Branded CSR

planet

Program-program Corporate Social Responsibility kini sudah memasuki era Branded CSR yaitu program CSR yang memberikan manfaat bagi semua pihak. Namun demikian, tidak semua program Branded CSR mendatangkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ada apakah gerangan?

Corporate Social Responsibility (CSR) sepertinya menjadi salah satu ajang yang sekarang ini dicintai para pemasar? Ada apakah gerangan? Apakah kebetulan karena di Indonesia sedang lagi banyak musibah atau bencana? Atau memang orientasi pemasaran telah berubah? Atau justru hanya ikut-ikutan pesaing saja?

CSR memang selama ini banyak berorientasi korporat dalam artian dijalankan oleh perusahaan dengan membawa nama perusahaan dalam rangka menciptakan citra positif dari perusahaan tersebut.

CSR memang pada awalnya sering kita temui dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat risiko yang tinggi khususnya berhubungan dengan lingkungan seperti perusahaan minyak, perkebunan dan sejenisnya.

Tidak heran jika inilah merupakan era pertama pelaksanaan CSR di Indonesia dimana kegiatan-kegiatan tersebut merupakan sebuah wujud pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya.

Namun demikian, era pertama ini masih menunjukkan bahwa program CSR lebih dianggap sebagai sebuah “hutang” yang harus dibayar dan bukannya sebuah kewajiban.

Tidak heran jika di era pertama ini program CSR yang dilakukan masih fokus pada lingkungan di sekitar perusahaan atau pabrik dimana mereka beroperasi. Faktor ini yang kemudian memunculkan era kedua dalam program CSR dimana program CSR yang dilakukan tidak lagi hanya dilakukan di sekitar perusahaan atau pabrik saja tetapi juga berskala nasional.

Inilah era dimana CSR bukan lagi sebagai sebuah proses “membayar hutang” tetapi perusahaan mulai menunjukkan tanggung jawab sosialnya

Era pertama dan kedua memang masih berorientasi korporat yang biasanya juga dijalankan oleh orang yang bertugas di bagian komunikasi korporat atau humas (hubungan masyarakat).

Seiring dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi dan semakin banyak perusahaan yang menjalankan CSR, perusahaan akhirnya berusaha untuk bagaimana menjadikan program CSR bagian terintegrasi dari keseluruhan komunikasi perusahaan.

Bagi perusahaan yang memiliki beberapa merek, maka mulai terpikirkan bagaimana Corporate CSR bisa menjadi umbrella bagi Product CSR sehingga tercipta sebuah sinergi yang saling menguntungkan baik bagi karyawan, masyarakat, perusahaan dan tentunya masing-masing merek.

Inilah era ketiga yang mulai banyak dijalankan oleh beberapa merek produk. Program-program CSR yang dilakukan beberapa merek tersebut menandakan berkembangnya era Branded CSR yaitu program CSR yang memberikan manfaat bagi semua pihak. Masyarakat diuntungkan dan tentunya memberikan citra positif bagi sebuah merek.

Namun demikian, tidak semua program Branded CSR mendatangkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ada apakah gerangan? Untuk menghindari kegagalan program Branded CSR yang hanya menghabiskan biaya tanpa memberikan hasil, ada beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan.

Pertama, CBBO Analysis yaitu Cause-Business-Brand-Objective Analysis. Menjalankan sebuah program CSR tidak cukup hanya menghadirkan sebuah program sosial tanpa adanya analisa secara mendalam terhadap kesesuaian program tersebut dengan misi dan tujuan perusahaan atau merek kita.

Menjalankan sebuah program CSR tanpa adanya kesesuaian dengan business and brand mission justru bisa menjadi bumerang dan menimbulkan persepsi skeptis bahwa kegiatan CSR tersebut diadakan hanya untuk memanfaatkan kesulitan atau permasalahan yang dialami masyarakat.

Apabila program CSR yang dijalankan sesuai dengan business and brand mission, maka konsumen dan masyarakat juga akan semakin percaya dengan citra merek yang diciptakan selama ini.

Contoh klasik yang tepat untuk analisa ini adalah apa yang dilakukan oleh Body Shop yang dari awal kemunculannya telah menunjukka perhatiannya pada dunia ketiga, tidak melakukan uji coba pada binatang serta menolak kekerasan dalam rumah tangga.

Isu-isu sosial yang dimunculkan Body Shop tentunya tidak menimbulkan persepsi skeptis karena memang dari awal kehadirannya, merek Body Shop memang memiliki citra yang sama dengan program CSR yang dilakukan.

Cisco Systems juga menjalankan program CSR dengan mendirikan Cisco Networking Academy yang bertujuan untuk melatih para network administrator sehingga lebih siap untuk bekerja. Dalam pengembangan Networking Academy ini, Cisco justru tidak terlalu fokus pada system pendidikan tetapi langsung pada pelatihan yang dibutuhkan para network administrator

Misalnya Avon yang menjalankan program Avon Walk for Breast Cancer untuk melayani kebutuhan atau permasalahan wanita yang masih belum terlayani dengan baik. Avon telah memulai program ini jauh sebelum perusahaan-perusahaan lain memikirkan tentang isu ini dan ini tentu saja sesuai dengan business and brand mission nya yang memang melayani wanita.

Kalbe Farma dengan berbagai mereknya juga menjalankan berbagai program CSR. Sebut saja Procold dengan Puskesmas Keliling sejak tahun 2004, Promag dengan Promag Mulia di tahun 2005. Selain itu, ada lagi Woods dengan program Pelangi Polusi bekerjasama dengan polisi di tahun 2004 dengan membagi-bagikan masker.

Ada juga Cerebrofot Peduli Anak Bangsa dengan pemberian beasiswa, kemudian Entrostop sejak tahun 2004 dengan pembuatan MCK. Secara corporate, ada program Kalbe Berbagi dengan program Sarana Kalbe Berbagi Akademis Kalbe Berbagi dan Klinik Kalbe Berbagi.

Campbell Soup di Amerika mengubah warna kaleng produknya menjadi warna pink – dari sebelumnya warna merah dan putih – sebagai bagian dukungan terhadap bulan Breast Cancer. Campbell akan mendonasikan sekitar $250 ribu atau 3,5 sen per kaleng pink yang terjual. Perubahan ini diperkirakan akan meningkatkan penjualannya menjadi dua kali lipat dari hanya sebesar 3,5 juta kaleng menjadi 7 juta kaleng per bulan.

Kedua, Branded CSR Execution. Seringkali kegiatan CSR yang dilakukan justru tergantung pada pihak ketiga. Dengan kata lain, ide dan pembuatan program lebih banyak datang dari pihak ketiga yang belum tentu memiliki business and brand mission yang sama meskipun acara yang diadakan masih tetap sesuai.

Rekan kerjasama yang dipilih oleh sebuah merek untuk mengadakan kegiatan CSR akan mempengaruhi total image yang muncul dibenak pelanggan dan masyarakat terhadap merek kita. Jangan sampai muncul conflicting image dimana antara pihak yang mengeksekusi misalnya organisasi LSM yang justru image-nya berbeda dengan brand image yang ingin kita ciptakan.

Hal itu juga yang akhirnya membuat McDonald mendirikan Ronald McDonald House Charities yang dapat disebut sebagai salah satu program CSR yang paling terkenal di dunia yang telah berjalan lebih dari 30 tahun.

Program yang dilakukan sebenarnya cukup sederhana misalnya menyediakan tempat tinggal dimana keluarga yang memiliki anak yang sakit dapat tinggal di sana.

Ketiga, Branded Your CSR Internally. Sebuah kegiatan CSR yang komprehensif tidak harus berarti menkontribusikan sejumlah uang dalam jumlah yang besar. Yang terpenting adalah bagaimana mengutilisasi semua sumber daya yang ada khususnya pengetahuan dan keahlian karyawan.

Kalau hanya sekedar menyumbangkan sejumlah uang bukanlah merupakan hal yang susah apalagi bagi perusahaan-perusahaan besar. Kegagalan program-program CSR justru banyak disebabkan ketidakmampuan program tersebut untuk melibatkan karyawan secara intensif sehingga menjadikan program CSR bagaikan sebuah program sumbangan biasa saja.

Tanpa adanya komitmen dan dukungan yang antusias dari karyawan akan menjadikan program tersebut bagaikan program “nebus dosa” dari para pemegang saham.

Saat sebuah program CSR bisa melibatkan karyawan secara intensif, maka akan muncul sebuah image bahwa program ini datang dari nilai-nilai internal perusahaan yang juga dipraktekkan oleh karyawan mereka sendiri.

Menurut penelitian dari Cone/Roper Corporate Citizenship di Amerika Serikat menunjukkan 88% karyawan yang menyadari adanya program CSR memiliki tingkat loyalitas yang tinggi terhadap perusahaannya dan bahkan 53% bekerja di sebuah perusahaan karena komitmen perusahaan tersebut terhadap isu-isu sosial.

Pada tahun 2001, penelitian National Employee Benchmark Study yang dilakukan oleh Walker Information menunjukkan bahwa 62% karyawan yang bekerja di perusahaan yang memiliki kegiatan CSR akan merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain.

Yang lebih menarik lagi, 73% karyawan menyebutkan mereka lebih loyal terhadap perusahaan yang memiliki misi sosial dengan program CSR.

Ambil contoh misalnya Home Depot yang menugaskan karyawannya untuk membantu dan memberikan pelatihan kepada lingkungan di sekitarnya. Kegiatan seperti ini tentunya membuat karyawan merasa terlibat dalam pelaksanaan misi perusahaan dan lebih bertanggung jawab terhadap brand image perusahaan atau produk yang dijual.

Semua program Branded CSR yang dilakukan tentu saja harus diawali sebuah pemikiran untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat. Namun demikian, kontribusi tersebut juga tidak seharusnya memaksa sebuah merek untuk mengorbankan brand image-nya yang justru bisa menjadi bumerang karena dianggap hanya berniat membonceng isu sosial saja.

Program Branded CSR diharapkan dapat memberikan manfaat bagi stakeholder dan juga sejalan dengan brand image dan mission yang dapat memberikan manfaat jangka pendek dan jangka panjang.

CSR powerful bila memberikan dampak positip bagi stakeholder. Keberhasilan suatu program CSR dapat dilihat pada perubahan perilaku masyarakat sebagai hasil dari kegiatan CSR yang dilakukan.

Juga memperkuat image brand atau perusahaan yang pada akhirnya pada peningkatan pangsa pasar, meski hal ini hanya dapat terjadi dalam jangka waktu yang lebih panjang. Hasil riset menyatakan konsumen lebih cenderung membeli produk yang memiliki tanggung jawab sosial.

Keberhasilan perusahaan dalam menjalankan CSR dapat juga berdampak terhadap nilai saham, dengan peningkatan jumlah investor di pasar bursa yang tertarik membeli saham atas dasar simpati dan rasa percaya pada perusahaan. Manfaat CSR juga akan diadapatkan bagi “orang dalam” atau karyawan, tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat akan memberikan rasa bangga, dan rasa percaya dari para karyawan terhadap perusahaan.

Namun, dampak positif bukan hanya ditentukan oleh program, melainkan juga pada apakah program yang bagus tersebut dikomunikasikan kepada para stakeholdernya. Kegiatan tanpa dikomunikasikan percuma, sebaliknya komunikasi tanpa kegiatan berarti kebohongan.

Agar dapat berdaya guna, mengkomunikasikan CSR sebaiknya dengan meletakkan program komunikasi CSR sebagai bagian yang integral dari komunikasi perusahaan. Pesan CSR dirancang agar sejalan dengan communication platform yang dibuat atas dasar visi dan misi perusahaan. Selain itu, komunikasi harus dijalankan secara terencana, terarah untuk setiap stakeholders dan dilakukan secara berkelanjutan.

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)