Destination Branding Yogyakarta 2018

Untuk meningkatkan pendapatan dari sektor wisata, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar program “1Hotel 1Desa Wisata,” mengeksekusi event budaya berskala lokal maupun internasional, membangun airport baru, menunjuk GenPI Jogja, apa lagi?

Target kunjungan wisatawan mancanegara ke Yogyakarta pada 2018 naik 15%, dan wisatawan nusantara naik 20% menjadi total 5,46 juta. Menurut Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata (Dispar) DIY Imam Pratanandi, untuk mencapai target tersebut dibutuhkan strategi jitu.

Setidaknya ada dua strategi yang akan diterapkan Pemda Jogja untuk mencapai target itu, yaitu mengeksekusi program “1Hotel 1Desa Wisata” dan menyelenggarakan event lokal, dan internasional, serta melengkapi infrastruktur pendukung seperti membangun airport internasional baru.

Pemerintah DIY Yogyakarta, menurut Imam Pratanandi, bekerjasama dengan sejumlah pihak akan menyelenggarakan 15 event budaya dan seni berskala international, dan lebih dari 60 event budaya lokal selama 2018.

Event international yang akan diadakan diantaranya Jogja International Heritage walk, Java Netpac Festival, Customfest, dan Asia Tri. Sementara event lokal yang akan berlangsung adalah Festival Kebudayaan Yogyakarta, Artjog, Bedog Art Festival, Festival Boneka, dan Festival Gamelan. Atraksi pertunjukan dan event di malam hari juga akan diperbanyak guna meningkatkan long of stay wisatawan (agar tinggal lebih lama). Pemda menargetkan tingkat long of stay menjadi 2,5 hari dari 2,3 hari pada 2017.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)—atau dikenal dengan sebutan Kota Jogja—memang identik dengan kota budaya dan kota pariwisata. Jogja memiliki segudang potensi yang bisa menjadi magnet untuk menggaet wisatawan: dari kuliner, peninggalan purbakala, heritage keraton, arsitektural gedung peninggalan Belanda sampai seni tradisional, semuanya hidup dan berkembang di sini. Lantaran potensi itu, tak heran kalau Jogja dijuluki “Bali”-nya Pulau Jawa.

Lebih jauh, strategi "mengawinkan" perhotelan dengan desa wisata melalui program "1 Hotel 1 Desa/Kampung Wisata" yang diluncurkan pada 2016 ini ditempuh untuk memberikan nuansa yang holistik dalam berwisata. “Keterkaitan hotel dan desa wisata selama ini memang belum ada, sehingga melalui program itu, kami pertemukan keduanya agar wisatawan tertarik," kata Kadispar DIY Aris Riyanta.

Secara lebih rinci, Aris menjabarkan tujuan program 1Hotel 1Dewi ini, yaitu untuk memperluas pemasaran desa wisata, meningkatkan sumber daya manusia dan mengangkat potensi lokal yang dimiliki desa wisata, serta meningkatan standar melalui transformasi kapasitas pengelolaan kepariwisataan dari perhotelan. Melalui program ini, katanya, kedua elemen penopang pariwisata dapat saling membangun dan mendapatkan keuntungan satu sama lain.

Program "1 Hotel 1 Desa/Kampung Wisata” akan diterapkan di 21 desa/kampung wisata, diantaranya Desa Wisata Taman Tebing Breksi, Desa Wisata Nawung, Gayamharjo, Sleman, Kampung Wisata Rejowinangun, Kampung Wisata Gunung Ketur, Desa Wisata Kebon Agung, Imogiri, Bantul, Desa Wisata Njelok, Patuk, Gunung Kidul, serta Desa Wisata Sidorejo, Lendah, Kulon Progo. Sementara hotelnya, mulai hotel bintang tiga hingga bintang lima.

Jogja memiliki destinasi wisata yang lengkap, baik yang berada di wilayah highland, urban/suburban, maupun coastal land. Wilayah highland tersebar dari Sleman (Merapi dengan Lava Tour-nya) hingga Taman Tebing Breksi di Prambanan. Untuk wilayah urban/suburban, wisatawan akan menjumpai candi-candi. Mulai Prambanan, Ratu Boko, Sewu, Sambisari, Kalasan, dan lainnya. Lalu ada heritage seperti Kraton Jogja, Tamansari, dan Kotagede. Kemudian ada museum Sonobudoyo, Dirgantara, Museum Affandi, Museum Wayang, termasuk Taman Pintar, Gembira Loka Zoo, dan Malioboro. Untuk wilayah coastal land (pantai) wisatawan bisa menjumpai Pantai Selatan yang membentang dari Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, hingga Kabupaten Gunungkidul. Semua itu adalah destinasi wisata yang laik dikunjungi.

Kawasan Malioboro terkenal sebagai sentra kuliner yang menyuguhkan nuansa “tempo doeloe”. Menyajikan berbagai penganan khas yang banyak diburu wisatawan. Untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan, pihaknya mengimbau kepada seluruh pedagang agar tidak melakukan mark up harga di luar harga wajar. Mark up harga biasanya dikenakan kepada turis asing. Kejadian pengunjung Malioboro yang jajan di lesehan dan dikenakan harga tinggi menjadi keprihatinan bagi dunia wisata karena dapat merusak citra pariwisata Jogja. “Upaya memantau harga oleh petugas terhadap pedagang di Malioboro sebagai bagian dari upaya memberikan rasa nyaman bagi wisatawan,” paparnya.

Pages: 1 2 3 4

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)