7 Tech Disruption

Akan ada tujuh disrupsi teknologi yang akan menjadi tantangan terbesar, yaitu #1 Machine Learning in Retail Store. Perkembangan teknologi digital yang disruptif telah merevolusi sektor retail, khususnya e-commerce. “Tak cukup hadir secara online, beberapa e-commerce kini juga membangun offlinestore dengan sentuhan teknologi artificialintelligence dan machinelearning,” ujar Yuswohady.

Ia mencontohkan, tahun lalu, Amazone sebagai rakasasa e-Commerce global melalui Amazon Go memperkenalkan konsep retailoffline-nya yang sangat revolusioner dengan meniadakan kasir. Bahkan, mereka memberikan pelayanan pengiriman barang melalui drone. JD.ID, e-Commerce yang berafiliasi dengan JD.com pun menawarkan experience yang sama dengan membuka JD.ID Xmart di PIK Avenue Mal Jakarta. Konsumen cukup melakukan transaksi melalui aplikasi yang tersedia.

#2 Convenience Revolution. Selain e-Commerce, tren offline store yang cashier-less kini diikuti oleh peritel konvensional lainnya. McDonald’s misalnya, beberapa gerainya kini dilengkapi dengan teknologi Self-Ordering Kiosk, yang memudahkan konsumen dalam melakukan pemesanan dan pembayaran produk di McDonald’s.

Teknologi layar sentuh akan mempercepat proses pemesanan serta mengurangi kesalahan pesanan. Dengan cashless payment, konsumen tak harus mengantre di konter order seperti restoran cepat saji pada umumnya. Self-Ordering Kiosk dengan layar sentuh ini dibuat userfriendly untuk memudahkan konsumen saat menggunakannya,” paparnya.

#3 Digital Payment is Going Mainstream. Disrupsi digital juga melahirkan revolusi dalam hal pembayaran transaksi. Konsumen kini kian massif mengadopsi cashless lifestyle dengan melakukan pembayaran secara digital. Hadirnya berbagai startupdigital yang mengusung fintech (financialTechnology), khususnya payment, akan semakin massif. Antara lain, Go-Payy, Ovo, T-Cash, hingga Dana yang berkompetisi mengakuisisi konsumen dengan aneka promo diskon maupun cashback.

Mereka saling berlomba untuk mengembangkan ekosistem sendiri dengan semboyan: Move Fast, Dominate the Market. Go-Pay misalnya, kini tak hanya bisa digunakan untuk transaksi di dalam ekosistem layanan Gojek. Mereka sangat ekspansif dengan merambah UMKM khususnya kuliner dan pedagang-pedagang kecil, bahkan untuk semua pembayaran. Ambisi Go-Jek adalah meng-GoPay-kan semua pembayaran,” ia menegaskan.

#4 P2P Lending Euphoria. Selain payment, revolusi fintech juga menyentuh sektor lending dengan hadirnya berbagai layanan peer-to-peer (P2P) lending. Sebut saja Amartha, Investree, atau Koinworks. Dengan fungsi yang hampir mirip dengan bank, fintech P2P lending memberikan layanan yang lebih mudah bagi konsumen untuk melakukan pinjaman secara online.

Sayangnya, banyak pemain ‘abal-abal’ bermunculan yang menimbulkan ekses negatif dari isu pelanggaran privasi, hingga bunga yang mencekik sehingga dianggap sebagai ‘rentenir online’. Euforia P2P lending ini akan berlanjut dengan rasionalisasi industri dimana mereka yang tangguh akan tersisa, sementara yang abal-abal akan mati ditelan jaman,” yakinnya.

#5 The Birth of Lazy Economy. Hadirnya Go-Jek telah membuat konsumen semakin mendapat kemudahan dan kenyamanan lewat berbagai layanan yang ditawarkan. Setelah sukses dengan layanan transportasinya, Go-Jek mengembangkan berbagai layanan on-demand yang semakin memudahkan konsumen. Go-Food, Go-Life, hingga Go-Daily menghadirkan layanan yang sangat memanjakan konsumen untuk pesan makanan, perawatan tubuh, membersihkan rumah, hingga pesan air galon. Berbagai layanan itu memunculkan fenomena yang disebut Lazy Economy, dimana konsumen tidak perlu repot, cukup order ini-itu melalui Apps.

#6 O2O Revolution. Online to Offline (O2O) akan berkembang menjadi layanan omni-channel retailing dan dapat dijadikan sebagai solusi alternatif dalam memecahkan masalah logistik layanan e-commerce di Indonesia.

Saat ini, adopsi O2O memang masih sangat terbatas di Indonesia, namun terus berkembang. Misalnya Tokopedia yang menggandeng Indomaret sebagai channel pembayaran, dinilai cukup menjadi solusi bagi konsumen yang unbankable. Demikian juga Bukalapak dengan program Mitra Bukalapak yang menggandeng warung-warung untuk layanan berbagai pembayaran tagihan,” Yuswohady memberikan contoh.

#7 IoT Attack. Internet of Things (IoT) merupakan sebuah teknologi yang mampu mengubah perangkat menjadi sesuatu yang berharga, di antaranya untuk monitoring dan analisis. Beberapa tahun terakhir perkembangannya semakin massif, khususnya di Indonesia. Xiaomi yang sebelumnya sangat perkasa dengan produk smartphone, kini mulai menggempur pasar Indonesia dengan produk-produk berbasis IoT. Produk-produk solusi untuk smarthome tersebut di antaranya adalah lampu, rice cooker, air purifier, hingga vacuum cleaner yang bisa dikendalikan melalui smartphone.

Masuknya pemain-pemain China di ranah IoT, menurut Yuswohady, akan berpengaruh terhadap kencangnya adopsi IoT di Indonesia, baik dari sisi demand maupun supply. Dari sisi demand, konsumen akan makin teredukasi dan terbiasa. Dari sisi supply, pemain lain akan makin keras berkompetisi memperebutkan kue pasar produk barbasis IoT yang bakal menggeliat di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)