Selama bertahun-tahun, brand menggelar kampanye marketing dan PR dengan beberapa tujuan misalnya untuk meningkatkan awareness, membuat image positif tentang brand, dan mendongkrak penjualan. Namun tidak semua kampanye berbekas di benak , hanya experiential marketing-lah yang membuat kesan tersendiri sehingga kerap diingat.
Salah satu contoh kampanye itu adalah on-ground activation yang diinisiasikan oleh JetBlue, bertajuk 'A Better Wingman'. Di salah satu toko di kota New York, maskapai ini membuat tampilan etalase toko seperti bentuk virtual. Orang yang berlalu lalang diajak untuk berinteraksi langsung secara real-time oleh crew maskapai lewat etalase tersebut. Tidak hanya memberikan informasi tentang JetBlue, sang crew juga akan mengomentari tentang partisipan, misalnya saja gaya berpakaian mereka. Tidak hanya sampai disitu, partisipan juga akan dikejutkan dengan munculnya sang crew sambil membawa hadiah atau voucher perjalanan.
Kampanye yang dirancang oleh Pearl Media and Mullen Lowe US ini berlanjut ke Aventura Mall di kota Miami pada bulan lalu. Kali ini, JetBlue mengajak pengunjung mall untuk bermain game, memperebutkan tiket pulang pergi ke destinasi kota manapun di mana JetBlue beroperasi.
Menurut Anthony Petrillo, senior EVP Pearl Media, lebih dari 17.000 orang bermain games tersebut dalam kurun waktu seminggu. 18% dari mereka mau memberikan alamat e-mail, sehingga JetBlue berhasil update 3.000 kontak baru.
Sang maskapai, lanjut Petrillo, menyadari pentingnya experiential marketing dan mau menghabiskan dana untuk itu. “Kami sudah berada di industri ini selama delapan atau sembilan tahun. Jumlah permintaan eventtidak berubah secara drastis, tapi kualitasnya yang berubah. Brand datang kepada kami dengan budget tertentu yang sudah di update dan tujuan yang langsung menyasar konsumen,” ujarnya, seperti yang dilansir dari PRWeek.
Menurut data dari Event Marketing Institute tentang EventTrack Executive Summary tahun 2014, rata-rata budget untuk event marketing meningkat 5.4% dibandingkan tahun 2013.
Keputusan mengalokasikan lebih banyak dana untuk event merupakan upaya brand untuk mengalihkan konsumen dari sosial media dan advertising. 93% konsumen pada survey tersebut mengutarakan bahwa event atau experiential marketing lebih efektif dalam membuat mereka memahami service brand, dibandingkan TVC.
Bagi Petrillo, lebih sulit menciptakan emotional attachment kepada konsumen lewat advertising ketimbang lewat event. Melalui event pun, brand bisa membuat diferensiasi dari kompetitornya, misalnya dengan mempromosikan kultur dan lifestyle.
Selain engagement dan relationship-building, hasil kampanye dan ROI pun bisa terukur. Survey EventTrack menunjukkan bahwa 78% brand mengakui mereka mampu mengukur hasil dari program event. 59% dari mereka juga mampu mengukur ROI. Apalagi dengan didukung metrik dan measurement tool yang semakin canggih dalam mengukur hasil event, meskipun masih perhitungan lebih dalam untuk menentukan penjualan yang berhasil dicapai.
Courtney Engel, VP PR di Grey Activation & PR, mengatakan bahwa experiential marketing berpengaruh lebih kuat bagi konsumen karena menciptakan pengalaman yang lebih mengesankan ketimbang hanya membeli produk. Sementara dari sisi brand, event dapat meningkatkan rasa ingin membeli, daya tarik brand, dan loyalitas konsumen terhadap brand.
Masih menurut Engel, experiential marketing juga penting untuk kepentingan media. is just as important on the media side, according to Engel. Media dibanjiri kiriman press release dan undangan event, sehingga penting bagi brand dan agensi untuk membuat konsep event yang unik, pengalaman tertentu bagi media, daripada membuat konsep launching party yang sudah umum.
Mengundang media untuk datang ke event pun tidak lantas membuat brand masuk ke dalam editorial coverage. Dikatakan Engel, membangun hubungan yang baik dengan jurnalis bisa membuka peluang pemuatan berita tentang brand.
Michael Olguin, presiden Havas Formulatin, mengungkapkan bahwa ia kerap membagi event marketing menjadi dua kategori. Pertama adalah kategori low volume, high touch, yaitu event yang lebih experiential dan shareable; kedua adalah high volume, low touch, yaitu event yang lebih fokus kepada sampling produk. Menurut Olguin, Formulatin berencana akan membuat 30.000 event untuk portofolio Heineken tahun ini, dengan konsep dari dua kategori tersebut.
Satu hal yang wajib diingat brand tentang experiential marketing: brand sebaiknya tidak menggelar event sepanjang waktu. Pengalaman yang didapat konsumen atau target audiens harus relevan, otentik, spesial, dan mereka bisa dikomunikasikan dengan mudah kepada konsumen dan media. Membuat teaser juga penting untuk membangun excitement dan buzz. Di tengah menjamurnya tweeting, posting, dan multiple screen, menciptakan event yang unik bisa menjadikan brand top of mind dan lebih berkesan bagi konsumen.