Jika suatu saat Anda masuk kamar perjaka Anda, dan menemukan celana jeans tergantung di balik pintu dengan bau yang membuat Anda harus menahan nafas, jangan buru-buru melemparkannya ke dalam mesin cuci. Periksa dulu mereknya. Jika yang tertera di atas saku belakangnya adalah tulisan Mischief, percayalah kenekadan Anda mencuci celana itu akan dibalas dengan aksi pengucilan selama berbulan-bulan oleh sang empunya.
“Raw atau dry denim ini akan memudar warna dye-nya seiring dengan frekuensi pemakaian. Efek pemudaran natural inilah yang menjadi daya tarik afficianado,” itu penjelasan awal yang kami kutip dari blog http://www.darahkubiru.com/faq/. Sebuah laman tempat berkumpulnya afficianado, demikian komunitas pecinta denim menamakan diri mereka.
Penegasan selanjutnya datang dari Christian, pemilik brand Mischief yang kami temui di tokonya Jl Trunojoyo Bandung. “Mischief adalah merek yang kami pertahankan sebagai dry denim sejak launching pada 2006 lalu. Dan kami yakin, karena konsistensi inilah Mischief selalu dicari.”
Christian, Owner Mischief: "Makin banyaknya saingan (munculnya brand lokal sejenis-red) justru menguntungkan karena title pioneer telah memosisikan Mischief sebagai pilihan utama. Harga Mischief juga dinaikkan secara bertahap dengan tujuan agar tidak dicap murahan sekaligus dijadikan deferensiasi dari kompetitor."
Begitu sohornya tren ini, para afficionado seringkali mengadakan kontes belel terkeren. Dalam pameran Wall of Fades kedua yang diselenggarakan oleh Indigo (Indonesia Denim Group) akhir tahun lalu, dipamerkan puluhan jeans kategori faded yet unwashed denim.
Secara umum, menurut pengamatan Indigo, geliat denim lokal pada 2010 sangat bagus, yang ditandai dengan munculnya cukup banyak brand lokal menawarkan raw denim. Untuk merek lokal, Mischief disebut sebagai dry denim yang membuat para affcianado bersedia menjadikannya alternatif, bahkan pilihan utama.
Menurut Christian, kepercayaan tersebut bisa jadi karena di antara pionir dry denim lokal seangkatannya, Mischief satu-satunya yang masih konsisten tidak merambah ke wash denim. Bahkan Levis yang legendaris pun, sudah merambah ke kategori wash, setidaknya warm wash atau stone wash.
Dalam hal kualitas produk, ia menjamin Mischief terdepan di Indonesia. Bahkan berani menyetarakan dengan denim merek Nude yang harganya jutaan rupiah dan bisa belel sendiri akibat sering dipakai. Selain menggunakan bahan lokal kualitas prima, Mischief dikabarkan juga mendatangkan bahan organik dari Jepang, yang merupakan katun kualitas nomor satu asal Zimbabwe, Afrika. Bahan ini kemudian diwarnai dengan teknik hand dye sebelum dijahit dengan beragam mesin khusus.
Aspirasi Nakal Kaum Muda
Lima tahun lalu Mischief keluar pertama sebagai produk iseng-iseng Christian dengan seorang temannya yang bernama Andi dan dipasang pada harga sekitar Rp 200 ribuan. Proses produksi mereka masih makloon karena belum mempunyai workshop sendiri. Saat itu, katanya, di Indonesia penampilan dry denim yang tebal seperti terpal masih dianggap aneh kendati di luar malah biasa.
Dengan cutting yang cocok untuk pasar anak muda, Mischief langsung menarik perhatian penggemar denim kelas atas yang sebelumnya hanya loyal terhadap brand luar negeri. “Anak-anak di komunitas denim yang suka nongkrong di Kaskus atau forum Darah Biru biasanya jeans lokal pertama yang mereka miliki biasanya Mischied,” jelas Christian yang ternyata sejak abege (anak baru gede) merupakan kolektor jeans.
Terdengar dan terbaca dari brand-nya, Mischief (artinya kenakalan-red) seakan mampu mewakili pergerakan anak muda, youth culture, serta musik, dan jika dilihat dari model-modelnya sangat berhubungan dengan budaya jalanan (street wear). Potongannya yang sederhana justru telihat berseni dan enak dilihat ketika menempel ketat di sepanjang tungkai anak muda yang selalu bergerak. Ciri khas mereka adalah arcuates (garis lengkung) di kantong belakang celana.
Berjalan secara gerilya melalui forum-forum on line terbatas...