Harusnya Toko Offline Bisa Bertahan

Milenial sebagai pelanggan atau suka belanja melalui online sudah difahami. Saluran daring dan seluler penting bagi millennial karena memberikan informasi dan wawasan yang mereka butuhkan untuk menemukan produk dan layanan terbaik.

Banyak milenial yang mengasah keterampilan berbelanja mereka
di Internet, memeriksa peringkat produk dan ulasan atau umpan balik pada pengecer,
misalnya, untuk mengonfirmasi bahwa baik produk dan vendor masing-masing
memberikan nilai dan layanan terbaik.

Tetapi, apakah itu berarti  mereka berhenti mengunjungi tempat-tempat belanja
seperti mal, supermarket dan sebagainya? 
Wawancara yang dilakukan peneliti Accenture beberapa waktu lalu di salah
satu pusat perbelanjaan terbesar di Amerika mengkonfirmasi temuan survei mereka.

Menurut temuan mereka, banyak anggota generasi digital
sebenarnya lebih suka mengunjungi toko daripada berbelanja online. Mereka juga
menemukan, diantara banyak generasi pembeli cerdik itu, pembeli atau pembelanja
millennial menginginkan dimensi panca indera, yakni sentuhan, ciuman, dan
rabaan.

Pada tahun 1998, B. Joseph Pine dan James H. Gilmore menulis
sebuah artikel penting dan sangat berpengaruh untuk Harvard Business Review.
Tulisan itu  berjudul, Welcome to the Experience Economy.

Para penulis menunjukkan bahwa pengalaman berbeda dari
produk dan layanan. Pengalaman terjadi ketika merek menggunakan layanan sebagai
panggung dan barang sebagai alat peraga. Tujuannya adalah untuk menciptakan
acara yang tak terlupakan. Konsekuensinya, pengelola merek harus  membuat hubungan emosional yang mendalam
dengan audiens target melalui perasaan mereka.

Untuk mencapai koneksi ini, ada tiga atrbut utama yang harus
muncul secara real time. Tiga atribut utama itu adalah otentik, terhubung
secara positif, dan bermakna secara pribadi. Atribut ini ketika diintegrasikan
ke dalam konsep pengalaman merek langsung, baik yang disampaikan dari jarak
jauh (melalui platform teknologi atau komunikasi) atau tatap muka, menghasilkan
pengalaman yang lebih berkesan.

Saat itu semakin banyak bisnis yang secara eksplisit merancang dan mempromosikan pengalaman yang menarik, dan memungut biaya untuk pengalaman ini. Restoran berfokus pada opsi pengiriman, dan pemesanan online sebagai jawaban atas mulai menurunnya semangat pejalan kaki.

Konsumen kini makin terus dibanjiri dengan pesan iklan tradisional secara berulang, membombardir kehidupan mereka, mengganggu dan menghalangi hubungan dengan acara TV mereka. Konsumen merasakan sedikit hubungan emosional dengan merek-merek ini. Kalau pun mereka dibujuk untuk membelinya itu hanyalah karena merek yang berteriak paling kerasyang mendapat perhatian mereka.

Pendekatan komunikasi pemasaran yang sudah ketinggalan zaman
ini makin jauh berkurang efektivitasnya. Untuk mendapatkan loyalitas pelanggan
yang langgeng, merek harus memberikan sesuatu kembali. Pada abad baru, hubungan
antara merek dan audiens target mereka sedang direvolusi oleh taktik pemasaran
"pengalaman".

Para ahli dan praktisi kini beralih ke era pemasaran
experiential, yang berfokus pada memberikan audiens target pengalaman pelanggan
yang relevan dengan merek dan menambah nilai bagi kehidupan mereka. Pemasaran
berdasarkan pengalaman terdiri dari pengalaman merek langsung - komunikasi dua
arah antara konsumen dan merek, komunikasi yang dirancang untuk menghidupkan
kepribadian merek.

Peritel tersentak oleh jangkauan Amazon. Pengecer lalu
dengan cepat mengeksplorasi cara untuk bertahan hidup di lingkungan digital gara-gara
Amazon. Mantra baru yang lahir kemudian, semua orang perlu hadir secara online.
“Walmart misalnya, sampai-sampai menggunakan jetcorn untuk meningkatkan
pemasaran online,” kata Larry Light

Pages: 1 2 3
Tags:
millennial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)