Pertarungan di Pasar TV Berbayar

Brosur TransVision 1

Pertumbuhan pelanggan TV berbayar Indonesia tertinggi di Asia Pasifik. Survei Media Partners Asia menunjukkan rata-rata pertumbuhannya sepanjang 2011-2016 mencapai 26,7% per tahun. Dengan pertumbuhan tersebut, jumlah pelanggan TV berbayar Indonesia saat ini mencapai sekitar 3 juta. Padahal di negeri ini terdapat sekitar 65 juta rumah tangga, dan 36 juta di antaranya bisa diprospek.

Dengan penetrasi bisnis yang tidak sampai 5% ini, tidak heran kalau beramai-ramai pemain baru masuk ke bisnis ini. Selain incumbent seperti Indovision dari MNC Group—yang juga pemilik Free to Air TV RCTI—dan Aora TV yang sudah berada di pasar selama lebih dari lima tahun, ada pendatang baru First Media dari Link Net, dan brands lainnya yang merupakan ekstensifikasi bisnis beberapa stasiun televisi nasional di Tanah Air. Sebut saja K-Vision yang merupakan perluasan bisnis Kompas TV; TransVision yang merupakan perluasan bisnis Trans Media; VIVA+ yang merupakan perluasan bisnis Viva Group, pemilik TVOne dan ANTV; NexMedia dari SCTV Group; dan Big TV yang diluncurkan pada 2013 oleh Lippo Group, pemilik Berita Satu TV.

Seksinya pasar TV berbayar diakui oleh Brando Tengdom, Marketing & Sales Director TransVision. Menurut dia, dari 65 juta rumah tangga di Indonesia, baru 60% yang memiliki pesawat TV, atau sekitar 36 juta rumah tangga. “Angka 36 juta itulah yang menjadi market kami. Dan dari 36 juta rumah tangga itu, baru 3 jutaan yang memiliki TV berbayar,” terang Brando.

Selain potensi market yang besar, keyakinan TransVision memasuki pasar TV berbayar adalah karena adanya captive market. Melalui skema akuisisi izin siar TelkomVision, TransVision secara otomatis memiliki captive market para pelanggan kelompok usaha PT Telkom Indonesia. Selain itu, captive market datang dari berbagai perusahaan di bawah payung CT Corp, holding company TransVision, seperti Bank Mega, Carrefour, Metro Department Store, Coffee Bean, Baskin Robbin, dan Wendy's.

Tak mengherankan, meski kompetisi di pasar televisi berbayar makin seru, Brando tidak mengkhawatirkan TransVision tidak kebagian pelanggan. Brando justru optimistis, dengan semakin banyaknya kompetitor, Trans Vision akan semakin mudah mengedukasi calon pelanggan.

CT Corp, menurut Brando, berani masuk ke bisnis Pay TV juga karena pendapatan masyarakat di negeri ini meningkat—ditandai dengan bertumbuhnya pendapatan per kapita penduduk (GDP) Indonesia yang memicu perubahan customer behavior. “Saat ini, konsumen tidak puas dengan tayangan yang ada. Bahkan, ada customer yang tidak sempat menonton tayangan di FTA milik Trans Media (Trans TV dan Trans 7) karena kesibukannya. Oleh karena itu, konsep TV berbayar TransVision adalah menayangkan film seminggu tiga kali. Termasuk, menayangkan ulang program TV 7 dan Trans TV di TransVision,” urai Brando.

Pada kesempatan terpisah, Chief Commercial Officer VIVA+ Eka Anwar mengatakan bahwa kehadiran VIVA+ pada April 2014 lalu juga karena melihat besarnya peluang bisnis ini. “Namun persaingannya cukup ketat, mengingat TV berbayar di Indonesia masih dikuasai oleh PT MNC Sky Vision Tbk. (MNC Group—red),” ungkap Eka.

Untuk menyiasati persaingan itu, katanya, VIVA+ memilih konsep TV Satelit Digital Pra Bayar (Prepaid), dimana konsumen hanya perlu membayar sekali saja, yaitu untuk membeli STB/Set Top Box dan tanpa biaya bulanan sama sekali seumur hidup (free for life).

Sementara itu, Richard Kartawijaya, Chief Executive Officer PT Link Net Tbk., mengatakan bahwa potensi bisnis Pay TV juga ditunjukkan oleh tingginya frekuensi rata-rata menonton konsumen Indonesia. Dibandingkan Singapura yang rata-rata menonton per harinya hanya 1,5 jam, katanya, penonton Indonesia menyaksikan acara televisi rata-rata sekitar 4 jam per hari.

Mereka Massif Merangsek Pasar
Trans Vision dan VIVA+ merupakan dua merek anyar yang massif menggarap market TV berbayar. Trans Vision merupakan merek baru yang merupakan rebranding dari TelkomVision setelah merek ini diakusisi dari Telkom Group. “Langkah pertama yang kami lakukan adalah mengganti brand, dari TelkomVision menjadi Trans Vision pada Mei 2014. Langkah ini kami ambil karena kami ingin mengganti positioning menjadi extravaganza. Artinya, kami harus menampilkan tayangan hiburan yang ekstra atau lebih,” terangnya.

Melalui positioning barunya itu, katanya, TransVision fokus pada keluarga kelas menengah atas—yang notabene memiliki daya beli untuk berlangganan TV berbayar. “Itu sebabnya, tema yang dikedepankan Trans Vision adalah tayangan berkualitas untuk keluarga,” tambah Brando.
Trans Vision yang diluncurkan pada pertengahan Desember 2014—bertepatan dengan ulang tahun Trans Media, perusahaan yang juga menaungi Trans TV, Trans7, Detik.com, dan CNN Indonesia, menembus pasar dengan program sales promo berhadiah TV Samsung dan diskon di jaringan retail milik Trans Corp. seperti Coffee Bean, Baskin Robin, dan Wendy's.

Pages: 1 2 3
Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)