Saatnya Menghadapi Komplain Konsumen Lewat Digital Services

Di era digital ini, semakin banyak brand yang memanfaatkan internet dan sosial media agar semakin dekat dengan para audiensnya. Dengan banyaknya cara bagi para audiens untuk menjangkau brand, maka brand harus mampu menyikapinya dengan mampu menghadirkan layanan konsumen yang lebih dari sekadar call service atau online support.

costumer service Ilustrasi digital costumer service

Dan Newman, di dalam artikelnya yang berjudul “Here's a New Way to Deal With Angry Online Consumer,” mengungkapkan bahwa semakin banyaknya cara bagi audiens untuk berhubungan dengan brand telah merubah pola perilaku mereka, termasuk dalam urusan komplain. Para audiens saat ini sudah meninggalkan cara-cara komplain tradisional seperti melalui panggilan telepon pribadi, surat, maupun e-mail. Sebaliknya, mereka saat ini lebih memilih untuk menggunakan status Facebook, forum, atau postingan blog sebagai sarana komplain mereka terhadap performa brand. Review negatif dan komplain mereka di sosial media tersebut tentu dapat berdampak terhadap nama baik brand.

Penting bagi brand untuk mengambil langkah cepat untuk meredam situasi ini, yakni dengan mendengarkan keluhan para konsumen serta memberi respon secepat mungkin untuk meminimalisir PR negatif. Jika tidak, keluhan dan review negatif mereka akan berdampak terhadap reputasi sebuah perusahaan atau brand, terutama jika para calon konsumen membaca review negatif tersebut.

Brand juga harus menaruh perhatian lebih besar kepada komunitas “brand supporters”. Pertanyaannya adalah, bagaimana brand dapat menjangkau audiensnya secara personal tanpa menjadikan hal tersebut sebagai “pekerjaan rumah” tambahan?

Menyikapi hal tersebut, Dan Newman memberikan saran kepada brand untuk menggunakan aplikasi-aplikasi seperti Hootsuite,SproutSocial dan Buffer sebagai sarana untuk berdialog dengan para konsumen. Selain itu, Newman juga menyarankan brand untuk memanfaatkan fitur terbaru Twitter, yakni attachment video singkat berdurasi 30 detik di dalam sebuah tweet.

Menurut Newman, brand dapat memanfaatkan fitur ini untuk membuat video singkat berisi salam dan berterima kasih atas kepercayaan mereka terhadap brand. Sedangkan untuk para konsumen yang tidak puas, salah seorang perwakilan dari brand dapat membuat video personal singkat berisi dukungan dan pemahaman brand atas pengalaman negatif konsumen. Dengan demikian konsumen akan merasa bahwa brand benar-benar tulus membantu dan beritikad menyelesaikan komplainannya, sehingga review negatifnya terhadap brand justru dapat berbalik menjadi review positif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)