ADINEGORO, PERGERAKAN PERS, DAN ANUGERAH JURNALISTIK

120 tahun lalu, lahir Adinegoro, bayi yang tumbuh menjadi jurnalis revolusioner dan pejuang melalui kata-kata. Putra dari Usman dan Sadaridjah ini memulai perjalanan yang secara radikal mengubah landskap pers Indonesia, mengadvokasi kemerdekaan dan keadilan sosial melalui tulisannya yang tajam dan penuh wawasan.

.

.

14 Agustus 1904, di sebuah desa kecil di Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat, lahir seorang bayi yang nantinya akan menjadi tokoh penting dalam mengubah wajah jurnalisme di Indonesia. Bayi itu Bernama Djamaluddin Gelar Datoek Maradjo Sutan—yang lebih dikenal dengan nama Adinegoro— putra dari Usman, yang bergelar Baginda Chatib, dan Sadaridjah.

Dari usia muda, Adinegoro telah menunjukkan hasrat besar untuk membaca, sebuah kegemaran yang memandunya ke dalam dunia jurnalistik (Pringgodigdo, 2008). Adinegoro terbiasa tenggelam dalam lautan buku dan tulisan, menunjukkan bakat dan ketertarikannya yang tidak biasa terhadap dunia kata. Minat ini tidak hanya menjadi hobi semata, tetapi juga membentuk pondasi awal bagi perjalanan karirnya yang kelak sangat berpengaruh dalam sejarah pers Indonesia.

Melalui pendidikan formal di School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA) yang ia selesaikan pada tahun 1925 dan pengalaman belajarnya di Jerman, Adinegoro tidak hanya mengasah ilmu medis tetapi juga memperdalam keahliannya dalam jurnalistik, geografi, kartografi, dan geopolitik (Korrie, 2000).

Pengalaman ini membekali Adinegoro dengan perspektif global yang ia bawa pulang ke Indonesia, dan mulai menerapkan dalam karir jurnalistiknya.

Setelah kembali ke tanah air, Adinegoro memulai karirnya sebagai wartawan freelance di Harian Pewarta Deli di Medan dan tidak lama kemudian, menjadi pemimpin redaksi di majalah Pandji Poestaka serta Pewarta Deli di Batavia. Kepemimpinannya di dunia pers Indonesia tidak hanya mencakup pemberitaan tetapi juga advokasi melalui tulisan yang berani dan penuh wawasan.

Adinegoro tidak hanya seorang jurnalis, ia adalah seorang pejuang melalui kata-kata. Dalam tulisannya, ia kerap mengekspos ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap rakyat Indonesia. Lewat analisis yang tajam dan gaya penulisan yang elegan, ia berhasil mempengaruhi opini publik dan memotivasi mereka untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Adinegoro memanfaatkan posisinya di dunia pers untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, surat kabar yang ia kelola menjadi medium yang tidak hanya menyajikan berita, tetapi juga menjadi alat perjuangan. Ia secara strategis menggunakan platform media untuk menyebarkan ide-ide tentang perjuangan kemerdekaan dan pentingnya nasionalisme.

Pada tahun 1930, Adinegoro menerbitkan "Kembali dari Perlawatan ke Europa," sebuah buku yang mengisahkan pengalamannya di Eropa dan analisis tajam tentang dinamika kekuasaan antara Indonesia dan Belanda. Buku ini tidak hanya menjadi sumber referensi yang penting tetapi juga menegaskan pandangannya tentang pentingnya kemerdekaan dan kemandirian Indonesia (Adinegoro, 1930).

Ketajaman analisis Adinegoro dalam membongkar ketidakadilan sosial dan kebijakan kolonial melalui tulisan-tulisannya membuatnya menjadi suara penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lewat media, ia berupaya untuk mengedukasi dan memotivasi masyarakat tentang pentingnya nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajahan.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)