Salah satu alasan brand menggunakan selebriti sebagai brand ambassador adalah kemampuan selebriti sebagai bintang iklan untuk menghentikan (stopping power). Mereka dapat menarik perhatian atas pesan iklan di tengah banyaknya iklan lain (Belch & Belch, 2004:12). Sikap dan persepsi konsumen bertambah ketika selebritas mendukung produk tersebut (Shimp, 2003).
Namun tak semua selebriti memberikan dampak positif pada merek. Para praktisi pemasaran dan periklanan percaya bahwa karakter penyampai informasi, dalam hal ini selebriti, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pesan dalam mempersuasi targetnya.
Jika seseorang memiliki sikap yang positif terhadap sumber dan pesan, atau sikap yang negatif terhadap keduanya, maka terjadilah yang dinamakan keadaan kongruen (state of congruity). Prinsip kongruen menyatakan bahwa komunikator dapat menggunakan citra baiknya untuk mengurangi sikap negatif terhadap suatu merek, tetapi dalam proses tersebut komunikator mungkin kehilangan pengargaan dari audiensnya. Osgood dan Tannenbaum (1955:42-55), menyatakan bahwa perubahan sikap akan terjadi searah dengan bertambahnya jumlah kesesuaian (congruity) antara kedua evaluasi tersebut.
Sebagai penyampai informasi, selebriti selebriti memiliki daya tarik dalam berbagi cara, yang menarik berbagai khalayak sasaran untuk melakukan keputusan pembelian (Shimp, 2003:465). Daya tarik bukan hanya berarti daya tarik fisik, meskipun daya tarik bisa menjadi atribut yang sangat penting tetapi meliputi sejumlah karakteristik yang dapat dilihat khalayak dalam diri pendukung, kecerdasan, sifat-sifat kepribadian, gaya hidup, dan keatletisan postur tubuh.
Sebagai komunikator (spokesperson), daya tarik merupakan hal yang penting. Penampilan fisik yang menarik dari selebriti menjadi salah satu bagian dari daya tarik. Konsumen akan cenderung membentuk kesan positif dan lebih percaya pada yang disampaikan oleh selebriti dengan penampilan fisik yang menarik.
Dengan digunakannya selebriti sebagai bintang iklan suatu produk, daya tarik yang dimiliki oleh selebriti tersebut telah menjadi suatu dimensi penting terhadap image suatu produk yang diwakili. Implikasinya, konsumen cenderung membentuk kesan positif, dan lebih percaya terhadap selebriti sebagai bintang iklan karena daya tarik yang dimiliki oleh selebriti tersebut.
Konsumen lebih cenderung mengadopsi perilaku yang dianjurkan oleh sebuah kelompok jika mereka mengidentifikasi dengan kelompok (identifikasi). Jika mereka menganggap bahwa sumber (asosiasi) kredibel dan sebagai ahli dalam produk-produk yang mendukung, konsumen cenderung untuk membeli produk tersebut.
Merek yang memiliki sejumlah asosiasi positif tinggi memiliki ekuitas merek kuat (Aaker, 1991). Jika seperangkat asosiasi selebriti dan merek memiliki kecocokan yang lengkap, maka dukungan oleh slebriti tersebut mendapat respon positif dari konsumen. Ketika dua perangkat asosiasi tersebut ada ketidakcocokan, dukungan tersebut tidak akan diterima oleh konsumen.
Misalnya, jika seperangkat asosiasi konsumen berkaitan dengan Michael Jordan sebagai pemain Chicago Bulls, bintang iklan Nike, University of North Carolina, Dream Team, basket, bisbol, dan Gatorade, maka derajat tumpang tindih asosiasi menetapkan konsumen telah untuk Michael Jordan dan Nike akan memfasilitasi pengembangan hubungan asosiatif yang positif antara merek dan selebriti. Akibatnya seperangkat asosiasi tersebut akan meningkatkan ekuitas merek baik Nike dan Michael Jordan (McSweeney & Bierley, 1984).
Karena itu, penggunaan selebriti sebagai bintang iklan dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Namun tidak semua iklan yang dibintangi selebriti berhasil. Menurut Ohanian (1990), seleksi selebriti sebagai spokesperson produk atau jasa yang tepat adalah keputusan yang penting. Ada tiga faktor yang melandasi kredibilitas sumber, yakni keahlian, kelayakan untuk dapat dipercaya, dan kemampuan untuk disukai (Kelman and Hovland, 1953:327-325).
Terlepas dari latar belakang budaya, seseorang memiliki sikap yang lebih menguntungkan terhadap merek yang diiklankan bila iklan tersebut dibintangi oleh atau didudukung oleh seorang yang ahli dari pada orang awam. Namun, tingkat pengaruhnya bervariasi, tergantung pada latar belakang budaya penonton karena secara bersama-sama tampaknya lebih menekankan pada keahlian sumber daripada individual (Pornpitakpan dan Francis, 2001).