Industri alas kaki—baik sepatu maupun sendal—merupakan salah satu sektor yang turut terkena imbas turbulensi ekonomi. Sejak tahun lalu, tren pasar alas kaki secara nasional mengalami penurunan yang cukup signifikan. Bahkan, sampai kuartal pertama 2015, tren penjualan alas kaki di Indonesia masih belum menunjukkan tanda-tanda yang membaik.
Direktur Utama PT Bata Indonesia Carlos Garces di antara jajaran manajemen Bata
Situasi yang tidak bersahabat seperti itu diakui Carlos Garces, Direktur Utama PT Bata Indonesia, di sela-sala kunjungan pabrik Bata di Purwakarta, yang digelar hari ini (28/5). Menyikapi kelesuan ekonomi yang sudah mulai terjadi sejak tahun 2014 lalu, Bata melakukan berbagai antisipasi. Pada tahun 2014 misalnya, Bata memutuskan untuk fokus pada pasar kelas menengah bawah. Antara lain, dengan bergerilya ke daerah rural, tier 1 dan tier 2. Tak kurang dari 66 gerai dihadirkan di daerah rural demi membidik pasar kelas menengah bawah, yang notabene pasarnya terhitung stabil.
Keputusan Bata untuk bergerilya ke daerah rural cukup dimaklumi. Lantaran, pasar daerah bertumbuh cukup signifikan. Dibandingkan Pulau Jawa, pertumbuhan penjualan produk Bata di daerah Sumatra, Sulawesi, Papua, dan Kalimantan misalnya, tercatat jauh lebih besar. “Melalui strategi itu, penjualan Bata berhasil tumbuh tipis. Revenue yang berhasil kami himpun pun cukup signifikan, sebesar Rp 1,3 triliun di tahun 2014. Kami berharap, tahun 2015 ini, Bata bisa tumbuh 8-10 persen,” patok Carlos, yang menyebutkan bahwa invsetasi yang sudah disiapkan Bata untuk menghadirkan gerai baru pada tahun 2015 mencapai US$ 5 juta.
Memasuki tahun 2015, ekonomi Indonesia rupanya masih belum membaik. Menurut Deputy to Retail Director PT Bata Indonesia Budiharta, demi mencapai target tersebut, Bata harus mengubah strategi. Jka tahun 2014 Bata memilih menghadirkan gerai di tier 1 dan tier 2, maka tahun 2015 ini Bata memutuskan untuk menghadirkan 22 gerai Bata di city mall atau mall baru yang menyasar kelas menengah. Sebut saja, di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dan kota-kota yang tengah mengalami pembangunan cukup tinggi (development city). “Dibandingkan kelas bawah, kami menilai kelas menengah sebagai segmen yang dapat tahan akan turbulansi ekonomi,” yakin Budi, yang menyebutkan bahwa sampai saat ini gerai Bata mencapai 550 toko.
Selain memperluas gerai, sejak awal tahun 2015, merek asal Cekoslovaskia itu sudah memutuskan untuk menaikkan harga produknya sebesar 10%. “Keputusan itu terpaksa harus kami lakukan, karena komponen sepatu kami 30% adalah impor, yang notabene terpengaruh oleh nilai tukar rupiah yang melemah oleh US$,” tutur Budi beralasan.
Memasuki kuartal kedua 2015, persisnya jelang festive season Ramadhan maupun momen Back to School, Bata sudah menyiapkan aneka koleksi sepatu maupun sandal. Kedua momen yang selalu menjadi peak season bagi industri alas kaki, akan dimanfaatkan Bata dengan mengusung program Value for Money Oriented. Antara lain, lewat program diskon maupun program “Beli 1 Gratis 1”.
“Ramadhan dan Lebaran memang selalu menjadi momen yang mampu mendongkrak penjualan produk alas kaki. Dibandingkan dengan periode regular, pada masa Ramadahan dan Lebaran, pertumbuhan penjualan kami bisa mencapai 30%. Begitu juga dengan momen back to school. Untuk itu, jika masa Ramadhan dan Lebaran tahun 2014 lalu kami mampu menjual 2,8 juta pasang, maka Ramadhan dan Lebaran tahun 2015 ini kami targetkan penjualan bisa mencapai 3,5 juta pasang. Sementara itu, pada momen Back to School 2014, kami mampu menjual 900 ribu pasang, maka momen Back to School tahun ini diharapkan dapat menjual 1,2 juta pasang,” tutup Budi.