MIX.co.id - Bagaimana P&G mengukur dampak program sirkular ekonomi Conscious Living bagi masyarakat? Ariandes Veddytaro, Senior Brand Manager and Sustainability Champion, P&G Indonesia menjelaskan, pengukuran sustainable impact yang mereka terapkan dalam upaya menghitung SROI (Sustainability Return Of Investment) dilihat dari tiga indikator.
“Pertama, seberapa banyak pelestari yang terlibat, kedua seberapa banyak partisipasi konsumen dan juga seberapa banyak sampah daur ulang yang dihasilkan dari program tersebut,” paparnya ketika berbicara dalam Festival Ekonomi Sirkular 2023 yang diadakan di Taman Menteng, Jakarta Pusat akhir pekan lalu .
Andes membeberkan, selama kurang lebih 2 tahun terakhir sejak program daur ulang sampah tersebut dirilis, mereka berhasil mengumpulkan lebih dari 200 ton sampah plastik dan melibatkan hampir 80.000 konsumen di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Selain itu, program tersebut juga melibatkan kurang lebih 8.000 pelestari dari berbagai latar belakang seperti Ibu rumah Tangga dan pekerja Ojek Online yang bisa mendapatkan penghasilan tambahan hingga Rp800.000/bulan. Tercatat, 70% pelestari yang terlibat dalam program Conscious Living adalah perempuan sedangkan lebih dari 1.000 orang merupakan kelompok disabilitas.
Conscious Living merupakan aplikasi pilar ketiga P&G dalam usaha keberlanjutan untuk menjaga lingkungan pada level konsumsi. Program yang dirilis sejak tahun 2021 tersebut merupakan ajakan kepada masyarakat untuk bersama-sama mengelola dan mengolah sampah agar dapat didaur ulang.
Pada awalnya, Conscious Living dilakukan dalam skala kecil di lingkup karyawan internal. Program pilot itu ternyata bisa berhasil mengumpulkan 5.1 ton sampah dalam waktu kurang lebih 1 tahun.
Melihat respon tersebut, P&G kemudian melakukan ekspansi program melalui kerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat dan juga Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta. Melalui kerjasama tersebut, mereka berhasil mengumpulkan kurang lebih 200 ton sampah.
Agar bisa melibatkan semakin banyak pelestari, P&G juga menjalin kolaborasi dengan Startup semacam Octopus dan juga bank sampah di berbagai daerah.
Selain di level konsumsi, dalam upaya menegakkan pilar ketiga usaha keberlanjutan, P&G juga menerapkan praktik Zero Waste to Landfill. Melalui praktik ini, manufacturing P&G sudah tidak lagi menghasilkan sampah yang dibuang ke TPA.
Andes mengakui, kemasan-kemasan plastic yang digunakan perusahaan FMCG merupakan momok bagi lingkungan yang harus mendapatkan perhatian serius dari para pelakunya.
Sebagai salah satu penyumbang sampah dari produk yang dihasilkan, lanjut Andes, P&G sangat memperhatikan proses keberlanjutan lingkungan dari hulu ke hilir, sejak proses produksi sampai ke level konsumsi di masyarakat.
Mereka sangat menjaga agar sampah produksinya dapat didaur ulang dan digunakan kembali oleh konsumen, sehingga tidak merusak dan mencemarkan lingkungan. Khusus untuk sampah sachet, mereka menjalin kerjasama dengan beberapa eco agency untuk menjadikan sampah sachet dan juga multilayer menjadi energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan kembali.
(Penulis: Nurur R Bintari)