Best of the Best Philanthropy
Indonesia’s Best Corporate Social Initiative 2017
Hampir setiap perusahaan jasa keuangan dan perbankan melakukan program literasi keuangan. Namun, berbeda dengan yang lain, Citi Indonesia menggabungkan program literasi dengan Sociopreneurship yang secara khusus membidik konsumen siswa sekolah dasar dan sekolah menengah atas/kejuruan. Dengan memanfaatkan gadget (gawai) sebagai media untuk mengedukasi, Citi Indonesia menggelar “Digital Financial Literacy for Children & Youth Sociopreneurship Program” ini.
Citi Indonesia melalui payung kegiatan kemasyarakatannya, Citi Peka (Peduli dan BerKarya), menggelar program “Digital Financial Literacy for Children” bagi siswa SD kelas 3, 4, dan 5. Program ini didanai Citi Foundation dan berlangsung hingga Juli 2017 dengan melibatkan 2.244 siswa di tujuh sekolah yang mencakup empat kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Tangerang, Surabaya dan Bandung. Program ini juga menggandeng organisasi Prestasi Junior Indonesia (PJI) dan para bankir muda yang tergabung dalam Citi Volunteers.
Menurut CEO Citi Indonesia Batara Sianturi, program ini sejalan dengan fokus bisnis korporat Citi yang mengedepankan digitalisasi perbankan. Tujuan program ini, menurut Batara, adalah agar literasi tentang industri keuangan dan perbankan mulai dipahami sejak di bangku SD. “Kami berharap anak-anak menjadi duta keuangan bagi keluarga mereka dengan menyampaikan semua informasi yang didapat selama program,” katanya.
Sementara, Youth Sociopreneurship Program merupakan kompetisi di kalangan siswa SMA/SMK. Sosialisasi program sudah digelar sejak Agustus 2016 lalu, namun kompetisinya dilakukan di Juli-Agustus 2017 ini. Program ini ditujukan untuk siswa kelas 10 dan 11 di 28 Sekolah Menengah Atas/Sekolah Mengenah Kejuruan di lima kota, antara lain Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Denpasar.
Youth Sociopreneurship Education Program adalah program kompetisi kewirausahaan yang mendorong kaum muda untuk dapat berkontribusi secara produktif terhadap perekonomian melalui usaha mereka dan menghasilkan pendapatan sendiri. Mereka pun didorong untuk memiliki empati dan jiwa berbagi dengan lingkungannya. Walaupun program atau bisnis yang didirikan masih kecil, namun program mereka harus memiliki unsur sosial, apakah terkait kepedulian terhadap lingkungan maupun membantu masyarakat sekitar.
Selain ditujukan untuk siswa SMA/SMK, program ini juga melibatkan sejumlah pihak terkait. Pertama, guru sebagai fasilitator yang membantu menjalankan program di sekolah. Kedua, relawan Citi yang membantu pelaksanaan program sebagai motivator, fasilitator, dan juri kompetisi. Ketiga, Dinas Pendidikan yang membantu dalam memfasilitasi penerapan program di sekolah yang ditunjuk.
“Objektif Youth Sociopreneurship Education Program adalah untuk mengembangkan jiwa wirausaha di kalangan generasi muda. Melalui program ini, kami berharap mereka mampu belajar menjalankan bisnis dan mendapatkan keuntungan dengan mengembangkan produk dan layanan yang inovatif dan menjualnya ke masyarakat luas,” tutup Batara.
Menurut juri Indira Abidin, Chief Happiness Officer agensi komunikasi terkemuka Fortune Indonesia, program ini eksekusi dan hasilnya jelas, dan menciptakan perubahan di kalangan khalayak sasaran. (Marina)