Brand Communication

Online Shopping Tidak Pengaruhi Penjualan Low Involment Product

Kemajuan teknologi dan informasi saat ini sedikit banyak mempengaruhi keputusan pembelanja/konsumen dalam bertransaksi. Selain perubahan pola belanja, secara umum, terjadi perubahan preferensi produk dan brand di kalangan konsumen. Namun, menurut Mochammad Reza, Marketing Manager Khong Guan Group, perubahan tersebut tergantung dari jenis produknya.

Di kategori produk consumer goods, biskuit adalah produk dengan loyalitas paling rendah, sejajar dengan produk permen. Karena keduanya termasuk jenis produk low involvement. Berbeda dengan produk konsumen lain, seperti gadget, otomotif, atau properti yangadalah jenis produk high involvement yang lumayan sangat terpengaruh dengan kemajuan informasi dan teknologi.

Secara umum, konsumen biskuit tidak ada yang berubah. Karena biskuit itu produk low involvement, dimana orang tidak perlu buka Google untuk membeli biskuit. Selain itu, untuk produk biskuit, berdasarkan data penjualan kami, penjualan lewat ritel masih tetap lebih besar dari pada online. Artinya, e-commerce belum berdampak signifikan terhadap penjualan Khong Guan,” ungkap Reza.

Tidak seperti di luar negeri, lanjutnya, e-commerce di Indonesia belum jadi basic platform atau platform utama untuk belanja. Masih banyak orang yang tetap butuh untuk melihat, memegang, dan mencoba langsung barang sebelum dibeli. Sehingga, meskipun e-commerce dan bisnis online lain berkembang, konsumen juga tetap akan berbelanja di ritel offline, terutama konsumen yang di pedesaan.

Generasi Y dan generasi Z adalah segmen konsumen yang sangat senang melakukan belanja online. Karena mereka terlahir dengan segalanya sudah ada di ‘tangan’ mereka, sehingga mereka suka segala sesuatu yang serba instan, dan kemajuan informasi dan teknologi saat ini sangat mendukung hal tersebut. Dampaknya, kata Reza, bisa positif dan negatif.

Dampak positifnya adalah, dengan kemajuan TI saat ini, orang mudah memproduksi dan memasarkan produk. Konsumen juga dengan mudah membelinya. Selain itu, kaum milenialpun banyak muncul dengan kreasi mereka. Sementara, dampak negatifnya, kemajuan TI menyebabkan switching yang tinggi. Orang jadi tidak loyal lagi terhadap satu produk/merek,” terang Reza.

Terkait perubahan shopper konvensional, sebenarnya tidak ada perubahan besar. Mereka tetap berbelanja di ritel offline namun mulai mencoba untuk berbelanja online. Yang membedakan adalah, kalau generasi milenialbelanja online karena gaya hidup dan mereka butuh yang serba instan, sementara shopper konvensional belanja online untuk membeli barang yang tidak bisa atau sulit mereka dapatkan di gerai offline.

Perubahan perilaku shopper di Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kepercayaan sebagai Muslim. Diakui Reza, apalagi jika sudah ada pencetusnya atau misalnya isu tersebut diangkat, akan sangat mempengaruhi penjualan. Contoh kasusnya merek roti Bread Talk ketika dulu belum memiliki logo halal, saat itu penjualan mereka langsung turun ketika isu kehalalannya mengemuka media sosial. Lalu mereka pun mengurus logo, setelah itu penjualan mereka naik lagi. Jadi isu ‘halal’ di Indonesia sangat penting, ujarnya.

Sementara itu, tren green lifestyle danhealthy lifestyle, menurut Reza, sedikit banyak juga mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.Hanya tergantung di segmen konsumen usia berapa. Kalau Gen Y dan Gen Z sepertinya tidak terpengaruh, apalagi mereka suka yang serba instan. Tetapi secara umum, konsep healthy lifestlye mempengaruhi perubahan perilaku shopper.

Tren lain yang muncul adalah tren O20 atau online to offline atau sebaliknya. Tren O2O saat ini antara lain membeli online lalu bayar offline seperti Go Food, lalu ada juga dari toko online lalu buka toko offline seperti yang dilakukan Berrybenka. “Ke depan, termasuk pada 2018, tren ini akan semakin besar, tetapi tidak akan secepat bisnis online. Nanti ren-nya bagaimana mengombinasikan online dengan offline,” jelas Reza.

Pada 2018, lanjutnya, industri ritel, khususnya ritel offline, tetap berkomitmen untuk tumbuh, ditopang oleh minimarket, supermarket, dan hipermarket. Sebagai produsen kami tetap butuh gerai ritel untuk memajang dan memasarkan produk kami. Namun, kami tidak bisa mengelak dari perkembangan zaman.

Ke depan kami tidak semata-mata mengandalkan ritel, tetapi juga fokus pada strategi bagaimana mengelola harga, produk, dan cara promosi agar semakin kompetitif di pasar. Channel online juga sedang kami pelajari. Untuk tahun ini kami juga sudah menyiapkan produk baru agar masyarakat tidak bosan dengan produk yang itu-itu saja,” pungkas Reza yang mematok pertumbuhan bisnis Khong Guan Group rata-rata sebesar 15% setiap tahunnya.

Marina Silalahi

Recent Posts

Airscream UK Hadir di JIVE Expo 2024, Ajak Pengunjung ‘Scream Out Load’

MIX.co.id – Airscream UK, merek vape atau rokok elektrik asal Briston, Inggris, semakin agresif meningkatkan…

3 hours ago

KGSB Kembali Gelar Pelatihan Psychological First Aid Batch II

MIX.co.id - Merujuk survey yang dilakukan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022 lalu, 1…

8 hours ago

Foot Locker Gandeng IBL dan Umumkan Tiga Brand Ambassador

Brand Marketing Senior Manager Foot Locker Indonesia Vitra Widinanda, memberikan keterangan pers saat mengumumkan Brand…

15 hours ago

Formula Gelar Kampanye “Awal Kekuatan Beribu Kebaikan” di 2024

MIX.co.id - Merujuk audit ritel yang dilakukan oleh Nielsen Indonesia, Sikat gigi Formula dari OT…

16 hours ago

Penjualan Tembus 50 Ribu Pieces, Implora Luncurkan Peeling Gel Ukuran Besar

MIX.co.id - Sejak diluncurkan pada Maret 2024 lalu, Implora berhasil menjual Peeling Gel berukuran 50…

18 hours ago

Sharp Garap Pasar Smartphone di Bali

MIX.co.id - Serius menggarap pasar smartphone di Indonesia, tahun ini, Sharp Indonesia memperluas area penjualannya…

1 day ago