Ekonomi Melesu, Softex Malah Naikkan AdSpend

Melesunya pertumbuhan ekonomi Indonesia dirasakan pelaku bisnis pembalut wanita dan popok bayi. Nilai tukar rupiah yang melemah menyebabkan mereka harus menaikkan harga. Maklum, bahan baku produk ini sebagian merupakan hasil impor sehingga nilai dollar yang menguat mempengaruhi struktur harga produksi.

Softex

Meski demikian, kata Rudolf Tjandra, Chief Marketing Officer & Executive Director PT Softex Indonesia, konsumen tetap membeli produk yang tergolong sebagai kebutuhan primer ini. “Jadi tidak sampai ada wait and see—dalam eksekusi pembelian oleh konsumen, sebab produk kami tergolong FMCG (Fast Moving Consumer Goods) atau kebutuhan sehari-hari. Beda halnya dengan FMCG white goods seperti elektonik dan home décor. Wait and see sudah mulai terjadi sejak kuartal 1 2015,” ujarnya.

Rudolf mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan produk-produk Softex (Sweety, Happy Nappy, Confidence, Softex Hello Kitty, My Melody, dan V Class) tetap menjadi pilihan konsumen dalam masa sulit ini adalah karena ekuitas mereknya yang terbilang cukup baik. Secara keseluruhan, katanya, penjualan merek-merek Softex masih tumbuh, kendati angka pertumbuhannya tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya.

Pada kuartal pertama 2015 lalu, Softex Indonesia berhasil membukukan growth sebesar 18%. Angka tersebut, diakui Rudolf, sedikit di bawah target Softex Indonesia. “Ini adalah untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir, kami tidak berhasil berkemban sesuai dengan atau melebihi target,” ungkapnya. Dia memproyeksikan pertumbuhan penjualan keseluruhan produknya pada semester 1 2015 melambat dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya, dengan presentase kenaikan hanya sekitar 15%.

Bagi Rudolf, penyebab utama melambatnya pertumbuhan Softex Indonesia adalah turunnya Consumer Confidence Index. “Turunnya consumer confidence tidak harus berarti bahwa daya beli konsumen secara merata turun. Tetapi lebih penting lagi adalah keyakinan akan hari esok yang lebih baik sedang terpukul,” paparnya. Ditambah lagi dengan kondisi Rupiah yang terus melemah dan diperkirakan masih akan melemah seiring dengan kenaikan suku bunga Dollar Amerika. “Belum lagi retorika politik yang beredar akan terus menjadi penghalang kondisi usaha yang kondusif,” tambahnya.

Persepsi negatif terhadap kondisi perekonomian saat ini, lanjutnya, berpengaruh pada perilaku konsumen. Menurut Rudolf, banyak konsumen yang memilih untuk menahan diri dan berhati-hati saat proses pembelian. Sebagian konsumen yang mengalami kesulitan ekonomi akan memilih untuk menunda belanja dan/atau mencari barang dengan harga termurah. Sedangkan konsumen kelas menengah akan berusaha memilih dengan lebih cermat lagi merek yang dapat memberikan the best value for money. Ia memprediksi bahwa kondisi ini akan berlanjut hingga semester II 2015. Keadaan tersebut memaksa Softex Indonesia merevisi target pertumbuhan, yang semula 40% menjadi 20%.

Untuk menghadapi melambatnya pertumbuhan ekonomi ini, Softex Indonesia berencana meningkatkan Advertising Spending sebesar 10%-15% di setiap mereknya dan gencar melakukan aktivitas marketing, baik Above The Line (ATL) maupun Below The Line (BTL). Tujuannya adalah agar produk-produk Softex tetap menjadi pilihan konsumen di tengah kondisi consumer confidence yang menurun.

Untuk program BTL, Softex Indonesia berencana menggencarkan program promosi “Beli Softex Hello Kitty Dapat Liontin Emas.” Sementara untuk merek popok bayinya (Sweety), Softex Indonesia akan menggelar program “Beli Sweety dan Menangkan Pendidikan Pengasuhan Anak di USA.”

“Ini adalah saat-saat di mana kecermatan konsumen sedang meningkat dan tugas kami adalah mengomunikasikan bahwa produk Softex Indonesia tetap pilihan cermat. Sebagai marketer, tugas kami adalah menciptakan hubungan baik antara brand dengan konsumen dalam kondisi apa pun,” tegasnya.

Kondisi demikian sejatinya pernah dilalui Softex Indonesia saat krisis global pada 2008 melanda. “Sebagai seorang professional, saya sudah mempunyai pengalaman dengan situasi seperti ini berulang kali. Di setiap keadaan seperti ini kami melihatnya sebagai kesempatan untuk kami memperkuat ekuitas merek dengan memperkuat marketing activities. Jadi itulah yang setiap kali kami lakukan,” tuturnya.

Rudolf mengharapkan momentum festive season untuk mendongkrak pembelian produknya. Konsumsi baby diaper, adult diaper dan panty liner milik Softex Indonesia pada saat Lebaran, katanya, meningkat tajam setiap tahunnya. Sebaliknya, pada liburan akhir tahun, demand terhadap produk tersebut menurun seiring dengan berkurangnya konsumen lantaran berlibur ke luar negeri. “Mudah-mudahan dengan berkurangnya orang Indonesia yang ke luar negeri, akhir tahun juga akan meningkatkan demand,” katanya.

Rudolf juga berharap Pemerintah bisa mengatasi keadaan ini, misalnya dengan merealisasikan wacana business dan investment friendly serta menghentikan retorika politik yang berdampak negatif. “Mudah-mudahan awal 2016, kita sudah bisa melihat titik cerah lagi di dalam perekonomian nasional Indonesia,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)