Dalam kajian marketing communicatons, cult branding adalah strategi menciptakan pengalaman merek yang membuat orang memperoleh pengalaman tersebut mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap suatu merek. Perasaan ini memberikan rasa kesadaran bersama dengan orang lain untuk melakukan ritual bersama. Cult branding sangat efektif karena rasa memiliki itu mendorong banyak pelanggan setianya ikut meyakinkan teman-teman dan keluarganya untuk memilih merek tersebut atas dasar rasa cinta yang mendalam dan merasa terhubung dengan merek tersebut.
Sebuah merek menjadi dikultuskan ketika sekelompok orang menyebarkan berita, merekomendasikan, melakukan pembelaan dan mengubah produk yang mungkin saat itu pingiran menjadi merek utama. Banyak merek-merek yang bisa dikategorikan ke dalam cult brand. Di banyak kajian, merek-merek seperti Amazon, Nike, Harley Davidson, Apple dan banyak lagi termasuk Samsung diilustrasikan sebagai cult brand.
Suatu merek yang mempunyai tingkatan sebagai cult sangat bermanfaat. Ini karena merek tersebut bisa mendorong pelanggannya untuk mempromosikan mereka tersebut. Apple misalnya, sering dibantu oleh mereka yang tergabung dalam komunitas pengguna Apple (Muniz, 2001).Misalnya, ada komunitas yang secara sukarela membantu pengguna Apple lainnya yang kurang bisa mengoptimalkan penggunaan Apple. Mereka terus mengumpulkan umpan balik dari pengguna dan menyampaikan ke Apple dan berbagi kisah sukses mereka karena menggunakan Apple. Dengan mengikuti mereka, Apple mampu melengkapi dan memberikan pelanggannya perangkat tambahan produk yang mereka inginkan. Komunitas itupun dianggap sebagai bagian dari Apple. Fenomena ini menggarap adanya pertukaran diantara yang mengkultuskan dan yang dikultuskan.
Dalam kajian sosiologi, teori pertukaran sosial menyatakan bahwa dalam sebuah hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi (Homans 1950). Di dalam masyarakat, publik dapat melihat adanya perilaku yang saling mempengaruhi diantara mereka yang saling berhubungan yang didalamnya terdapat unsur ganjaran, pengorbanan dan keuntungan.
Ganjaran merupakan segala hal yang diperoleh melalui pengorbanan. Pengorbanan merupakan sesuatu yang dihindarkan ata setidaknya diminimalkan. Sedangkan keuntungan merupakan fungsi dari ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, dan persahabatan.
Masih menurut teori tersebut, suatu hubungan akan langgeng manakala masing-masing merasakan keuntungan. Namun demikian, keuntungan tadi tidak selalu bisa dirasionalkan. Apa yang didapat orang-orang yang datang berpanas-panas, kecapekan karena melalui perjalanan jauh untuk melakukan aksi.
Pengkultusan juga tak selamanya menguntungkan dan berdampak baik. Menurut Melton (1992), pengkultusan adalah contoh dalam kelompok masyarakat kita yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat. Dalam literatur sosiologi, kultus sering digambarkan sebagai fenomena sekelompok kecil dalam masyarakat yang mengabdi pada seseorang, sebuah ide, atau sebuah pergerakan. Pengkultusan ini sering dibangun di seputar keyakinan agama yang tidak lazim dan mempunyai keyakinan serta standarnya sendiri (norma-norma kelompok). Yang sering terjadi, keyakinan dan standar itu diajarkan kepada para anggota baru melalui indoktrinasi yang berkepanjangan.
Karena itu, pengkultusan pada umumnya melemahkan anggota secara individu dengan membuatnya tergantung pada kelompok untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, ada kultus yang meyakini bahwa kiamat segera datang dan bahwa hanya kelompok mereka yang selamat. Kultus, seperti keleompok _Heaven’s Gate_ (Pintu Gerbang Surga) yang melakukan bunuh diri massa pada tahun 1997, berhubungan dengan anggotanya melalui website salah satunya (Melton 1986 dan Kornblum 1997).
Maret 22-23, 1997, tiga puluh sembilan anggota aktif Gerbang Surga bunuh diri. Mereka menelan campuran beracun dari barbiturat dan alcohol. Begitu nafas melambat dan terjatuh, mereka menutup serta mengikat tas plastik di kepala. Mereka melakukan itu mengikuti pedoman yang telah mereka pelajari beberapa tahun sebelumnya.
Mereka meletakkan hidup duniawi mereka ke dalam apa yang mereka sebut sebagai ritual yang sempurna dan menunjukkan kepedulian yang mendalam. Sesuai dengan adat kelompok, masing-masing anggota mengenakan seragam yang sama. Tetapi dalam beberapa bulan terakhir mereka anggota kelompok telah menambahkan dengan tulisan _Heaven’s Gate Away Team_ dan memposisikan mereka hanya sebagai pengunjung planet ini ketimbang sebagai penduduk.
Mereka juga menutupi dirinya dalam kain kafan berwarna ungu. Kain kafan sering dijumpai dalam kebiasaan penguburan lama yang hampir universal. Ungu sebagai pengingat bahwa tidak hanya musim Paskah tetapi -- seperti Robert W. Balch dan David Taylor tunjukkan, ini adalah warna favorit Nettles. Setiap anggota membawa uang lima dan tiga perempat dolar, sebuah praktek standar yang harus diikuti anggota agar mereka terhindari dari kesulitan karena keuangan apabila mereka terdampar di suatu paska kematian mereka. Setiap anggota membersihkan dan merapikan semua hal yang terkait dengan bunuh diri massal itu dan membuang kantong plastik dan mengalungkan kain kafan almarhum sahabat mereka. Sang pemimpin, Applewhite mengakhiri hidupnya pada hari kedua bunuh diri, bersama dengan pembantu terdekatnya.
Fenomena bunuh diri kelompok Gerbang Surga ini menunjukkan adanya keyakinan dalam diri mereka, bahwa bunuh diri adalah tindakan keagamaan. Para anggotanya memahami bunuh diri bukan sebagai kematian melainkan sebagai sebuah penobatan atau wisuda, memutuskan hubungan dengan bumi yang mereka yakini kian membusuk sehingga dapat membebaskan jati diri mereka menuju ke langit tingkat berikutnya. Itu menunjukkan bahwa keyakinan memang irrasional.