Branding

EVOLUSI BRANDING DI INDUSTRI KECANTIKAN ERA DIGITAL

Branding pada masa ini lebih fokus pada konsep kecantikan tradisional dengan slogan seperti “Kulit putih itu cantik” dan “Rahasia kecantikan wanita sejak zaman dahulu“. Iklan produk kecantikan dilakukan melalui media tradisional seperti televisi, radio, dan majalah, yang saat itu merupakan saluran komunikasi paling efektif.

Memasuki dekade 2000, terjadi gelombang baru di mana merek kecantikan lokal mulai bermunculan dan mendapatkan tempat di hati konsumen. Branding di era ini mulai mengusung nilai-nilai kearifan lokal dengan menonjolkan kualitas yang tidak kalah dengan produk internasional.

Hal ini ditandai dengan popularitas penggunaan istilah “Halal” dalam produk kecantikan, yang menunjukkan penyesuaian dengan nilai-nilai sosial dan religius di Indonesia. Inovasi dalam kemasan dan formulasi produk menjadi fokus utama, seiring dengan upaya merek-merek ini untuk lebih relevan dan dekat dengan kehidupan konsumen sehari-hari.

Era digital yang dimulai dari tahun 2010 membawa perubahan drastis dalam strategi branding. Munculnya influencer dan vlogger kecantikan membuka era kolaborasi baru, di mana merek kecantikan menggunakan platform digital untuk berinteraksi langsung dengan konsumen.

“Dari tahun 2010 hingga 2020, saya secara pribadi menyaksikan transformasi di industri kecantikan. Ini adalah dekade yang saya alami sendiri, di mana pergeseran signifikan terjadi dalam dunia kecantikan. Selama periode ini, kita semua, termasuk saya, menyadari munculnya era influencer kecantikan. Figur-figur populer seperti Suhay Salim menjadi sangat dikenal, menandai periode di mana pengaruh mereka dalam industri ini sangat dominan,” kata Dea.

Kemunculan influencer tersebut tidak hanya mengubah wajah pemasaran, tetapi juga menetapkan standar baru dalam komunikasi merek. Sebagai konsekuensi langsung dari kepopuleran influencer, konsumen menjadi lebih informasi dan sadar akan komposisi produk yang mereka gunakan.

Mereka tidak lagi sekadar terpikat oleh iklan yang menjanjikan, tetapi mulai menuntut bukti dan klarifikasi mengenai klaim yang dibuat oleh merek. Sehingga, ini menjadi era di mana transparansi bahan tidak lagi menjadi pilihan, tetapi sebuah keharusan dalam industri kecantikan.

Transparansi bahan menjadi penting, dan konsumen mulai mengharapkan lebih banyak kejujuran dari merek tentang apa yang terkandung dalam produk mereka. Ini adalah waktu ketika branding tidak hanya tentang menjual produk, tapi juga membangun koneksi dan kepercayaan dengan konsumen.

Dari tahun 2020 hingga saat ini, industri kecantikan telah memasuki era yang menitikberatkan pada keragaman dan keberlanjutan, menandai pergeseran paradigma dari penekanan pada “kulit putih” menjadi apresiasi terhadap kesehatan kulit yang universal. Era ini menyaksikan munculnya merek-merek yang mempromosikan konsep kecantikan yang inklusif, di mana kesehatan dan keaslian kulit diutamakan tanpa memandang warna atau tipe kulit.

Konsep branding dalam era ini cenderung berkisar pada nilai-nilai seperti natural, teknologi canggih, dan produk yang halal, cruelty-free atau bebas uji coba pada hewan, serta kecantikan yang bersih—semua menjadi kata kunci yang menandai pendekatan baru dalam industri kecantikan. Merek-merek kecantikan tidak hanya fokus pada estetika produk tetapi juga pada proses produksinya, yang menjamin keamanan, efektivitas, dan keselarasan dengan nilai-nilai etis.

Selain itu, merek-merek ini mulai menonjolkan bagaimana bahan-bahan mereka bersumber secara etis dan bagaimana produk mereka memberikan kontribusi terhadap lingkungan. Ini mencerminkan sebuah kesadaran bahwa konsumen masa kini tidak hanya mencari manfaat produk untuk diri mereka sendiri tetapi juga dampak positif dari pembelian mereka terhadap dunia.

Page: 1 2 3

Edhy Aruman

Edhy Aruman - Wartawan Utama (2868-PWI/WU/DP/VI/2012...), pernah menjadi redaktur di majalah SWA. Sebelum di Swa, Aruman pernah meniti karier kewartawanan di harian Jawa Pos, Berita Buana, majalah Prospek, Harian Republika dan editor eksekutif di Liputan 6 SCTV, sebelum pindah ke SWA (http://www.detik.com/berita/199902/990212-1319.html). Lulus S3 Komunikasi IPB, Redaktur Senior Majalah MIX, dosen PR FISIP UI, dosen riset STIKOM LSPR Jakarta, dan salah satu ketua BPP Perhumas periode 2011-2014.

Recent Posts

Jelang Natal 2024, AirAsia MOVE Hadirkan Paket SNAP

MIX.co.id - Jelang Natal tahun ini, AirAsia MOVE merangkum tiga destinasi perayaan Natal di lintas…

14 hours ago

Peran Tim Corsec KSP dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kawasan Industri Krakatau

MIX.co.id - Bagi korporasi, Corporate Secretary (corsec) memiliki peran yang sangat vital. Sejatinya, corsec menjadi…

15 hours ago

Mega Insurance – MSIG Indonesia Luncurkan Produk Asuransi Perjalanan M-Assist

MIX.co.id – PT Asuransi Umum Mega (Mega Insurance) menjalin kerja sama strategis dengan PT Asuransi…

1 day ago

Snapcart Ungkap Live Shopping Jadi Kanal Penjualan yang Paling Diminati di eCommerce

MIX.co.id - Snapcart merilis laporan terbarunya, “Marketplace Pilihan UMKM: Pengalaman Berjualan Terbaik”. Laporan tersebut juga…

1 day ago

IMBEX 2024 Digelar di JCC Senayan, 29 November – 1 Desember

MIX.co.id – PT Reed Exhibitions Indonesia (RX Indonesia) kembali menggelar pameran Indonesia Maternity, Baby and…

1 day ago

Kabupaten Kendal Luncurkan Batik Bermotif Kendil Emas

MIX.co.id - Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, resmi merilis batik Kendil Emas, pada hari ini (20/11),…

1 day ago