Hengkang dari Indonesia, Masih Perlukah Ford Mempertahankan Ekuitas Mereknya?

Bertarung dengan merek-merek Jepang di industri otomotif Tanah Air memang menjadi tantangan terberat bagi merek-merek non Jepang, seperti Amerika maupun Eropa. Terbukti, dalam setahun terakhir ini, dua merek non Jepang seperti GM (General Motors) dan Ford, terpaksa bertekuk lutut. Jika tahun lalu GM memilih hanya menutup pabriknya dan hanya melakukan penjualan di Indonesia, maka Ford memilih untuk hengkang dari pasar Indonesia per Januari tahun ini.

Ford-EcoSport

Dinilai Istijanto Oei, Pengamat Pemasaran sekaligus Dosen Prasetiya Mulya Business School, tutupnya PT Ford Motor Indonesia sebagai agen Ford di Indonesia lebih pada aspek bisnis, yaitu penurunan penjualan akibat beberapa faktor. Misalnya, kalah dalam persaingan.

"Dari segi produksi, sebenarnya Ford memiliki keunggulan, karena sudah berpengalaman sebagai produsen otomotif kelas dunia. Namun, Ford tampaknya kurang bisa melihat pasar lebih tajam. Pasar otomotif di Indonesia lebih didominasi mobil MPV atau mobil keluarga. Selain itu, pembangunan merek Ford di Indonesia kurang menyentuh konsumen Indonesia," kata Istijanto.

Diyakininya, ekuitas merek (brand equity) juga menjadi faktor penentu kebehasilan merek. Artinya, meski tidak ada pabrikan di Indonesia, namun ekuitas merek yang kuat tetap mampu digunakan untuk pemasaran. Oleh karena itu, menurut Istijanto, Ford tetap masih akan memiliki brand equity di Indonesia selama pelanggan yang memakai Ford saat ini dilayani dengan baik.

"Jadi, layanan after sales service atau dukungan jaringan layanan bengkel harus tetap prima, meskipun Ford tidak lagi beroperasi di Indonesia. Ini penting karena brand equity Ford akan dipertahankan oleh para pelanggannya yang masih setia memakai di jalan. Komitmen Ford dengan tetap memberikan llayanan yang prima, tentunya akan dapat membangun brand Ford, sebelum suatu saat Ford akan kembali lagi ke Indonesia," paparnya.

Sejatinya, kata Istijanto, keberadaan pelanggan yang setia itulah yang akan mempertahankan keberadaan Ford, meski Ford tidak melakukan komunikasi pemasaran. "Yang perlu dilakukan Ford adalah menata ulang, 'mengambil nafas' beberapa saat, untuk kemudian masuk lagi ke Indonesia," ia menyarankan.

Sebenarnya, Ford bisa belajar dari kasus produk minuman Gatorade, yang notabene mengalami kasus yang hampir mirip. "Merek Gatorade masih diingat oleh konsumen Indonesia. Dan dulu, Gatorade memiliki pabrikan di Indonesia, yang kemudian ditutup. Namun, sampai saat ini mereknya cukup dibangun dengan markom (marketing komunikasi) yang intensif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)