Solusi Marketing dengan Small Data Ala Iris Jakarta

Berikut ini adalah lima studi kasus tentang penggunaan small data dalam solusi marketing klien-klien agensi pemasaran Iris Jakarta. Metode pengumpulan datanya sejatinya simple saja, mulai dari direct interview, indepth interview, focus group discussion, atau observasi lapangan. Yang patut diambil pelajaran dari kasus ini adalah bagaimana brand dapat membaca insight dan potensi yang tersembunyi dari smalldata yang tertangkap dengan metode sederhana tersebut. Semoga case study ini menginspirasi Anda.

Grocery eCommerce

Salah satu klien kami adalah sebuah startup yang menawarkan layanan online grocery shopping berbasis aplikasi mobile dan baru saja memulai pelayanannya di market Indonesia sehingga memiliki keterbatasan investasi media.

Berbagai macam quantitative research yang mereka lakukan. Klien kami menyesuaikan communication message mereka untuk menonjolkan keunggulan layanan mereka seperti kecepatan dan diskon. Mereka menawarkan banyak sekali tawaran potongan harga tanpa menyadari bahwa semua competitor mereka melakukan hal yang serupa. Tanpa adanya diferensiasi yang kuat, pesan yang disampaikan oleh klien kami tersebut akan tenggelam di antara pesan-pesan competitor karena mereka memiliki media reach dan investasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan klien kami.

Dengan small datamethod yang diperoleh melalui direct interview untuk mengetahui lebih dalam hal-hal yang dapat kami jadikan diferensiasi yang kuat dan relevan, kami justru menemukan bahwa:

  1. Seorang ibu tidak melihat sesi belanja mingguan sebagai hal yang merepotkan, justru sebagai “me time”. Mereka mencari kepuasan dari memilih produk yang terbaik untuk keluarga mereka.

  2. Kesempatan mengkonversi mereka menjadi consumer justru melalui top-upitem spesifik yang kemungkinan besar tidak masuk di daftar belanja mingguan mereka.

  3. Ibu memiliki kepercayaan yang rendah terhadap pihak lain untuk mendapatkan item spesifik tersebut. Dia bahkan tidak mempercayai suami mereka sendiri karena berdasarkan pengalaman, seringkali suami mereka membeli barang-barang yang salah dan tidak sesuai ekspektasi mereka.

Faktor di atas bisa menjadi diferensiasi yang cukup kuat untuk klien kami karena mereka memiliki layanan concierge yang sangat terlatih, sehingga mampu memilih produk-produk yang spesifik sekalipun. (Buyung Putra, Planning & Innovations Director at Iris Jakarta)

Philips Aquatouch

Sebuah pertanyaan besar datang dari salah satu klien penting kami: “Bagaimana menjual sebuah produk pencukur yang membutuhkan energi listrik dan berharga relatif mahal padahal mereka bisa mendapatkan produk alternatif yang harganya relatif terjangkau?” Pertanyaan tersebut tentu saja tidak mudah dijawab karena menjual produk dengan harga yang cukup mahal relatif sulit untuk konsumen. Produk ini telah terlebih dahulu dijual di negara Amerika dan Eropa beberapa bulan sebelumnya dengan tingkat kesuksesan penjualan yang baik, namun strategi pemasaran dan komunikasi yang digunakan di negara Amerika dan Eropa tentu saja tidak bisa dijalankan di Asia lebih spesifik lagi di Indonesia.

Beberapa dokumen terkait strategi pemasaran, perilaku konsumen dan ‘pelajaran’ dari aktivitas marketing yang telah dilakukan di Amerika dan Eropa pun telah kami baca, hasilnya sama sekali tidak bisa dipakai dan berguna untuk membantu penjualan di Asia dan Indonesia. Inisiatif kami pada saat itu adalah meminta klien kami untuk melakukan survei kuantitatif (big data) terhadap produk yang akan dijual, kategori produk, dan perilaku konsumen. Namun karena keterbatasan dana dan sempitnya waktu yang tersedia, pilihan terbaik selanjutnya adalah dengan metodologi interview mendalam (indepth interview/small data). Berikut ini adalah insight dan finding yang sangat berharga yang kami temukan:

  1. Laki-laki Indonesia itu lebih suka dinilai ganteng daripada perkasa, penilaian tentang maskulinitas tidak lebih baik dari ketampanan.

  2. Laki-laki Indonesia sebenarnya ingin sekali punya brewok yang lebat (beard) tapi kebanyakan dari mereka tidak memiliki/mewarisi genetik tersebut, jadi pilihan mereka adalah tampil klimis daripada punya brewok (beard) yang nanggung.

  3. Untuk momen-momen penting (seperti interview pekerjaan, presentasi, ketemu mertua), mereka lebih memilih tampil tanpa bulu wajah.

Pages: 1 2 3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)