MIX.co.id - Farid Nila Moeloek (FNM) Society, United Nations Population Fund (UNFPA), dan Takeda, menggelar Women National Conference bertajuk “Perempuan Sehat dan Berdaya, Menuju Kesetaraan Global”, pada Maret ini (11/3), di Jakarta. Konferensi tersebut merupakan upaya kolektif dan kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, LSM, dan akademisi bagi peningkatan kesetaraan gender di Indonesia.
Berbagai data menunjukkan adanya kemajuan yang cukup signifikan dalam memperjuangkan pemberdayaan perempuan. Salah satunya Indonesia, yang berhasil meningkatkan Indeks Pembangunan Gender (Gender Development Index/GDI) dari 91,63 di tahun 2022 menjadi 91,85 pada tahun 2023, dalam upaya menciptakan lingkungan dan akses layanan yang baik bagi perempuan. Selain itu, Indeks Pemberdayaan Gender juga meningkat dari 76,59 menjadi 76,90. Namun, pencapaian nasional ini masih di bawah standar global, dengan GDI Indonesia secara global berada di angka 0,94 dari skala 0 sampai 1, dan pencapaian Women’s Empowerment Index (WEI) di angka 0,568. Ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih menjadi tantangan besar, terutama di sektor kesehatan meskipun berbagai kemajuan telah dicapai.
Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU, Menteri Kesehatan yang diwakili oleh dr. Maria Endang Sumiwi, MPH, Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan RI, menyampaikan, “Kami mengapresiasi atas inisiatif penyelenggaraan Konferensi Nasional Perempuan yang dilakukan oleh FNM Society bersama dengan UNFPA dan Takeda. Sebab, melalui acara hari ini, kita dapat merefleksikan apakah kita telah memenuhi hak-hak dasar perempuan Indonesia. Data menyatakan bahwa kita masih menghadapi berbagai tantangan untuk memenuhi hak dasar perempuan. Mulai dari permasalahan pemenuhan gizi, risiko penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, kematian ibu, kesehatan jiwa, serta permasalahan kekerasan perempuan dan anak. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, kita tentu tidak dapat melakukan upaya sendiri, namun melakukan kolaborasi lintas kementerian, seperti dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, BKKBN serta berbagai lembaga lainnya, termasuk bersama dengan elemen masyarakat lain seperti pihak swasta dan komunitas. Melalui upaya komprehensif menggunakan pendekatan siklus hidup, kita berharap dapat memenuhi hak-hak kesehatan perempuan dan mendukung terciptanya perempuan yang berdaya dan kesetaraan gender.“
Sementara itu, dikatakan Veronica Tan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, mengapresiasi inisiatif hasil kolaborasi antara FNM Society, UNFPA, dan Takeda dalam menyelenggarakan Konferensi Nasional Perempuan 2025. “Saya berharap kemitraan ini menjadi langkah nyata yang membantu perempuan Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk mendapatkan akses yang setara terhadap pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan yang layak dan perlindungan dari kekerasan. Untuk itu, pemerintah berkomitmen terhadap kebijakan dan program yang mendukung kesetaraan gender yang diwujudkan melalui membangun lingkungan yang kondusif bagi perempuan untuk berkembang dan berkontribusi, serta melibatkan laki-laki sebagai mitra strategis dalam menciptakan perubahan berkelanjutan. Kami percaya bahwa melalui kolaborasi yang erat dan langkah-langkah konkret, kita dapat mencapai perubahan yang signifikan dan berkelanjutan dalam kehidupan perempuan Indonesia. Saya percaya, ketika perempuan mendapatkan kesempatan yang setara, berdaya dalam berbagai sektor baik itu pendidikan, ekonomi, maupun politik— perempuan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan bangsa," paparnya.
Sejalan dengan tema Hari Perempuan Internasional 2025 "For ALL women and girls: Rights. Equality. Empowerment", FNM mendorong aksi nyata untuk membuka akses dan peluang yang setara, serta mewujudkan masa depan yang lebih inklusif bagi semua orang tanpa terkecuali – khususnya perempuan.
“Kami sangat antusias menyelenggarakan forum ini, di mana para pemangku kepentingan dari berbagai sektor—termasuk banyak perempuan hebat yang hadir di ruangan ini—bersatu untuk membahas dan mendorong langkah nyata bagi pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, hampir 50 persen di antaranya adalah perempuan. Jumlah ini mencerminkan potensi luar biasa, tetapi juga menunjukkan bahwa kesenjangan gender yang masih ada perlu segera diatasi. Tantangan ini tidak hanya terletak pada skala yang besar, tetapi juga pada bagaimana memastikan setiap perempuan, di mana pun mereka berada, memiliki akses yang sama terhadap kesempatan, kesehatan, dan perlindungan," kata Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M(K), Ketua FNM Society.
Melalui forum tersebut, ia berharap tidak hanya tercipta diskusi yang bermakna, tetapi juga dihasilkan aksi konkret yang bisa menginspirasi kita semua untuk berkontribusi sesuai bidang dan keahlian masing-masing. Pemberdayaan perempuan bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau organisasi tertentu—ini adalah tugas kita bersama. Dan yang terpenting, perubahan selalu dimulai dari diri sendiri. "Saat kita bergerak, kita membawa perubahan bagi lingkungan kita, komunitas kita, dan pada akhirnya, bagi bangsa ini,” ucap Prof. Nila.
Hassan Mohtashami, UNFPA Indonesia Representative, menambahkan, “Hari Perempuan Internasional menjadi momen untuk meneguhkan kembali komitmen kita terhadap kesetaraan gender. Kesetaraan gender terkait erat dengan kesehatan seksual dan reproduksi dan hak-hak reproduksi kesehatan, kesejahteraan, dan otonomi perempuan bergantung pada layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Dan kesetaraan dan pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan mendorong pembangunan dan memajukan perubahan sosial. Semakin sejahtera perempuan dan anak perempuan, begitu pula dengan keluarga, komunitas, dan dunia secara keseluruhan.”
Dia menambahkan, meskipun telah terjadi banyak kemajuan, tantangan masih ada. Ketimpangan gender, akses layanan kesehatan yang terbatas, serta kekerasan terhadap perempuan masih menjadi penghalang bagi banyak perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka. "Melalui inisiatif seperti Women at the Center Project yang juga dikenal sebagai Perempuan Indonesia Hidup Tanpa Kekerasan (PIHAK), UNFPA terus bekerja untuk memastikan setiap perempuan mendapatkan akses layanan kesehatan reproduksi yang aman dan berkualitas serta bisa menentukan masa depannya sendiri. Sebagai salah satu mitra penyelenggaraan acara Konferensi Nasional Perempuan ini, Takeda menyampaikan komitmennya secara global untuk kemajuan dan pemberdayaan perempuan," urainya.
Akiko Amakawa, Corporate Strategy Officer & CEO Chief of Staff Takeda Pharmaceuticals, menuturkan, “Di Takeda, keberagaman, kesetaraan, dan inklusi bukan sekadar inisiatif, tetapi telah menjadi bagian dari DNA kami selama lebih dari 240 tahun, termasuk lebih dari 50 tahun di Indonesia. Prinsip ini bukan tambahan dalam cara kami beroperasi, tetapi sudah tertanam dalam pengambilan keputusan kami—mengutamakan pasien, membangun kepercayaan, menjaga reputasi, dan menjalankan bisnis dengan nilai-nilai yang kuat. Kami bangga bahwa 53% dari Global Leadership Team kami adalah perempuan, dan di Indonesia, lebih dari 60% kepemimpinan kami dipegang oleh perempuan. Namun, komitmen kami tidak berhenti di internal perusahaan. Kami percaya bahwa akses kesehatan yang berkelanjutan harus menjadi hak semua orang, dan itulah mengapa kami aktif dalam berbagai area terapi, termasuk onkologi, penyakit langka, penyakit gastrointestinal, kesehatan konsumen, dan dengue."
Sementara itu, sebagai bagian dari tanggung jawab perusahaan sebagai global corporate citizen, Takeda juga berkontribusi di luar portofolio bisnis, tetapi tetap sejalan dengan nilai-nilai perusahaan. Salah satunya melalui dukungan perusahaaan terhadap Women at the Centre: Rising Up Against the Pandemic of Violence Against Women, yang dibentuk pada 2023 dan akan berlangsung hingga 2026 serta dijalankan di lima negara yaitu Azerbaijan, El Salvador, Madagaskar, Zimbabwe, dan Indonesia.
"Di Indonesia sendiri, program ini dijalankan melalui kemitraan dengan UNFPA. Kami yakin bahwa kesetaraan dan pemberdayaan bukan hanya tentang kebijakan, tetapi juga tentang aksi nyata. Dengan terus berkolaborasi lintas sektor, kita dapat menciptakan perubahan berkelanjutan yang berdampak bagi perempuan, masyarakat, dan generasi mendatang," pungkasnya.