Survei yang dilakukan Chute menunjukkan bahwa influencer marketing kini tengah menjadi strategi pemasaran yang paling banyak digu akan pemasar. Terbukti, lebih dari 60% dari brand telah menggunakan influencer marketing sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka di 2016. Angkanya diprediksi akan melonjak menjadi 75% di 2017 ini.
Akibatnya, dalam setahun terakhir, tarif para influencer pun ikut meroket. Influencer--termasuk di dalamnya Instagrammers, blogger, selebriti, dan bintang YouTube--menaikkan tarif mereka secara signifikan. Blogger lifestyle misalnya, memasang tarif $1.500 per posting di blog dsn akun media sosialnya. Tarif itu berlaku pada tahun 2015. Saat ini, dengan hanya sesikit kenaikan jangkauannya, blogger lifestyle memasaing tarif lebih dari tiga kali lipat, yakni $ 5.000.
Menyadari brand membutuhkan mereka, maka tak sedikit influencer yang mulai pintar "menjual" value mereka sebagai influencer. Instagrammer lifestyle di lapis kedua (two top-tiers) yang mekiliki satu juta pengikut (follower) misalnya, memasang tarif $ 15.000 hingga $ 20.000 untuk masing-masing posting.
Sinyal makin mahalnya tarif para influencer membuat para prmasar harus berpikir cerdas. Tidak ada jalan lain bagi pemasar untuk menerapkan ROI (Return of Investment) atas bujet yang diinvestasikan untuk menggunakan strategi influencer marketing. Langkah itu sebagai upaya untuk mengukur efektivitas penggunaan influencer marketing terhadap kinerja brand.
Lantas, apa yang harus dilakukan pemasar dalam menyikapi kenaikan tarif para influencer? Ada tiga hal yang dapat dilakukan pemasar:
#1 Identifikasi Influencers
Pemasar perlu untuk benar-benar memahami ROI dari kemitraan influencer marketing. Sangat jarang investasi senilai $ 50.000 dalam satu postingan Instagram akan "terbayarkan" bagi merek atau bisnis. Artinya, seberapa besar brand Anda akan sukses menjual produk atau layanan hanya karena menggunakan influencer marketing?
Untuk itu, pemasar perlu memperhatikan fase identifikasi influencer sepanjang kampanye pemasaran dan memastikan mereka tidak menaikkan tarif bayaran mereka. Total jangkauan memang penting. Tapi, itu bukan satu-satunya cara untuk mengukur efektivitas influencer. Keterlibatan pengikut dan kualitas konten-lah yang harus menjadi tolok ukur efektivitas dari seorang influencer.
"Pemasar yang cerdas harus berhati-hati dalam memilih dan mengidentifikasi influencer. Influencer yang berkualitas adalah sosok yang mampu mencapai tujuan brand dengan anggaran yang tetap. Pemasar juga harus benar-benar paham akan cost dari influencer guna memperoleh tarif yang sepadan," kata Rachael Cihlar, Director of Influencer Marketing Strategy di TapInfluence, sebuah platform influencer marketing.
#2 Gunakan Micro-Influencer
Lanskap saat ini adalah tengah berkembangnya para influencer baru atau mikro-influencer. Memang, para mikro influencer masih lemah atau kurang dalam jangkauan. Namun, mereka kuat dalam engagement atau keterlibatan dengan pengikut mereka. Kelebihan lainnya, mereka tentu saja lebih murah dan mereka sangat terfokus pada audiens yang spesifik dan cenderung memberikan hasil yang lebih baik. "Saya pikir itu kesempatan bagi pemasar untu menjadikan influencer niche ini sebagai partner dalam mengkampanyekan brand. Micro-influencer juga ideal untuk kampanye berbasis lokasi atau jika merek menargetkan konsumen yang sangat spesifik," lanjut Cihlar.
#3 Katakan "Tidak" untuk Influencer yang Selalu Menaikkan Tarif
Hubungan brand dengan influencer hanya akan menjadi sukses (dan tahan lama) jika kedua belah pihak jujur. Jika brand mengalami tekanan dari influencer potensial, mereka harus memastikan untuk memahami persis apa yang sudah mereka bayar kepada influencer, apakah objektif brand dalam menggandeng influencer sudah tercapai? Misalnya target jangkauan, engagement, atau ketenaran. Jika objektif tidak tercapai dan influencer terus menekan dengan menaikkan tarif, maka pemasar dapat pindah atau beralih ke influencer lainnya. Sejatinya, memelihara harapan yang jelas dan masuk akal sejak awal akan membuat influencer marketing menjadi komponen penting dari strategi digital yang sukses. (Sumber: Forbes.com)