Masih belum banyak perusahaan Indonesia yang masuk ke Afrika. Namun potensinya yang besar dan kemampuan bersaing beberapa merek Indonesia yang terbukti mampu membendung merek global, memberikan harapan bagi perusahaan Indonesia menggarap benua harapan itu.
Afrika adalah pasar produk konsumen masa depan yang menarik. Populasi muda dan makin tingginya perpindahan penduduk dari desa ke kota diakui merupakan daya tarik tersendiri. Pertumbuhan PDB-nya melampaui pertumbuhan penduduk sehingga pertumbuhan PDB per kapita tinggi mengindikasikan makin tingginya daya beli Afrika. Kelas menengah bertambah pada gilirannya mendorong permintaan barang konsumen.
Sayangnya tak banyak pengusaha Indonesia yang melihat Afrika sebagai pasar yang potensial. Sebagian pengusaha memang ada yang tertarik pada pasar Afrika. Namun dibandingkan dengan pasar lainnya, nilainya masih relative kecil. Pangsa ekspor Indonesia lebih dari 70 persen ditujukan ke wilayah Asia dan hanya sekitar 3,5 persen menyasar wilayah Afrika. Nilai perdagangan Indonesia ke Afika mencapai US$10,7 miliar. Nilai tersebut relatif kecil dibandingkan dengan nilai perdagangan Afrika dengan China yang menembus US$200 miliar atau India yang US$70 miliar. Ini menunjukkan bahwa China sudah beraksi “menusuk jauh” sebagai mitra terbesar Afrika.
Kadin Indonesia menargetkan nilai perdagangan Indonesia ke Afrika meningkat 80% dalam tiga tahun ke depan menjadi US$20 miliar per tahun. Produk unggulan Indonesia yang berpotensi masuk pasar Afrika, antara lain minyak kelapa sawit, karet alam, kendaraan bermotor, tekstil, karet, batu bara, dan produk makanan. "Produk-produk manufaktur, seperti tekstil, elektronik, sepatu, dan otomotif itu cukup menjanjikan," kata Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto.
Menurut Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia, ada dua negara yang sampai saat ini belum menjalin perdagangan dengan Indonesia, yakni Republik Demokratik Kongo (sebelumnya Zaire) dan Sao Tome. Nus menambahkan, terdapat 17 negara di Asia dan 29 negara di Afrika tempat Indonesia memiliki trend ekspor di atas 10 persen selama 2010-2014.
Produk ekspor Indonesia yang mengalami peningkatan pada tahun 2014 dibandingkan 2013
untuk Afrika adalah minyak sawit dan turunannya, perhiasan, bahan kimia (fertilizer), tekstil (beberapa jenis benang dan beberapa jenis garmen), farmasi, produk kayu (kayu lapis), produk higienis (detergen), alat transportasi laut, elektronik (kulkas), susu dan krim, serta produk olahan kakao.
Pasar Afrika yang paling potensial, menurut Suryo, adalah Afrika Selatan, Nigeria, dan Mesir. Aspek stabilitas keamanan dan daya beli masyarakat Afrika diakui menjadi perhatian utama eksportir Indonesia yang menjajaki hubungan dagang dengan Afrika. "Ini perlu kita tingkatkan, pasar-pasar yang selama ini belum mendapat perhatian kita. Afrika ini cukup besar, jangan ketinggalan dan kita diserbu terus. Harus sebaliknya dong," pungkas Suryo.
Saat ini, sedikitnya 15 perusahaan Indonesia sudah berinvestasi di kawasan Afrika mulai dari industri makanan hingga furniture. Perusahaan yang beroperasi di Afrika sebagian besar merupakan perusahaan besar seperti Indofood Sukses Makmur, Kalbe Farma, Kedaung Indonesia dan Wilmar Nabati Indonesia. Ada Indorama (petrokimia), Indofood (mie cepat saji), Sayap Mas Utama (deterjen dan sabun), Mensa Group dan Kalbe International (farmasi) dan Tolaram Group (pemasok alat-alat listrik). Mereka memilih berinvestasi di negara-negara yang pertumbuhan ekonominya cukup bagus seperti Nigeria, Zimbabwe dan Mauritius.
Keberadaan produk Indinesia di pasar Afrika membuktikan bahwa perusahaan Indonesia bisa merebut pasar Afrika. Indofood Sukses Makmur (INDF) adalah produsen Indomie ini adalah salah satu perusahaan Indonesia paling sukses di Benua Afrika. Setelah membangun pabrik di Mesir, Nigeria, dan Sudah, Indofood kembali akan membuka 2 pabrik lagi di Afrika. "Orang sana suka makan Indomie. Bahkan orang Nigeria bilang Indofood produk mereka," ujar Suryo.
Harus diakui bahwa hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain. Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut.
Selain motif mencari keuntungan, Krugman (2000) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional, pertama, negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale). Ini berarti untuk masuk ke Afrika, perusahaan Indonesia harus bersaing dengan dari negara lain yang memiliki pandangan sama dengan perusahaan Indinesia.
Teoritis, suatu negara (negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain (negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B. Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi).
Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan...