Trend belanja online tidak mempengaruhi keramaian atau crowd di pusat-pusat perbelanjaan yang dikelola Agung Podomoro Land, seperti Central Park dan Neo Soho. Hal ini diungkapkan oleh Manager Marketing Communication Central Park-Neo Soho Welly Adi. “Sekarang orang ramai belanja online, karena memang lagi tren. Fenomena ini tidak bisa dihindari. Namun, itu tidak berpengaruh di sini. Jumlah pengunjung di Central Park dan Neo Soho tetap stabil, tidak ada penurunan yang signifikan,” ujarnya.
Rata-rata jumlah pengunjung kedua mal itu, katanya, sekitar 120 ribu per hari, dan meningkat jadi 135-145 ribu pada hari weekend. Bahkan, pada perayaan Natal dan Tahun Baru lalu, jumlah pengunjungnya melonjak sampai dua kali lipat lebih. Selama 2017, jumlah pengunjung mal mencapai lebih dari 52 juta orang dan diprediksi akan meningkat lagi pada tahun ini.
Vice President Marketing Trade Mall Agung Podomoro, Ho Mely Suryani mengungkapkan mayoritas pengunjung adalah ibu-ibu. Ciri khas belanja kelompok ini adalah melihat barang secara langsung sebelum membeli. "Ibu-ibu itu kalau belanja inginnya melihat atau mencoba barang secara langsung. Ini perbedaan paling mendasar dibandingkan dengan belanja online," ujar Mely.
Central Park dan Neo Soho adalah retail (mal) modern yang berlokasi di Jakarta Barat. Central Park hadir sejak 2009, sedangkan Neo Soho beroperasi sejak 2016. Letak kedua mal bersebelahan, terkoneksi melalui East Tunnel dan jembatan ikonik Eco Sky Walk. Integrasi ini diharapkan memudahkan penghuni kawasan maupun pengunjung mal menjangkau keduanya. Di samping terkoneksi secara infrastruktur, kedua mal saling melengkapi dalam membidik target konsumen. Central Park menyasar ke segmen keluarga, sementara mal Neo Soho membidik konsumen muda bergaya hidup urban kelas menengah dan atas dengan menyuguhkan sekitar 170 tenant brand premium.
Selain sebagai pusat perbelanjaan, mal Central Park Neo Soho menyuguhkan experience yang menyenangkan bagi pengunjung. Keunggulan ini yang diakui Welly sebagai magnet untuk menggaet konsumen. Di Tribeca Park misalnya, taman yang cukup luas di area mal bisa dimanfaatkan pengunjung untuk santai atau berekreasi bersama keluarga. Sejumlah booth kuliner dengan desain terbuka berderet di sepanjang taman. Selain untuk pertunjukan entertainment dan bazaar, di taman ini banyak pengunjung melakukan kegiatan pertemuan kelompok, misalnya dancer, pantomin, dan aktivitas hiburan lain. Sebagai mal yang diklaim terbesar di Indonesia, keduanya menghadirkan tenant-tenant yang cukup lengkap, mulai dari fashion, beauty, gadget, sport, bioskop, hingga hiburan keluarga.
“Tentunya itu membuat Central Park dan Neo Soho menjadi destinasi gaya hidup (life style), leissure, kuliner, entertainment, dan pusat belanja yang lengkap dan mumpuni, sesuai tuntutan dan kebutuhan pengunjung. Mereka akan mendapatkan experience yang tak bisa didapatakan di tempat lain,” papar Welly.
Tidak cukup di sini. Berbagai event rutin digelar, dari program promo yang didukung para tenant, nonton bareng (nobar), hingga program spektakuler untuk mendongkrak pengunjung. Seperti pada Natal dan tahun baru tahun lalu, pihaknya menggelar event bertema “Noel Season” yang diisi dengan menyalakan lampu pohon Natal raksasa,dan dimeriahkan dengan pertunjukkan laser, hiburan musik dari artis terkenal,hingga program belanja berbagam produk dengan diskon hingga 80%.
“Pengelola mal itu tidak boleh berhenti beraktivitas, tiap tahun harus selalu menghadirkan hal yang spektakuler. Daya beli boleh turun, tapi kita hadirkan banyak pengalaman dan surprising serta atraksi yang menarik, sehingga tidak ada alasan orang tidak datang ke mal.” kara Veri Y Setiady, Chief Executive Officer (CEO) Central Park dan Neo Soho Mall di acara “Noel Season”.
Penyelenggaraan event merupakan jurus jitu menarik pengunjung. Hal ini juga yang membuat mal tidak terkikis oleh pergeseran perilaku konsumen ke online shopping. Tentu saja, eventnya mesti dikemas menarik dan menyuguhkan benefit bagi pengunjung seperti pertunjukkan spektakuler yang disertai program diskon.
Pada industri ritel, menurut Veri, periode setahun itu rentang waktunya adalah 14 bulan, bukan 12 bulan pada umumnya. Hal ini terkait dengan momen Idul Fitri dan Natal dan tahun baru dimana dari sisi penjualan, dua moment tersebut mampu memberikan nilai penjualan (sales) dua kali lipat dibandingkan bulan-bulan normal.