Menggarap Pasar Afrika

africa-development

Fenomena di Afrika yang terjadi belakangan menjungkirbalikkan persepsi yang selama ini muncul di pikiran banyak orang tentang Afrika dengan ederet masalah sosial sosial lainnya. Afrika kini adalah kawasan yang dalam beberapa tahun terakhir menikmati pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Tiga orang mahasiswa nampak membungkukkan badan melototi iPad di sebuah kafe di pantai Cap-Vert pantai, sebuah semenanjung paling barat Senegal di benua paling miskin di dunia. Mereka membaca berita online tentang Moldova, salah satu negara yang paling menyedihkan di Eropa. Seorang mahasiswa berita yang berjudul Four drunken soldiers rape woman.

Yang lainnya, membaca berita yang menyatakan bahwa pria Moldovan memiliki peluang 19% mati akibat minum minuman keras berlebihan, dan 58% lainnya mati karena penyakit terkait rokok. Lainnya, membaca tentang sex tracking.

Berita-berita itu menjadi pokok bahasan media di Afrika, bersamaan dengan cerita kebjiakan penghematan yang tengah terjadi di Yunani. Berita-berita itu mengundang rasa simpati masyarakat Afrika. Mereka setengah tidak percaya bahwa ada kejadian seperti itu di benua tetangganya yang mungkin dianggap jauh lebih kaya dari mereka. ada kejadian seperti itu.

Di bagian Senegal lainnya, tiga siswa duduk di pinggiran Dakar, ibukota Senegal, sambil menyeruput cappuccino di sebuah restoran. Mereka melihat keluar ke atas jalan beraspal yang dinaungi oleh pohon-pohon palem. Mereka memandangi beberapa restoran dengan taplak meja putih yang diantara menghidangkan kepiting tutul hijau. Seorang seniman lokal menjajakan bingkai dengan foto gadis-gadis petani diterangi serangkaian lampu berwarna.

Cerita-cerita itu bisa Anda baca di laporan khusus tentang Afrika majalah the Economist edisi 2 Maret 2013. Majalah ekonomi terkemuka itu menulis bahwa selama dua puluh tahun terakhir, pusat ekonomi global telah bergeser dari maju ke negara berkembang. Hari-hari ini, tingkat pertumbuhan di negara berkembang beberapa kali lebih tinggi daripada negara-negara maju.

Yang menarik, negara-negara Afrika, terutama di kawasan Sub-Sahara kini mengalami titik balik. Pendapatan Kotor (PDB) negara-negara Sub-Sahara pada 2015 diperkirakan tumbuh sebesar 4,5%, sehingga pertumbuhan ekonomi kawasan yang paling cepat di dunia, melampaui rata-rata regional Asia yang pertumbuhan tahunan hanya 4,3%.

Ini menjungkirbalikkan persepsi yang selama ini muncul di pikiran banyak orang tentang Afrika yang penuh dengan perang saudara, perompakan, perkosaan dan sederet masalah sosial sosial lainnya. Benua Afrika kini adalah kawasan yang dalam beberapa tahun terakhir menikmati pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Perlambatan pertumbuhan yang dialami negara-negara BRICS (pertumbuhan PDB diukur dengan menggunakan harga konstan tahun 2005) seperti ekonomi China yang pada 2013 lalu tumbuh 7,7%, Brasil 2,5%, India 5%, Rusia 1,3% dan Afrika Selatan 1,9% memaksa perusahaan-perusahaan global untuk mencari padang rumput hijau di tempat lain. Untuk peningkatan pertumbuhan perusahaan, mengincar pasar Afrika, terutama di negara-negara yag perputaran produk barang konsumen (FMCG) yang relative sangat cepat.

Dalam hal ukuran pasar secara keseluruhan, porsi pertumbuhan ekonomi Sub-Sahara Afrika terhadap ekonomi global relative masih sedikit lebih kecil dari Asia. Akan tetapi, dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi yang terus stabil di Afrika akan menghasilkan blok ekonomi yang bakal berdampak secara global dalam dua dekade berikutnya. Dalam lima tahun ke depan saja, persentase sebagian negara-negara di Sub-Sahara Afrika dari PDB global diperkirakan akan meningkat dari 1,4% menjadi 4%.

Maret 2015, seakan ingin menunjukkan bahwa perkiraannya valid, The Economist menerbitkan laporan hasil surveinya terhadap 206 eksekutif yang bertanggung jawab untuk operasi komersial Afrika. Sebagian besar eksekutif tadi berbasis di empat negara-negara Sub-Sahara, Nigeria, Afrika Selatan, Angola dan Kenya. Bekerjsama dengan Philips, The Economist Corporate Network (ECN) yang menulis laporan secara independen, melaporkan bahwa pada 2014 lalu 60% responden mengakui bahwa 40% pendapatan perusahaan mereka peroleh dari operasinya di Afrika.

Selain itu, bila pada 2014 sekitar 18 responden mengatakan kurang dari 5% revenuenya dari Afrika, dalam lima tahun ke depan, hanya sekitar 4% dari responden memperkirakan pendapatannya kurang dari 5% dari pendapatan global perusahaan mereka datang dari Afrika. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan multi-nasional merasakan bahwa Afrika benar-benar menjadi benua harapan.

Harapan ini tidak terlepas dari peran pertumbuhan kelas menengah di Afrika. Pertumbuhan pendapatan per kapitanya yang lebih tinggi dari PDB-nya menciptakan dan meningkatkan populasi kelas menengah dan tingkat pendapatan masyarakatnya. "Sekarang ini mungkin baru sedikit terasa. Namun demikian, sebagian besar pelaku pasar melihat prospek pertumbuhan kelas menangah di Afrika. Memang sedikit sulit meyakinkan seseorang atau untuk membenarkan tentang tingginya kelas menengah tersebut. Apalagi di lingkungan yang secara inheren lebih berisiko," kata analis dari Imara Afrika Securities, Kuda Kadungure, kepada CNBC Afrika.

Komoditas memang menjadi andalan bagi perekonomian banyak negara-negara di Afrika. Karena itu, melemahnya harga minyak, bijih besi, batu bara dan komoditas lainnya yang terjadi baru-baru ini berdampak pada kesehatan fiskal dari sejumlah negara. Pemerintah Angola, misalnya, dua per tiga pendanaan pembangunannya bergantung pada pendapatan minyak. Yang menarik, begitu ekonominya menjadi dewasa, industri non-ekstraktif, seperti jasa keuangan, pariwisata dan telekomunikasi menjadi semakin penting, melalui kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, memperbesar basis pajak dan mengimbangi kerugian akibat penurunan harga komoditas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)