Membangun Brand ala Starbucks Indonesia

“Your best salesman is your customer,” kata Yuswohady, Managing Partner Inventure dalam acara talk show “PR Corner Building & Managing Your Brand” yang digelar London School Public Relation (LSPR) Jakarta, pada Senin (22/6). Menurutnya, perusahaan harus memperhatikan bagaimana cara mem-branding produknya ke konsumen dan memiliki positioning jelas. Hal itu pula yang dilakukan oleh Roger Van Tongeren, General Manager Marketing Communication Starbucks Indonesia, “Starbucks melakukan engagement dengan konsumen lewat memanfaatkan momentum, social media, komunitas dan strategi re-branding.”

Starbucks

Sebagai perusahaan global, Starbucks merupakan brand yang kuat di benak konsumen dan sudah masuk ke tahap top of mind. Namun, untuk tetap menjadi pilihan utama konsumen, unsur pembaruan harus terus dilakukan. “Salah satu cara yang kami lakukan adalah re-branding logo dan membuat design layout batik pada cup,” kata Roger.

Lebih dari itu, untuk tetap bonding dengan konsumen, outlet – outlet Starbucks di beberapa tempat dipugar total dengan menampilkan atmosfir cozy dan ruang minum yang lebih luas lagi. Selain itu, program membership card Starbucks juga gencar dilakukan terutama yang menyasar pasar perkantoran dan karyawan. Disamping itu, Starbucks juga hadir di ranah digital untuk merangkul konsumen millenial yang mayoritas sudah aktif dengan penggunaan aplikasi.

“Starbucks juga meluncurkan aplikasi di platform Android dan iOs untuk bisa mendekatkan diri dengan netizen yang juga merupakan target audience dari Starbucks,” imbuh Roger. Peran social media juga turut dimanfaatkan untuk menerapkan strategi Two Way Communication. Biasanya konsumen akan banyak posting dan feedback dari posting yang diunggah oleh fans page milik kami di akun Starbucks Indonesia dan @SbuxIndonesia.

Membangun brand seperti Starbucks sangat tidak mudah, namun yang lebih sulit adalah menjaga brand tersebut tetap top of mind. Menurut Roger, kegiatan untuk memperkenalkan sebuah brand tidak lepas dari adanya peran Public Relation (PR), tidak hanya memperhatikan sisi packaging tetapi juga membangun reputasi perusahaan tersebut. “Kopi sudah menjadi lifestyle di Indonesia, oleh karena itu Starbucks berusaha melakukan branding agar konsumen kami semakin merasa bahwa pelayanan dan kami semakin baik, selain itu juga untuk meningkatkan kepercayaan mereka.” katanya.

Hal yang dilakukan oleh Starbucks Indonesia, menurut Yuswohady, merupakan bagian dari tahapan brand untuk bisa top mind, yakni “Pertama perusahaan harus melakukan apa yang disebut brand awareness. Konsumen harus dikenalkan terlebih dulu dengan brand yang dimiliki, tidak bisa langsung penetrasi begitu saja. Setelah konsumen tahu brand, mulailah perusahaan melakukan brand association. Ketiga, loyalty dan terakhir adalah advokasi,” kata Yuswohady.

Menurut Yuswohady, membangun positioning bukan pekerjaan jangka pendek, butuh 10-20 tahun untuk melakukannya. Sedangkan untuk peran media, ia menuturkan bahwa tujuan perusahaan akan produk yang dihasilakn harus disesuaikan dengan branding campaign yang akan dilakukan. “Media televisi masih menjadi media yang kuat untuk membangun awareness. Sedangkan jika perusahaan ingin membangun hubungan yang lebih dekat dengan konsumen, aplikasi digital, WOM dan social media efektif untuk digunakan. Seperti yang dilakukan Starbucks Indonesia,” katanya.

“Jika kita amati seksama beberapa Mobile Apps yang sukses milik korporasi bisnis telah bergeser dari sekedar praktek akuisisi, loyalitas pelanggan (retention), dan siklus daur hidup pemasaran. Starbucks adalah salah satu perusahaan yang menggunakan modernisasi pemasaran untuk meningkatkan loyalitas pelanggan (retention), interaksi pelanggan dengan produk/jasa, dan loyalitas pelanggan, termasuk di Indonesia.”

Bahkan, ungkap Yuswohady, yang menarik dari aplikasi ini adalah strategi promo yang ditawarkan kepada konsumen. Setelah netizen mengunduh aplikasi Starbucks, harus membeli sebanyak 30 gelas kopi untuk mendapatkan posisi ‘Gold’ yang setara dengan 30 bintang (point). Dengan posisi Gold mereka akan berhak atas 1 gelas kopi gratis yang ditukarkan dengan 12 point yang dimiliki konsumen. “Dengan adanya program itu, makin banyak konsumen Starbucks yang meningkatkan pembelian dari sekali menjadi dua kali seminggu, bahkan ada yang setiap hari.”

Sementara itu, pemanfaatan momentum guna mendulang apresiasi konsumen dan awareness juga merupakan bagian dari strategi Starbucks. Bahkan untuk mendekatkan diri dengan konsumen, Strabucks Indonesia selalu rutin mengeluarkan Starbucks Card dengan desain dan tema tertentu sesuai dengan peristiwa actual yang terjadi, misalnya Ulang Tahun Jakarta ke – 488 tahun 2015. “Starbucks Card edisi kota Jakarta mencerminkan sejarah Kota Jakarta, Kartu ini merupakan upaya nyata dari kami untuk selalu mengapresiasi budaya lokal dan lebih dekat dengan masyarakat di manapun kita berada,” kata Roger.

Desain tersebut, jelas Roger, dihiasi ikon Jakarta seperti hiasan kepala ondel-ondel dan Monas yang menggambarkan sejarah Indonesia. Ada pula gedung pencakar langit, mewakili karakter Kota Jakarta yang tengah tumbuh pesat. “Ketiga unsur pada kartu tersebut merupakan bukti kuat bahwa kebudayaan betawi tetap dilestarikan di Jakarta.”

Starbucks Card edisi khusus ini menawarkan pengalaman dan kenyamanan berbelanja kepada pelanggan lebih besar, seperti potongan 30 persen untuk mug Jakarta dan demitasse Jakarta pada 22–30 Juni. “Kartu ini juga merupakan produk untuk kolektor dan bisa menjadi hadiah kepada teman atau kolega,” pungkas Roger. *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)