Inisiatif P&G demi Memulihkan Ekonomi Masyarakat di Masa Pandemi

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama dengan Procter & Gamble (P&G), perusahaan fast moving consumer goods (FMCG), menggelar program “PEKKA Mart”, pada Juli ini. Program ini merupakan wujud komitmen P&G dalam memulihkan ekonomi masyarakat yang terdampak oleh pandemi, khususnya perempuan kepala keluarga.

Menggandeng Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga, “PEKKA Mart” bertujuan untuk menguatkan ekonomi perempuan Kepala Keluarga dengan mengambil daerah percontohan di wilayah Cianjur (Jawa Barat), Batang (Jawa Tengah), dan Trenggalek (Jawa Timur).

Sampai saat ini, PEKKA telah memfasilitasi perempuan kepala keluarga untuk mengembangkan ekonomi keswadayaan melalui kegiatan simpan pinjam, kelompok simpan pinjam, kemudian membentuk Lembaga Keuangan Mikro Berbasis Komunitas dengan menerapkan sistim koperasi.

Koperasi PEKKA juga telah lama fokus mendukung usaha-usaha yang dikelola bersama, salah satunya adalah PEKKA MART sebuah unit usaha perdagangan secara grosir untuk pengadaan bahan pokok dan pemasaran produk-produk buatan masyarakat lokal yang merupakan anggota komunitas PEKKA.

Pada pertengahan Juli lalu (22/7), telah digelar program webinar untuk mensosialiasikan peluncuran sinergi KPPPA, P&G, dan PEKKA melalui PEKKA Mart.

Indra Gunawan, Plt. Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat KPPPA menegaskan bahwa KPPPA mempunyai 5 program prioritas arahan presiden, yaitu peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berprespektif gender; peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan atau pengasuhan anak; penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak; penurunan pekerja anak; serta pencegahan perkawinan anak.

“Sinergi ini merupakan upaya untuk mengimplementasikan arahan Presiden yang pertama dalam upaya peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender,” paparnya.

Data Bank Dunia (2016) memperkirakan 43% UKM formal di Indonesia adalah milik perempuan. Dalam sebuah survei terhadap UMKM milik perempuan, IFC (2016) menemukan bahwa secara umum banyak yang bersifat informal karena prosedur birokrasi yang rumit dan kurangnya insentif untuk mendaftar. Hal ini menghambat UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) milik perempuan untuk tumbuh, mengakses pasar, berpartisipasi dalam rantai nilai dan menjadi penyedia pesanan pemerintah.

“Bahkan, 61,80% perempuan bekerja di sektor informal dan hanya 38,20% bekerja di sektor formal. Tingginya tingkat perempuan yang bekerja di sektor informal sangat terkait erat dengan rendahnya tingkat pendidikan mereka,” ucap Indra.

Asisten Deputi bidang Peningkatan Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha Eko Novi menambahkan, dalam menghadapi tantangan New Normal saat ini, diperlukan upaya kemitraan bersama dengan dunia usaha untuk membantu perempuan pelaku ekonomi melalui berbagai hal.

“Kemitraan dengan dunia usaha dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas perempuan pelaku usaha dalam hal promosi, produksi dan pemasaran, peningkatan kemampuan dan akses perempuan terhadap teknologi digital, serta pendampingan berkelanjutan maupun monitoring bagi perempuan pelaku usaha,” ungkap Eko.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)