Ada Tiga Segmen Generasi Millenium, Bagaimana Seharusnya Marketers Menyikapi?

Generasi Milenium atau millennial generation dikenal sebagai generasi yang selalu dicari dan didambakan oleh para pemasar dan brand. Mengapa? Merujuk data Coming of Age Study 2014 oleh Goldman Sachs Global Investment Research, generasi Milenium selalu terhubung, berubah-ubah, tetapi mereka sanggup memberi pengaruh sebagai penentu tren. Namun, mereka dapat memperkuat brand atau sebaliknya menghancurkan brand. Generasi Milenium dimulai dari mereka yang lahir tahun 1980-an ke 2000-an. Itu artinya, mulai dari remaja hingga awal dewasa.

millennial generation

Di pasar dengan pertumbuhan tinggi seperti di Indonesia, menurut studi berbayar Millward Brown oleh Visa terhadap 5.500 orang usia 18-28 tahun, pendapatan tahunan gabungan dari generasi milenium mencapai US$38 miliar pada tahun 2011. Para remaja tersebut berpengaruh, paham teknologi secara radikal, bahkan mampu merestrukturisasi lanskap ekonomi Indonesia.

Siapakah Generasi Millenial ini sebenarnya? Bagaimana perilaku dan sikap mereka? Berdasarkan sebuah studi Crowd DNA untuk Facebook di tahun 2014, pada 11.000 remaja dari 13 negara, termasuk Indonesia, dijumpai fakta bahwa remaja Indonesia dapat dibagi menjadi tiga segmen atau kelompok Generasi Millenial.

1. Hyper-Connected
Segmen ini berusia 13-15 tahun. Mereka selalu berada di antara keluarga dan teman-teman. Selain itu, teknologi terjalin dalam setiap kehidupan mereka. Kelompok ini menempatkan nilai tertinggi pada media sosial dan perannya dalam kehidupan mereka.

2. Architects
Segmen ini berusia 16-19 tahun. Mereka adalah kelompok yang bergairah tentang pendidikan dan mulai berpikir tentang masa depan dan tujuan hidup mereka. Mereka adalah kelompok yang paling terbuka untuk berbagi rincian kehidupan sehari-hari mereka.

3. Explorers
Segmen ini berusia 20-24 tahun, yang menggunakan teknologi lebih dari sekadar sarana untuk tetap berhubungan dengan teman dan keluarga. Akan tetapi, teknologi juga digunakan sebagai jalan untuk belajar tentang penyebab dan budaya global saat mereka memasuki usia dewasa. Mereka paling sering terlibat dengan brand dan konten dari brand.

Lantas, bagaimana seharusnya marketers atau brand menyikapi ketiga segmen generasi milenium tersebut? Jawabannya, perlakukan remaja sebagai individu, bukan kolektif. Artinya, meskipun mudah dan nyaman untuk berpikir bahwa usia 13-24 tahun sebagai sebuah kelompok besar yang homogen, sebenarnya mereka berbeda.

Remaja menghargai individualitas dan nilai personal mereka. Setiap aspek kehidupan mereka, mulai dari pakaian yang mereka kenakan, musik yang mereka dengarkan, sampai ke brand dan produk yang mereka gunakan mendukung pernyataan, "Ini adalah siapa saya sebenarnya". Brand dan pemasar, pada gilirannya, harus belajar untuk memanfaatkan individualitas tersebut, mengidentifikasi mereka, dan belajar untuk dapat berbicara dengan bahasa yang sama.

Yang perlu dicermati, kehidupan remaja Indonesia berkisar seputar teknologi dan media sosial. Dengan ponsel mereka dalam jangkauan, teknologi merupakan bagian integral dari seluruh perjalanan konsumen millenial. Contohnya, membaca ulasan pengguna rekan online dalam tahap penelitian untuk membandingkan harga antara website yang berbeda. Termasuk, upaya mereka menulis blog atau berbagi pengalaman tentang brand di platform media sosial. Oleh karena itu, brand harus tetap hadir pada saluran yang sama. Setiap tahap perjalanan konsumen millenium akan memberikan kesempatan bagi pemasar untuk mendengarkan, terlibat, membangkitkan kesenangan, dan membangun loyalitas di generasi milenium.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)