“250.000 Driver Go-Jek Kini Kuasai Jalanan Indonesia,” ini adalah judul berita Kumparan.com yang cukup provokatif. Mengutip PR Manager Go-Jek Rindu Ragilia, Kumparan menunjukkan betapa dalam kurun waktu tujuh tahun (berdiri pada 2010) Go-Jek telah menjadi transportasi utama di Jabodetabek, Bali, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, Palembang, Semarang, Solo, Malang, Yogyakarta, Balikpapan dan Manado.
Layanan transportasi berbasis mobile apps ini langsung nge-hits karena menjadi solusi kemacetan lalu lintas dengan murah dan mudah. Maka tanpa kampanye khusus untuk membangun brand awareness, konsumen Go-Jek dengan sukarela mempromosikan Go-Jek kepada relasinyanya (user generate content). Apalagi kemudian Go-Jek menawarkan fitur-fitur baru seperti Go-Send (layanan antar dokumen), Go-Food (layanan pesan dan antar makanan dari outlet makanan yang terdaftar), Go-Mart (layanan belanja), atau Go-Box (layanan antar barang) dengan murah dan mudah juga.
Namun demikian, toh Go-Jek tetap perlu melakukan kampanye untuk mempertahankan ekuitas mereknya. Namun tidak menyampaikan pesan tentang keunggulan produk/layanan (functional benefit)-nya, kampanye Go-Jek lebih mengarah kepada kegiatan sosial yang memberi manfaat bagi masyarakat seperti layanan antar obat gratis. Program ini diluncurkan Oktober lalu bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bayuwangi, Jawa Timur. Masyarakat kurang mampu yang berobat jalan ke rumah sakit pemerintah kini tidak perlu mengantri untuk mengambil obat, tapi cukup menyerahkan nama dan alamat ke petugas pos. Setelah itu, petugas Go-Jek akan mengantarkan obat ke rumah sesuai alamat pasien.
Insight program sebenarnya sederhana, yakni meningkatkan layanan kesehatan masyarakat dengan cara membantu mengantarkan obat ke rumah pasien. Eksekusi program pun relatif mudah, yakni mengerahkan petugas Go-Jek untuk membawa obat kepada pasien. Namun, impact dari program ini luar biasa.
Youtube misalnya, menayangkan video tentang layanan Go-Jek Antar Obat dengan beragam judul, seperti “Go-Jek Antar Obat Gratis ke Pasien Miskin di Bayuwangi”, “Bayuwangi Resmi Gandeng Go-Jek Antar Obat”, “Go-Jek Dilarang di Bandung, Disayang di Bayuwangi’, hingga video Youtube berjudul “Pemkab Bayuwangi Gandeng Gojek untuk Antar Obat Pasien,” . Aksi sosial Go-jek tersebut meraih ratusan views di Youtube dengah angka share yang cukup banyak hanya dalam tempo sebentar sejak program diluncurkan.
Pada bulan yang sama, dalam menyambut Hari Sumpah Pemuda, Go-Jek membuat video lagu “Indonesia Raya 3 Stanza” di YouTube dengan menggandeng berbagai elemen masyarakat. Insight program adalah mengajak generasi muda, terutama kalangan millenials mengenali lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam 3 Stanza. Video “Indonesia Raya 3 Stanza” di Youtube berdurasi 4,40 menit itu meraih lebih dari 639,448 views, dan jumlah views terus meningkat.
Selain membuat program “bergenre” social, Go-Jek juga menciptakan brand engagement lewat konten-konten yang lucu dan unik yang bisa dengan mudah di-share di instantmessaging seperti Whatsapp maupun di media sosial Youtube, Facebook, dan Twitter. Konten kampanye unik yang terakhir muncul adalah kampanye “Go-Jek-in Aja”--yang berisi tentang productknowledge Go-Jek—dalam format billboard di beberapa titik di keramaian ibukota dengan konten narasi panjang-lebar, mirip naskah artikel di majalah.
Sepintas lalu orang akan mempertanyakan efektivitas konsep kampanye ini, mengingat audience yang melewati billboard tersebut dipastikan tidak akan berhenti lama untuk sekadar membaca isinya. Ekstrimnya, malah ada netizen yang menuduh billboard ini sebagai biang kemacetan. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa sejatinya, objektif dari billboard ini adalah untuk menciptakan konten yang shareable. Dan benar saja, billboard kontroversial ini kemudian ramai diperbincangkan di media sosial.
CEO Go-Jek Nadiem Makarim mengakui bahwa konsumen suka menceritakan pengalaman mereka dalam memanfaatkan Go-Jek di akun sosial medianya. Kesan para konsumen dan aksi saling retweet, share, atau comment dapat mengedukasi Go-Jek kepada khalayak sekaligus efektif mempopulerkan Go-Jek, katanya.