Tak hanya bisnis otomotif yang melesu, demikian pula dengan bisnis sepeda. Kendati tak sedrastis sepeda motor yang penjualannya pada kuartal pertama (Q1) 2015 turun 19%, maka penjualan sepeda (gowes) relatif stagnan pada Q1 2015. “Q1 2015 tidak ada pertumbuhan dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ungkap Director Polygon Ronny Liyanto.
Salah satu pemicu terbesar yang membuat pertumbuhan industri sepeda stagnan adalah rupiah yang yang melemah terhadap US dollar lantaran hampir separuh kandungan komponen sepeda adalah impor. Pemicu lainnya adalah sepeda bukanlah basic needs atau kebutuhan primer konsumen. “Sepeda termasuk kebutuhan secondary, bahkan tertier. Berbeda dengan industri makanan dan minuman yang mau-tak-mau mereka harus tetap mengkonsumsi,” ujar Ronny.
Demi menghadapi kondisi ekonomi yang agak berat pada tahun ini, Ronny mengakui harus melakukan banyak hal untuk Polygon. Ada tiga strategi yang akan dilakukan Polygon untuk mendongkrak penjualan pada semester kedua 2015, yaitu activation community, consumer promo, dan digital community. Untuk activation community misalnya, Polygon makin giat menggelar program yang melibatkan komunitas seperti test ride dan aktif di car free day. Dan dalam waktu dekat, katanya, Polygon akan menyelenggarakan program “Gowes to Bromo” dengan komunitas.
Diceritakan Ronny, sejak maraknya car free day, Polygon sudah memanfaatkannya sebagai kanal komunikasi ke konsumen. “Kami selalu hadir di jalan Blora untuk menghadirkan booth Polygon.
Obyektifnya, untuk menjangkau pelanggan dan membidik new market, termasuk menciptakan brand engagement di sana. Kami namakan tempatnya sebagai Polygon Hotspot,” kata Ronny, yang menyebutkan sejak awal Polygon fokus pada strategi Below the Line.
Di Polygon Hot Spot, setiap orang dan komunitas bisa mampir. Di sana, Polygon melakukan edukasi sepeda, games, service sepeda gratis, dokter, hingga menyebar sukarelawan Polygon untuk berkeliling Sudirman-Thamrin di sepanjang waktu car free day guna memperbaiki sepeda orang-orang yang tengah menggowes.
“Program keliling oleh sukarelawan itu dari komunitas untuk komunitas. Komunitas kami adalah Polygoners, dan sekarang berubah menjadi Polygon Riders. Mereka tidak dibayar, karena mereka sukarelawan. Saat ini jumlah yang aktif adalah 2.000-3.500 orang dan yang terdaftar 8.000-an. Masing-masing komunitas punya fans page sendiri di Facebook, tergantung jenis atau tipe sepedanya,” Ronny memaparkan.
Untuk consumer promo, lanjutnya, Polygon menggelar program dan paket-paket promo yang menarik, termasuk, cicilan menarik untuk konsumen. Bahkan, dalam memanfaatkan momentum peringatan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei lalu, Polygon menurunkan harga hingga 10% untuk produk yang menyasar pasar kelas menengah, yakni tipe Polygon Monarch 1, 2, dan 3—tipe sepeda yang di kisaran harga Rp 1,5 juta.
“Melalui program penurunan harga itu, kami ingin menawarkan sepeda berkualitas untuk segmen menengah atau massal. Obyektif lainnya, agar masyarakat tetap dapat membeli sepeda dan bersepeda makin marak. Langkah ini diharapkan dapat mengantisipasi kinerja bisnis Polygon pada semester kedua 2015 dapat membaik,” harap Ronny, yang menyebutkan bahwa kontribusi sepeda segmen menengah atas mencapai 60%-70%.
Sementara itu, untuk menutupi kenaikan ongkos produksi akibat US dollar yang terus menguat terhadap rupiah, maka Polygon memilih menaikkan harga pada tipe produk high end-nya. Dituturkan Ronny, untuk tipe sepeda yang menyasar segmen high end di harga Rp10 juta hingga Rp60 juta, Polygon menaikkan harga 10%. “Kenaikan itu sudah kami lakukan sejak Januari 2015. Sebab, separuh kandungan komponen sepeda kami impor, alias bergantung pada US Dollar,” katanya.
Strategi yang ketiga adalah digital activation. Aktif di digital, terutama di social media Facebook dan online store Rodalink dan Polygon, menurut Ronny, disebabkan oleh karakter para pengayuh sepeda Polygon yang melek internet. “Consumer insight yang kami peroleh menujukkan 80% keputusan membeli sepeda melalui searching di internet. Mulai dari mencari spec yang tepat hingga membandingkan dengan merek lain,” akunya. Namun, untuk pembelian, lanjutnya, konsumen dapat membelinya di online store maupun toko atau gerai fisik. Cukup dimaklumi, lantaran konsumen Indonesia tetap ingin memegang barang atau produk sepedanya. “Sampai saat ini, untuk pembelian sepeda masih banyak di toko,” tandas Ronny, yang mematok pertumbuhan penjualan sebesar 10% pada 2015 ini.
Selain memanfaatkan momentum Kebangkitan Nasional, katanya, Polygon akan tetap memanfaatkan momentum Back to School. Sejatinya, peak season industri sepeda memang terjadi pada masa-masa back to school. Bagaimana dengan festive season? Menurut Ronny, untuk produk sepeda, festive season memang tidak teralu signifikan berpengaruh. “Spending yang besar di festive season dimanfaatkan orang untuk membeli foods dan fashion,” terangnya.