangan mengedepankan unsur ‘drama’ semata, sehingga berujung pada apriori publik pada media,” ia meyakini.

Terakhir adalah prinsip Tight Up with Resources. Media atau para jurnalis harus mampu menciptakan hubungan baik kepada pihak keluarga yang tertimpa musibah, pasca memperoleh informasi dari mereka. “Misanya, dengan mengucapkan terima kasih setelah memperoleh informasi atau menanyakan kondisi keluarga pasca wawancara lewat pesan singkat,” tutup Troy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)