Customer Complaint Iceberg

Iceberg

Anda pernah mendengar tentang ‘silent’ complaints ? Cobalah simak kembali hasil penelitian TARP pada tahun 1999. Lembaga riset di AS itu menemukan bahwa setiap 26 pelanggan yang tidak puas, hanya satu yang berupaya untuk membuat keluhan resmi.

Sisanya, yang 25 orang tidak akan melakukan apa-apa, tetap bahagia atau akan meninggalkan untuk menggunakan merek produk atau layanan yang lain.

Penelitian TARP juga menunjukkan bahwa pelanggan sangat jarang mengeluh ke penyedia layanan /produk. Sebaliknya mereka akan memberitahu teman-teman mereka, yang pada akhirnya akan memberitahu teman-teman mereka, sehingga menciptakan piramida ketidakpuasan. "

Tapi, temuan itu tidak berhenti di situ. Di sinilah masalah silent complaints itu mulai serius. TARP menemukan bahwa setiap pelanggan yang tidak puas, termasuk mereka yang belum mengeluhkannya langsung, rata-rata katakana kepada 10 orang temannya. Selanjutnya, ke 10 orang temannya itu, meneruskan ke 5 orang temannya lagi.

Customer Complaint Iceberg

Itu berarti untuk setiap setiap keluhan yang diterima ada kemungkinan bahwa rata-rata 1.300 lebih banyak orang akan mendengar tentang setidaknya satu pengalaman para pelanggan bahagia '.

Ini yang dikenal sebagai Customer Complaint Iceberg. Keluhan pelanggan itu mengalami peningkatan ibarat gunung es. Ini menunjukkan bahwa yang benar-benar terlihat, itu hanya sebagian kecil dari cerita keseluruhan. Biasanya itu terjadi baik melalui media sosial mapun off-line.

Itu sebabnya, Mayo Clinic terus memantau fenomena yang terjadi baik di media sosial maupun komunitas fisik. Bagi Mayo Clinic me-maintain opini positif dengan memantau semua pemberitaan, termasuk perbincangan orang-orang di social media tentang Mayo adalah penting. Mayo juga fokus memonitor cerita para pasien serta sharing yang dilakukan antarmereka.

Cerita positif pasien kemudian diamplifikasi dengan iklan spot di radio.
Rumah Sakit Omni Batavia boleh saja tersandung curhat (curahan hati) pasien yang disampaikan melalui social media.

Tetapi ini tidak terjadi di Mayo Clinic. Klinik medis di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat, itu justru berhasil memanfaatkan curhat pasien di social media untuk membangun reputasi dan popularitas.

Lee Aase, Manager Tim Media Mayo Clinic, yang bergabung pada April 2000, melihat peluang besar di social media. Hasil riset pasar menunjukkan bahwa pasien berpenyakit serius begitu respek terhadap Mayo Clinic.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)