Upaya MARS Kampanyekan Dove sebagai Produk Chocolate

Apa yang pertama kali Anda ingat ketika mendengar nama Dove? Rupanya tak sedikit konsumen di Tanah Air yang menyebutnya sebagai merek shampoo. Maklum saja, selain pamornya sudah moncer di luar negeri, di Indonesia, merek shampoo Dove juga sangat gencar berkampanye di seluruh kanal komunikasi. Ya, Unilever sebagai pemilik shampoo Dove memang sudah terkenal sebagai raksasa toeletris yang rajin melakukan kampanye di TV, event atau aktivasi merek, digital, hingga Public Relations (PR).

Persepsi yang kuat antara Dove dengan produk shampoo itulah yang menjadi tantangan awal terberat bagi MARS—yang selama ini dikenal sebagai produsen coklat M&M's dan Snickers. Sebagai produsen coklat terbesar di dunia, manajemen MARS harus mengedukasi market bahwa merek coklat Dove yang dihadirkan pada akhir 2013 bukanlah produk ekstensifikasi shampoo Dove dari Unilever. “Oleh karena itu, kami perlu mengedukasi sekaligus membangun brand awareness ke konsumen maupun media bahwa Dove adalah produk coklat dari MARS,” jelas Gemita Pasaribu, Country Marketing Manager Mars Chocolate Indonesia.

Langkah awal yang dilakukan MARS adalah dengan mengubah logo Dove. Dikatakan Gemita, logo Dove dibuat lebih berbeda dengan brand shampoo yang sudah hadir lebih dulu plus ditambahkan kata chocolate di bawah logo tersebut. Langkah lainnya adalah dengan menggelar kampanye lewat kanal TV Commercial, digital, dan melakukan aktivasi di toko. “Kami juga menggelar kegiatan PR lewat media gathering yang hari ini (12/1) baru pertama kali kami lakukan. Langkah ini penting, karena kami juga ingin mengedukasi media tentang brand Dove sebagai produk chocolate. Kami berharap media dapat menyebarluaskan informasi ini ke publik,” paparnya.

Memasuki pasar coklat di Tanah Air, yang sudah didominasi oleh incumbent Silver Queen, memang tidak mudah. Namun, mengapa MARS tetap berani masuk ke pasar Indonesia? Dijawab Gemita, nilai bisnis pasar coklat di Indonesia tercatat cukup besar. Angkanya mencapai Rp 3,5 triliun hingga Rp 3,7 triliun per tahun. “Selain itu, nilai bisnis coklat tersebut masih berpeluang tumbuh sangat besar, mengingat tingkat konsumsi coklat di Indonesia masih rendah, yakni 420 gram per kapita per tahun,” tegasnya.

Oleh karena itu, tahun 2017 ini, MARS siap menggelar berbagai kampanye komunikasi yang akan memanfaatkan berbagai momentum. Antara lain, momentum Valentine, Ramadhan, Lebaran, dan Natal—yang notabene menjadi peak season penjualan coklat di Indonesia. “Awal tahun ini, kami akan menggelar program bertajuk 'Kasih Sayang, Kasih Dove'. Program tersebut digelar dalam menyambut hari kasih sayang atau Valentine yang jatuh pada bulan Februari ini,” lanjutnya.

Untuk mengkampanyekannya, Dove menghadirkan video yang bertema kasih sayang. Video ungkapan kasih sayang itu akan hadir di media digital dan social media seperti Instagram. Dove juga akan menggelar aktivasi digital bertema “3 Days Challange” di akun instagram @dovechocolateid. Melalui kegiatan itu, Dove mengundang masyarakat untuk mengekspresikan kasih sayang mereka kepada orangtua, saudara, dan sahabat selama tiga hari berturut-turut.

Selain itu, sepanjang Februari 2017, Dove juga akan memperkuat kampanye itu di seluruh gerai minimarket. Sebut saja, Alfamart dan Indoamret. “Kami akan mengelar consumer promotion berupa hadiah tumbler untuk pembelian Dove di Indomaret dan undian berhadiah di geral Alfamart,” ia menerangkan.

Diakui Gemita, pertumbuhan pasar coklat di Indonesia pada tahun 2016 lalu memang sangat tipis, yakni hanya single digit. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi yang melamban, sehingga konsumen memilih membelanjakan produknya dengan skala prioritas. Meski demikian, Dove optimis untuk mematok penjualan double digit di tahun 2017 ini.

Lantas, upaya apa yang dilakukan Dove untuk mencapai target tersebut? Dijelaskan Gemita, ada tiga kunci utama yang siap Dove lakukan. “Pertama adalah menggelar kampanye pemasaran dengan memanfaatkan berbagai kanal komunikasi seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Kedua adalah dengan memperkuat distribusi guna memperluas ketersediaan produk,” tandasnya.

Distribusi menjadi penting, karena menurut Gemita, coklat merupakan produk impulse buying di mana pembeliannya tidak terencana. Oleh karena itu, Dove telah 100% hadir di seluruh gerai minimarket dan convenience store di Indonesia. “Bahkan, Dove selalu hadir di dekat kasir sehingga tingkat keterlihatannya tinggi,” jelasnya.

Ketiga adalah kegiatan sampling. Sebagai pendatang baru, sampling menjadi perlu agar publik bisa mencoba dan merasakan langsung diferensiasi produk Dove dibandingkan dengan yang lainnya. “Sebab, diferensiasi Dove adalah coklatnya yang memiliki tektur yang sangat lembut selembut sutra,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)