Orang Indonesia ternyata lebih banyak menonton video di layar digital ketimbang menonton TV, demikian hasil risel terbaru yang dilakukan Millward Brown baru-baru ini. Dalam riset bertajuk “AdReaction: Video Creative in a Digital World” tersebut, terungkap pula bahwa perilaku menonton video ini menempatkan Indonesia di antara negara- negara yang mengonsumsi video terbanyak di dunia. Nigeria tercatat sebagai negara terbesar tingkat konsumsi video selama 4,5 jam, sedangkan Hungaria mengonsumsi video video paling sedikit dengan hanya 2,5 jam sehari.
Orang Indonesia memiliki total waktu rata-rata mengkonsumsi multi layar selama 431 menit setiap harinya. 53% dari waktu tersebut dihabiskan untuk menonton video, terhitung selama hampir empat jam video setiap hari (229 menit). Dari empat jam waktu menonton video, 52% melalui saluran digital: smartphone (54 menit), tablet (23 menit) dan laptop (41 menit) dan 48% waktunya dihabiskan untuk menonton saluran TV biasa (78 menit) dan TV berbasis permintaan , “on-demand TV” (33 menit).
Perilaku konsumsi ini sesuai dengan data rata-rata konsumen global, dimana jumlah menonton melalui layar digital sedikit lebih banyak dibandingkan dengan melalui TV. Dengan sedikit perbedaan pada waktu mengkonsumsi TV di Indonesia yang masih lebih tinggi 4% jika
dibandingkan dengan global sedangkan untuk TV berbasis permintaan , “on-demand TV”, angka 4% lebih rendah di Indonesia. Kebiasaan menonton video dilakukan sebagian besar di dalam rumah, terutama ketika menyaksikan layar TV. Sedangkan menonton video melalui layar digital sering dilakukan di luar rumah, di jalan dan di kantor.
Studi ini juga menemukan bahwa aktifitas menonton TV dianggap sebagai kegiatan sosial dibandingkan dengan aktifitas mengonsumsi layar digital, 78% menganggap kegiatan ini sangat personal dimana angka ini lebih 10 poin diatas rata-rata global. Studi AdReaction Video juga mengidentifikasi kunci strategi bagi pemasar untuk merancang video kreatif yang efektif untuk konsumen di Indonesia, diantaranya konsumen di Indonesia menerima strategi “targeting” dalam digital tetapi tidak ingin merasa diintai.
Kunci berikutnya, konsumen Indonesia pada umumnya lebih terbuka terhadap iklan advertising secara rata-rata dibandingkan global pada semua perangkat. 43% konsumen Indonesia lebih memilih iklan yang ditergetkan berdasarkan minat mereka (41% secara global), 36% berdasarkan merek yang disukai (40% secara global) tapi hanya 25% yang menerima iklan jika didasarkan pada sejarah browsing web mereka.
Bagi pemasar, dibutuhkan untuk strategi yang lebih peka dalam membidik konsumen. Konteks adalah sangat penting karena 47% persen konsumen di Indonesia mengatakan mereka kemungkinan tidak akan melewati iklan video dan lebih memperhatikan jika iklan tersebut menawarkan imbalan atau hadiah.
Format iklan video yang dipilih adalah iklan yang memberikan kebebasan bagi konsumen untuk mengontrol informasi yang diterima, 34% lebih menyukai Youtube skippable pre roll dan Click-to-play format. 82% menganggap Laptop sebagai perangkat yang paling dapat memberi kebabasan untuk mengontrol iklan yang dilihat (63% secara global).
Temuan AdReaction Video juga menunjukkan bahwa adanya kebutuhan untuk pemasar agar mempertimbangkan konten digital dari awal proses pengembangan kreatif da memodifikasi konten sesuai dengan multi layar. Sangat penting untuk pemasar agar menciptakan dampak pada konsumen dalam 5 detik pertama dimana “skip-able” video lebih digemari oleh konsumen Indonesia.
Menurut Managing Director Millward Brown Indonesia Mark Chamberlain, sekarang sudah memungkinkan bagi para pemasar di Indonesia untuk menjangkau konsumen dengan skala yang besar melalui berbagai saluran video. “Namun pemasar perlu lebih berhati-hati jika menerapkan pola pikir konten strategi TV yang lama untuk penonton video digital yang lebih canggih dan cerdas di Indonesia,” ingatnya.