Wilayah kelas menengah di ASEAN dengan populasi antara 500.000 sampai lima juta adalah wilayah dengan pertaruhan besar berikutnya untuk meningkatkan pertumbuhan. Demikian hasil laporan terbaru perusahaan manajemen kinerja Nielsen dan firma strategi AlphaBeta, yang secara umum berpendapat bahwa kota-kota besar seperti Jakarta, Manila, dan Bangkok adalah satu-satunya mesin pertumbuhan di kawasan ini.
Hasil riset Nielsen dan AlphaBeta, “Rethinking ASEAN” tentang potensi wilayah kelas menengah.
Laporan Nielsen dan AlphaBeta bertajuk 'Rethinking ASEAN' mengidentifikasi tiga tipe kota di ASEAN. Di antaranya kota besar dengan populasi lebih dari lima juta; kota tipe menengah besar atau kota dengan populasi lebih dari satu juta dan kurang dari lima juta; dan kota tipe menengah kecil atau kota dengan jumlah penduduk antara 500.000 sampai satu juta.
Dalam mengkaji daerah dan provinsi di ASEAN, laporan tersebut selanjutnya mengungkapkan bahwa di satu negara, terdapat daerah dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar dua digit, dan daerah lain yang tidak memiliki pertumbuhan sama sekali. Sebagai contoh, di Thailand, permintaan pada tingkat negara bertumbuh berada tingkat yang relatif rendah 1,2% per tahun sejak tahun 2010, tetapi, Chiang Mai (dengan lebih dari 500.000 penduduk) tumbuh tujuh kali lipat.
"Saat menargetkan pasar konsumen, melihat data tingkat negara tidak akan membuka lebih detail tentang konsumen lebih dalam lagi. Sementara analisis tingkat negara memberikan pandangan menyeluruh tentang gambaran pasar, namun tidak menunjukkan pertumbuhan permintaan antar wilayah di dalam suatu negara, yang dapat berbeda secara substansial," ungkap Patrick Dodd, Growth Market Group President Nielsen.
Lalu apa yang mendorong pertumbuhan di daerah kelas menengah? Enam pendorong utama pertumbuhan di wilayah kelas menengah yang disorot dalam laporan tersebut meliputi: Perdagangan dan logistik lintas batas, adanya clusters ekonomi dan outsourcing proses bisnis, pertumbuhan daerah pinggiran kota, sumber daya alam, pariwisata yang semakin aktif, dan konsumen yang berkembang.
Menurut Patrick, munculnya area-area konsumsi baru di ASEAN adalah hasil kombinasi beberapa penggerak pertumbuhan. Perusahaan, katanya, perlu mengkaji perangkat yang mendorong pertumbuhan di daerah kelas menengah untuk memahami pertumbuhan masa lalu serta menilai kelanjutan arah pertumbuhaan tersebut.
"Untuk kawasan ASEAN, satu strategi tidak sesuai untuk semua. Untuk memasuki pasar ini, perusahaan harus fokus pada inovasi produk dan strategi distribusi yang sesuai dengan gaya hidup, kebutuhan dan tantangan konsumen di area tertentu,” pungkasnya.