Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Dunia (FAO), sampah makanan atau food waste di dunia jumlahnya mencapai 1,3 miliar ton. Sementara itu, di Indonesia sendiri, berdasarkan data The Economist Intelligence Unit tahun 2016, setiap satu orang menyumbang sampah makanan sebanyak 300 kilogram per tahun. Fakta tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara berkembang dengan sampah dan pemborosan makanan yang paling tinggi atau berada di peringkat kedua dari 25 negara yang dilakukan penilaian ketahanan pangannya dalam Food Sustainability Index.
Sampah makanan pada ranah konsumsi justru memproduksi jejak karbon terbesar dari seluruh elemen rantai pasok pangan. Hal ini dikarenakan aspek konsumsi mencakup segala elemen mulai dari proses agrikultur, distribusi, masak-memasak hingga makanan tersebut disia-siakan konsumen.
Tahun ini, Bank DBS Indonesia sebagai lembaga keuangan yang menjalankan praktik bisnis berkelanjutan menginisiasi gerakan #MakanTanpaSisa dalam kampanye “Towards Zero Food Waste”, guna mendorong masyarakat sebagai konsumen untuk lebih memperhatikan dan peduli terhadap makanan yang mereka konsumsi agar mengurangi sampah makanan yang dihasilkan.
Kampanye “Towards Zero Food Waste” ini merupakan upaya Bank DBS Indonesia dalam mengedukasi masyarakat dan meningkatkan kesadaran dalam mengurangi dan mengelola sampah makanan, juga berkontribusi dalam penyediaan makanan untuk masyarakat yang terkena dampak pandemi dan orang-orang yang membutuhkan, melalui kerja sama dengan berbagai wirausaha sosial, organisasi, media, dan masyarakat.
“Faktanya masih banyak orang yang belum sadar akan bahaya sampah makanan, jika dibiarkan menumpuk akan menghasilkan gas metana yang pada akhirnya memperburuk pemanasan global. Sebagai bank yang digerakkan oleh tujuan yang berkesinambungan, Bank DBS Indonesia berkomitmen untuk mengurangi angka sampah makanan di Indonesia. Didorong oleh salah satu fokus kerja kami yaitu sustainability atau keberlanjutan, Bank DBS Indonesia mengambil andil dalam memberikan dampak sosial positif terutama di sektor lingkungan,” ujar Executive Director, Head of Group Strategic Marketing Communication, PT Bank DBS Indonesia, Mona Monika.
Pada masa pandemi saat ini, Bank DBS Indonesia tetap berkontribusi dalam mengurangi sampah makanan dan meningkatkan kesadaran konsumsi pada masyarakat melalui program donasi dalam kampanye “Towards Zero Food Waste”. Kampanye ini dapat turut didukung dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menonton video “Watch to Donate” di tautan berikut: https://go.dbs.com/makantanpasisa-id.
Bank DBS Indonesia bekerja sama dengan Foodbank of Indonesia (FOI) untuk menyalurkan delapan ton porsi makanan bagi mereka yang membutuhkan untuk sepuluh juta views yang terkumpul. Selain itu, bagi pengguna kartu kredit digibank by DBS, nasabah dapat berpartisipasi melalui program “Buy 1 Meal to Give 1 Meal”, dengan membeli single meal di aplikasi Yummybox menggunakan kartu kredit digibank dan menukar customer rewards kartu kredit digibank dengan donasi paket sembako melalui kerja sama dengan wirausaha sosial Garda Pangan. Dengan demikian, nasabah turut berkontribusi memberikan donasi satu kotak makan bernutrisi bagi masyarakat yang membutuhkan.
Tidak hanya individu, Bank DBS Indonesia pun mengajak wirausaha sosial turut serta dalam menyuarakan gerakan ini dan memberikan dukungan atas usaha keberlanjutan yang dilakukan. Sebagaimana salah satu peran wirausaha sosial yakni untuk memberikan solusi bagi permasalahan sosial, Kecipir dan Medan Tehnik hadir dalam mengatasi sampah makanan di Indonesia.
Kecipir dan Medan Tehnik merupakan bagian dari mitra wirausaha Bank DBS Indonesia yang menerima bantuan berupa ide bisnis baru serta mentoring dari program Hungry For Change. Program Hungry For Change ini merupakan inisiasi Bank DBS, di mana para karyawan DBS berkesempatan untuk memberikan solusi dalam mengatasi masalah yang dihadapi wirausaha sosial yang bisnisnya fokus pada Zero Food Waste di seluruh Asia. Solusi dan ide dari para karyawan ini kemudian akan ditinjau kembali dan disampaikan kepada para wirausaha sosial, sehingga memungkinkan mereka untuk mendapatkan perspektif baru atas permasalahan yang mereka hadapi serta ide segar yang dapat digunakan untuk mengembangkan bisnis mereka.
Didirikan pada tahun 2015, Kecipir memotong perantara rantai pasokan dengan cara memproduksi panen sesuai dengan permintaan (demand-based). Terhitung sejak berdiri hingga Juni 2020, Kecipir telah mengurangi lebih dari 100.000 kg sampah makanan dengan memberlakukan sistem harvest by demand – hanya yang dipesan yang dipanen – Kecipir juga telah mengurangi lebih dari 600 kg pemakaian plastik sekali pakai dengan hanya menggunakan keranjang, tas daur ulang, atau daun dalam mengemas produknya.
Selain berupaya untuk mengurangi sampah makanan, Kecipir juga berkomitmen untuk mendukung keberlanjutan kehidupan serta kesejahteraan tiap petaninya dengan menawarkan margin keuntungan yang lebih baik. Kecipir sendiri telah mempekerjakan 35 grup petani lokal, dengan 10 hingga 20 orang di dalam grup tersebut. Sebagai produsen makanan organik, di mana dalam proses tanam dan panennya tidak menggunakan pestisida dan cairan kimia, kesehatan para petani Kecipir meningkat pula secara signifikan. Kecipir berupaya untuk meringkas rantai distribusi, sehingga petani dapat mendistribusikan hasil panen langsung ke konsumen melalui Kecipir.com. Dengan ini, harga jual sayuran organik dapat ditekan sehingga konsumen tidak terlalu mahal membelinya. Harga jual petani sayuran organik di Kecipir pun rata-rata naik menjadi 30% dalam rantai nilai dari sebelumnya hanya 15% ketika dijual melalui perantara atau langsung ke konsumen. Hal ini kemudian dapat membuat petani lebih sejahtera.
“Bank DBS Indonesia melalui program mentoring DBS Foundation...