Riset Yang Bagaimana yang Berkembang di Era Disruptive

 

Suatu ketika, Godrej - perusahaan konglomerat asal India -- mengalami penurunan pangsa pasar lemari es karena serbuan merek asing. Menghadapi situasi itu, seperti yang ditulis Rory McDonald dari Harvard Business School, Godrej tidak mau mundur.

Mereka tetap bersaing pasar konvensional sambil berinovasi dengan produk yang bisa memenuhi kebtuhan orang yang selama ini belum terlayani pendingin Godrej. Mereka ini adalah orang-orang yang memebutuhkan mesin pendingin murah.

Alih-alih bersaing dengan merek global yang menguasai 15 persen pasar konsumen yang mampu beli lemari es, Godrej memutuskan membidik 85% penduduk yang selama itu belum terlayani oleh merek global. Disini ada sesuatu yang sifatnya non-konsumsi yang menjadikan pasar ini penting, yakni banyak rumah tangga di pedesaan India yang tidak bisa menyimpan makanan.

Karena itu, mereka harus membeli makanan mereka setiap hari. Ini tentu membutuhkan waktu dan biaya yang mahal. Masalah lainnya adalah, kondisi listrik di pedesaan terputus-putus dan tegangannya turun naik, sesuatu yang membuat lemari es tidak berfungsi optimal.

Godrej lalu mengembangkan mengembangkan solusi "cukup baik", yakni kulkas portabel chotuKool, yang harganya rendah, dioperasikan dengan daya baterai, dan menggunakan kantor pos sebagai saluran penjualan/jaringan distribusi baru. Hasilnya, produk itu memenangkan lima penghargaan innovasi ternasional, dengan harga yang 1/3 harga lemari es konvensional. Begitulah innovasi produk di era disruptive. Basis produk yang dikembangkan adalah kebutuhan yang tak terungkap, dan itu hanya busa didapatkan dengan riset.

Anda percaya bahwa tidak ada satu pun bisnis yang tidak menghadapi masalah “disruption”? Jangankan perusahaan kecil, perusahaan yang kuat di inovasi sekalipun seperti Nokia dan sebagainya goyah karena munculnya merek “pengganggu”. Kata orang, kalau kita mau bisa bertahan atau menunggangi disruptive (gangguan) kita harus mengenal dengan benar konsumen kita. Bagaimana cara kita mengenali kebutuhan pelanggan kita?

Jum’at malam lalu, saya ngobrol dengan Bayu, anak saya, di sebuah restoran di pojok daerah Bintaro, Jakarta Selatan. Dalam obrolan itu anak saya sempat menyampaikan kekagumannya pada big data yang bisa ditambang GoJek baik untuk meningkatkankan daya saingnya maupun menciptakan bisnis baru bagi GoJek.

Betapa tidak, kata Bayu, hampir semua aktivitas konsumsi pelanggannya terekam oleh GoJek. Bagaimanapun habit kita memanfaatkan jasa GoFood secara tidak langsung menginformasikan kepada GoJek tentang pola makanan yang kita konsumsi sehari-hari, kemana kita bepergian, berapa kali kita bepergian semuanya terekam GoJek. Kapan kita membersihkan rumah, kebutuhan bahan apa saja, dan sebagainya terekam.

Bahkan kalau kita lebih banyak memanfaatkan jasa GoJek lainnya, semua tentang kehidupan dan kebutuhan kita sehari-hari diketahuinya. Bukan hanya kuantitas, tapi juga frekuensi, kapan kita berganti merek dan sebagainya mereka ketahui. Disini anak melihat potensi luar biasa dari GoJek. Data yang terkumpul, kalau bisa dimining, kata anak saya, bisa mengalahkan riset yang dilakukan Nielsen atau perusahaan-perusahaan riset konsumen lainnya.

Pada tahun 2006, ketika Whirlpool membeli pesaing terbesarnya, Maytag, senilai $ 1,7 miliar, regulator federal khawatir bahwa langkah perusahaan itu akan membuat perusahaan sangat kuat. Namun, Whirlpool mengatakan: Jangan takut, persaingan dari produsen asing seperti Korea Selatan Samsung dan LG akan membuat kita menjadi semakin fokus dan menguntungkan konsumen Amerika.

Namun sekarang, Whirlpool seakan lelah menghadapi persaingan. Mereka lalu berusaha meyakinkan Komisi Perdagangan A.S. untuk memutuskan bahwa Samsung dan LG harus “dihukum” atas apa yang 11 tahun yang lalu, Whirlpool katakana sebagai persaingan. Betapa tidak, pasar mesin cuci AS tumbuh 35 persen hanya dalam waktu lima tahun.

Persoalannya, gabungan Samsung dan LG menguasai 35 persen pasar mesin cuci tersebut. Saat ini Whirlpool masih diuntungkan. Akan tetapi, jika Whirlpool ingin lebih menguntungkan, Presiden AS harus menyetujui rekomendasi komisi tersebut dan menetapkan "kuota tarif."

Keunggulan mesin cuci Samsung salah satunya adalah inovasi dan semakin sering meluncurkan produk baru guna menyesuaikannya dengan kebutuhan konsumen yang terus berubah. Untuk mesin cuci misalnya, 87 persen konsumen di A.S. mempunyai kebiasaan sebelum dicuci, mereka menyortir cucian mereka menjadi yang berwarna terang dan gelap, jenis kain, dan tingkat kekotorannya. Sekitar 70% konsumen yang disurvei melakukan pencucian dua kali agar mendapatkan hasil yang diharapkan.

Samsung lalu meluncurkan FlexWash ™ + FlexDry ™ yang menawarkan cara pencucian yang lebih efisien dan lebih efektif. Kemampuan untuk mengoperasikan keempat kompartemen secara terpisah dan sekaligus memenuhi permintaan konsumen yang kuat untuk mencuci pakaian lebih cepat sambil tetap menjaga cucian mereka tetap terpisah.

Pola yang sama juga diakukan Samsung untuk produk smartphonenya. Sampai tahun 2013 ketika pasar smartphone berkembang pesat, Samsung mendapati bahwa bahwa orang menganggap kelebihan smartphone adalah pada fungsional. Kemudian waktu terus berlanjut dan tren berubah sehingga pada tahun 2014 dan 2015, kebutuhan orang bergeser dan tidak lagi menginginkan smartphone dari aspek fungsionalnya karena ternyata produk ini selalu menyertai kehidupan sehari-hari mereka.

Mereka ingin smartphone memiliki desain yang lebih premium dengan estetika yang lebih baik. Karena itulah ketika meluncurkan Galaxy Note 7, Samsung mempertimbangkannya untuk membuat perubahan besar pada produknya (Galaxy Note 7) yang lebih banyak menggunakan struktur logam dan kaca.

Itu sebenar juga dilakukan Whirlpool, Cuma dengan frekuensi yang tidak sesering Samsung. Dengan hampir 70.000 karyawan, pendapatan tahunan $ 19 miliar dari operasinya di 135 negara, dan warisan 100 tahun, Whirlpool jauh dari sebuah usaha start-up. Meskipun demikian, perusahaan yakin bahwa prioritas yang paling penting adalah inovasi.

Karena itu, pada tahun 1999, Whirlpool memulai sebuah pencarian untuk menemukan kembali dirinya sendiri. CEO Whirlpool saat itu, Dave Whitwam, yakin bahwa perusahaan perlu melepaskan diri dari apa yang digambarkannya sebagai "lautan putih", pengelompokan produk kompetitif yang hampir tidak dapat dibedakan.

Dengan keyakinan dan tujuan ini agar tetap relevan dengan konsumen sambil menikmati pertumbuhan yang menguntungkan, dia melakukan perombakan besar-besaran di Whirlpool sehingga mengubah perusahaan. Menurut Moises Norena, direktur inovasi global, "dia berkeras bahwa setiap karyawan harus menjadi bagian dari upaya inovasi: tidak hanya eksklusif bagi para insinyur. . . Inovasi harus datang dari semua orang dan dimana saja. "

Contoh bagus upaya reinvention Whirlpool adalah penjelajahannya ke garasi rumah tangga. Secara tradisional perusahaan memasok peralatan di dapur dan ruang cuci untuk menyenangkan pelanggan di seluruh dunia. Tapi sekelompok anggota tim Whirlpool memiliki wawasan yang kuat mulai menyadari bahwa banyak orang memiliki rumah yang bagus namun kondisi garasinya porak poranda bak akibat terkena bencana alam.

Dalam kunjungan penelitian ke rumah, konsumen merasa malu menunjukkan kepada karyawan Whirlpool garasi mereka. Menjadi jelas bahwa tidak ada cara logis untuk mengatur barang di garasi, dan sebagai hasilnya, standar untuk organisasi sama sekali berbeda dengan rumah lainnya. Garasi seringkali menjadi sumber rasa malu dan bukan harga diri.

Whirlpool memanfaatkan situasi ini dengan meluncurkan Gladiator Garage Works, sebuah pendekatan modular untuk pengaturan garasi. Meja kerja, lemari, sistem dinding, peralatan penyimpanan, lantai, yang bisa diatur sedemikian rupa sehingga bisa dirancang dengan indah. Diluncurkan pada tahun 2002, merek tersebut menghasilkan pendapatan lebih dari $ 300 juta.

Jeff Fettig melanjutkan momentum warisan saat Whitwam pensiun. Sebagai CEO, dia terdorong semakin mendorong inovasi dan memberi bobot penuh pada perusahaan di balik usahanya. Inovasi-inovasi tiga belas tahun terakhir yang dilakukan oleh kedua pemimpin yang berkomitmen ini juga merupakan satu moment bagi investor. Dari transakssi saham Whirlpool, mereka berhasil meraih pendapatan lebih dari dua kali lipat dan harga sahamnya naik tiga kali lipat meski terjadi dua krisis ekonomi dan persaingan global yang sengit.

Di masa mendatang, bos Whirlpool berharap setidaknya 20 persen pendapatan tahunan berasal dari produk baru (kurang dari lima tahun). Fettig menyimpulkannya: "Kami tahu bahwa kami dapat bersaing dengan memusatkan perhatian pada pengenalan produk baru dan inovatif."

Pada 2016, Whirlpool Corporation tercatat sebagai produsen alat utama nomor satu di dunia, dengan penjualan rata-rata sekitar $ 21 miliar setiap tahun, memiliki 93.000 karyawan dan 70 pusat penelitian manufaktur dan teknologi, dan merek di pasar meliputi Whirlpool, KitchenAid, Maytag, Konsul, Brastemp , Amana, Bauknecht, Jenn-Air, Indesit dan nama merek besar lainnya di hampir setiap negara di seluruh dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)