Studi Edelman Trust Barometer 2017 yang baru saja dirilis pada awal Februari ini (9/2) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan (trust) terhadap CEO (Chief Executive Officer) terus mengalami penurunan. Dari 28 negara di dunia yang disurvey pada 13 Oktober hingga 16 November 2016—salah satunya Indonesia—seluruhnya memperlihatkan penurunan terkait kredibilitas CEO.
Tiga negara yang mengalami penurunan tertinggi terhadap kredibilitas CEO adalah HongKong (minus 19 poin), Brazil (minus 18 poin), dan Argentina (minus 17 poin). Bagaimana dengan Indonesia? Tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap kredibilitas CEO juga mengalami penurunan sebesar minus 6 poin. Meski turun 6 poin, namun indeks kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap CEO masih tercatat netral, karena persentasenya masih 51%.
Lantas, hal-hal apa yang seharusnya dikuasai seorang CEO agar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mereka tinggi? Lebih dari 60% responden menjawab bahwa CEO harus secara personal terlihat di berbagai situasi bisnis, terkait isu di industri, perusahaan, maupun sosial.
Terkait isu perusahaan, 76% responden mengatakan bahwa CEO harus mengetahui tujuan dan visi perusahaan. CEO juga harus terlihat di peluncuran produk atau layanan (73%). Termasuk, isu budaya perusahaan (72%), hasil keuangan (72%), krisis (72%), membangun produk atau layanan (71%), dan benefit perusahaan untuk masyarakat (71%).
Adapun isu industri, CEO seharusnya juga menguasai isu tentang masa depan industri (74%) dan ren ekonomi (69%). Sementara itu, untuk isu sosial, CEO seharusnya juga mengetahui ketimpangan pendapatan (68%), diskusi kebijakan publik (63%), dan pandangan personal terhadap isu sosial (60%).
Oleh karena itu, sejumlah rekomendasi pun ditawarkan Edelman terkait upaya menaikkan trust sekaligus kredibilitas CEO. Dikatakan CEO Edelman Indonesia Raymond Siva, ada empat tantangan utama yang dihadapi CEO untuk meningkatkan trust. Pertama adalah kurang luasnya tingkat kepercayaan di CEO. Kedua, adanya sejumlah ekspektasi baru terhadap bisnis dan pemimpin. Ketiga, karyawan dan mereka yang ahli di perusahaan dinilai lebih kredibel dibandingkan CEO. Keempat, awareness terhadap CEO masih rendah, meskipun saat ini tengha terjadi ledakan kanal komunikasi.
Lantas, bagaimana seharusnya CEO menghadapi keempat tantangan itu? Dijawab Raymond, langkah yang harus dilakukan CEO dalam menjawab tantangan pertama adalah CEO harus visible dan accessible. Selain itu, CEO juga harus menciptakan komunikasi yang otentik, personal, relatable, dan purpose-driven.
Tantangan kedua, ditambahkan Raymond, dapat dijawab CEO dengan cara mereka harus memiliki pandangan tentang bagaimana organisasi di perusahaan dan industri dapat berkontribusi terhadap masyarakat (sosial) dengan cara-cara yang positif.
Adapun tantangan ketiga, CEO dapat menyikapinya dengan cara mereka harus terlibat oleh banyak suara yang kredibel—dalam hal ini karyawan maupun para ahli di perusahaan. Secara langsung dan berkala, CEO dapat menginspirasi dan memobilisasi karyawan dan para ahli di perusahaan untuk menjadi duta bagi CEO. Mereka dapat bercerita tentang visi organisasi, tujuan perusahaan, hingga performa perusahaan yang berhasil di bawah kepemimpinan CEO.
Tantangan kelima, CEO harus bisa mengekspresikan tujuan dan nilai-nilai mereka melalui keterlibatan langsung dengan para stakeholder maupun pemangku kepentingan. Tentu saja, untuk melakukan itu, para CEO dapat memanfaatkan berbagai jenis platform online maupun off-line secara konsisten dengan cerita yang relevan.