Konsumen Indonesia Mau Membayar Lebih Produk Pro CSR

environment

Enam dari 10 konsumen Indonesia bersedia membayar lebih untuk produk dan jasa yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen terhadap penciptaan dampak dan lingkungan yang positif.

Konsumen Indonesia memiliki tingkat kesadaran sosial tinggi menyangkut belanja barang dan jasa. Survei Nielsen tentang perilaku konsumen dalam mengkonsumsi produk dalam laporan bertajuk “Global Survey of Corporate Social Responsibility”--dirilis pada Juni 2014 lalu, mengungkapkan bahwa dalam mengonsumsi suatu produk, konsumen selalu melihat added value yang ditawarkan.
Managing Director Nielsen di Indonesia, Catherine Eddy menjelaskan, konsumen Indonesia bersedia membelanjakan uang mereka untuk membeli barang dan jasa dari perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen kepada tanggung jawab sosial lingkungan. Program CSR menjadi salah satu indikator jelas bagi konsumen untuk melihat keseriusan perusahaan dalam memberikan dampak terhadap hal itu.
Survei ini menemukan bahwa enam dari 10 konsumen di Indonesia (64%) bersedia membayar lebih untuk produk dan jasa yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang berkomitmen untuk menciptakan dampak sosial dan lingkungan yang positif; lebih tinggi dibandingkan rata-rata global yang sebesar 55%. Dalam hal tersebut kawasan Asia Pacific memiliki persentase kepedulian untuk membayar lebih sekitar 64% dibandingkan region lainnya atau meningkat lebih dari 9% dibandingkan 2011.
Survei Nielsen yang dilakukan terhadap 30.000 responden via internet di 60 negara itu objektifnya adalah untuk mendapatkan pemahaman mengenai seberapa besar gairah konsumen kepada perusahaan yang berkesinambungan. Jika menyangkut pertimbangan untuk membeli, segmen konsumen mana yang paling mendukung usaha tanggung jawab lingkungan maupun tanggung jawab sosial perusahaan lainnya.
“Sebelum memutuskan membeli merek, 62% konsumen Indonesia mengecek kemasan produk untuk memastikan merek yang akan dibeli berkomitmen untuk menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan sosial,” kata Catherine mengomentari hasil survei Nielsen di Indonesia.
Sementara 75% konsumen bahkan menyatakan mereka suka bekerja di perusahaan yang berkomitmen untuk menciptakan dampak positif bagi sosial dan lingkungan. Catherine menambahkan bahwa konsumen Asia Pasifik, terutama Indonesia, memang negara yang sangat memiliki kepedulian lebih terhadap produk yang memiliki dampak social dan lingkungan.
Berbeda dengan Indonesia, di tingkat global, hanya sekitar 51% yang berani membayar lebih untuk produk yang berkomitmen terhadap dampak sosial dan lingkungan (sustainable products) dan mengecek kemasan. Sedangkan yang menyatakan suka bekerja di perusahaan yang memiliki komitmen tersebut hanya 49% responden. “Generasi Millennials (berusia 21-34 tahun) adalah yang paling concern terhadap isu ini,” sebut Catherine.
Sementara di wilayah Asia Tenggara, konsumen Filipina dan Vietnam termasuk yang paling sadar sosial jika mengenai belanja barang dan jasa. Hampir delapan dari 10 konsumen di Filipina (79%)--tertinggi di dunia—bersedia membayar lebih untuk produk dan jasa yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang berkomitmen untuk menciptakan dampak sosial dan lingkungan yang positif. Sementara di Vietnam 73%, Thailand 71%, Indonesia 85%, dan Malaysia 57%. Hanya Singapura yang berada dibawah rata-rata global dengan 48%.
Menurut Catherine, konsumen mencari merek yang berkomitmen mendukung komunitas lokal serta memperbaiki keadaan lingkungan dan membuat perbedaan. Informasi pada kemasan sangat berpengaruh bagi konsumen untuk mengenali merek-merek yang sadar lingkungan dan sosial. “Pemilik merek perlu membantu konsumen dalam membuat keputusan untuk membeli dengan cara menyatakan posisi dan komitmen perusahaan atas isu-isu sosial dan lingkungan secara jelas,” jelas Catherine.
“Sebagai perusahaan yang men-drive untuk menciptakan lebih besar tentang berbagi nilai (Shared Value), menghubungkan strategi bisnis mereka ke masyarakat, mereka (perusahaan) harus menempatkan konsumen pada pusat dan memahami harapan mereka,” kata Amy Fenton, Global Leader of Public Development and Sustainability Nielsen.
Terkait dengan isu sosial dan lingkungan yang dihadapi, lebih dari tiga perempat konsumen Indonesia memiliki perhatian yang besar kepada usaha-usaha untuk memerangi kemiskinan dan kelaparan (82%), mendukung keterbukaan ras, etnik dan budaya (81%), meningkatkan fokus pada produk-produk yang dikonsumsi secara berkelanjutan (81%), memberantas HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya (80%), mengurangi tingkat kematian anak (80%) dan melestarikan lingkungan (80%).
Sementara itu, di tingkat global isunya lebih berkembang lagi, konsumen justru memperhatikan poin-poin soal meningkatkan akses terhadap air bersih (67%), sanitasi (63%), menjamin kelestarian lingkungan (63%), memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan (62%), memerangi penyakit tidak menular (58%), melindungi hewan (54%), Meningkatkan fokus dari produk sumber yang kita konsumsi secara lestari (54%), mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (49%), hingga meningkatkan akses terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa dan pelatihan dan pendidikan matematika (51%).
“Kecenderungan untuk membeli produk dan jasa dari merek-merek yang memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan relatif kuat di Indonesia, seperti juga halnya di hampir semua negara di wilayah Asia Tenggara,“ ujar Catherine.
“Selain masih banyak penduduk dihadapkan dengan tingkat kemiskinan yang ekstrim dan seringkali terkena dampak dari bencana alam dan lingkungan, nilai-nilai tanggung jawab sosial juga merupakan bagian penting bagi budaya masyarakat, dan hal ini mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli.” pungkasnya. *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)