MIX.co.id - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, secara nasional angka putus sekolah di Indonesia terus meningkat sejak tahun 2019 hingga 2022 dari seluruh jenjang yaitu SD, SMP, dan SMA. BPS melalui Survey Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 mengungkapkan, 76% keluarga mengakui anaknya putus sekolah karena alasan ekonomi. Bahkan, 67,0% di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sedangkan sisanya 8,7% disebabkan anak harus mencari nafkah.
Sejumlah upaya dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk menekan angka putus sekolah. Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Banyuwangi misalnya, berinisiatif menggelar program Siswa Asuh Sebaya (SAS) dan Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh). Melalui program tersebut, Dispendik Kabupaten Banyuwangi telah berhasil mencegah dan menangani anak putus sekolah.
Terkait dengan permasalah tersebut, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) menggelar kegiatan diskusi KGSB Saling Sharing melalui platform Youtube Live dengan tema “Mencegah Anak Putus Sekolah melalui Program Garda Ampuh dan SAS” pada pertengahan Oktober ini (12/10).
Dikatakan Founder KGSB Ruth Andriani, inti program SAS adalah semangat berbagi yang selaras dengan filosofi KGSB. “Selain karena kami concern dengan data angka putus sekolah yang masih memprihatinkan, melalui diskusi ini kami harap value berbagi yang menjadi landasan dari program SAS dapat ditiru dan menginspirasi para guru anggota KGSB,” ucapnya.
Diskusi KGSB Saling Sharing episode ke-11 kali ini menghadirkan dua narasumber, yakni Staf Ahli Dewan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Lina Kamalin serta Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemdikbud Ristek RI Ana Susanti.
Program SAS telah diinisiasi sejak 2011. Objektifnya adalah untuk membantu anak-anak kurang mampu di Kabupaten Banyuwangi guna merealisasikan program wajib belajar 12 tahun di wilayah tersebut. Program ini melibatkan kalangan siswa sendiri dengan cara siswa menggalang dana secara sukarela untuk membantu biaya pendidikan temannya yang dipandang kurang mampu. Dana tersebut kemudian dikelola oleh sekolah masing-masing dengan tetap dilaporkan pertanggungjawabannya kepada Dinas Pendidikan.
Staf Ahli Dewan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Lina Kamalin mengatakan, tidak semua permasalahan pendidikan mampu ditangani oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, pihaknya membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. “Program SAS ini merupakan inovasi yang menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan tangan pemerintah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” yakinnya.
Sejak dimulai pada tahun 2011, inisiatif ini berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 26,68 miliar dengan penerima manfaat lebih dari 300 ribu peserta didik kurang mampu di Kabupaten Banyuwangi. Pasca pandemi di tahun 2021, program ini dikembangkan dengan program Sekolah Asuh Sekolah. Dalam kurun satu tahun tersebut, ada 175 sekolah berperan sebagai sekolah asuh bagi 525 sekolah.
Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemdikbud Ristek RI Ana Susanti memberikan apresiasi tinggi atas inisiatif SAS. “Saya kagum dengan program ini karena berhasil menggugah dan melibatkan banyak partisipan, dan lebih luar biasa lagi yang terlibat di situ adalah anak-anak. Bayangkan, dengan small coin yang mereka miliki, mereka belajar mandiri berbagi hingga mencapai lebih dari 26 miliar. Kalau ditarik sejak program dimulai tahun 2011, saat ini mereka sudah menjadi manusia dewasa, dan percayalah, pengalaman berbagi itu menjadi modal besar pembentukan karakter kepedulian mereka sekarang dan mewariskan kebaikan kepada generasi keturunannya,” urainya.
Sementara itu, program Garda Ampuh adalah upaya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk mengentaskan anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Pada program Garda Ampuh ini terdapat tim khusus yang digerakkan Dinas Pendidikan dengan melibatkan sejumlah elemen masyarakat. Tim tersebut bertugas menjaring dan memburu anak-anak putus sekolah, kemudian mengajaknya kembali ke sekolah.
Penuntasan anak putus sekolah ini dilakukan dengan tiga skema. Skema pertama, anak yang ditemukan drop out sesuai usianya. Misalnya, saat kelas III SD langsung dikembalikan ke sekolah normal. Skema kedua, jika ditemukan putusnya di kelas VI SD tidak perlu dikembalikan ke sekolah, tetapi diikutkan ujian akhir dengan diberi modul belajar sebagai bahan untuk mengerjakan ujian agar bisa naik ke jenjang berikutnya. Sementara skema ketiga, jika ditemukan sudah lewat usianya,