MIX.co.id - Perlindungan hukum bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam berusaha menjadi salah satu hal yang diperhatikan pemerintah Indonesia. Upaya itu sebagai wujud dukungan pemerintah agar pelaku UMKM di Tanah Air dapat terus berkembang dan berdaya saing di tengah persaingan pasar.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Cahyo R. Muzhar menegaskan, saat memutuskan memulai bisnis, para pelaku UMKM harus terlebih dahulu paham birokrasi dan regulasi di dalam dunia bisnis. Ada beberapa rancangan undang-undang terkait perlindungan hukum untuk UMKM. Terkini, ada RUU Badan Usaha, RUU Kepailitan dan PKPU, serta RUU Jaminan Benda Bergerak.
“Masih ada peluang terkait legal reform ke depan. Ini juga yang harus menjadi perhatian kita nantinya,” kata Cahyo dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Protecting Business, Enhancing Success yang merupakan rangkaian kegiatan Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO) ke-61 di Bali, pada pertengahan Oktober ini.
Setelah mendapat perlindungan hukum, lanjutnya, UMKM atau unit bisnis mesti melakukan koordinasi lintas sektor. Cahyo mengungkapkan koordinasi ini bisa dilakukan dengan sejumlah dinas yang ada di seputar lingkup bisnis terkait. Koordinasi ini akan membuat operasional bisnis bisa berjalan lebih lancar dan tidak terkendala sejumlah izin.
Perlindungan hukum dalam operasional bisnis juga bisa dianggap sebagai investasi. Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Santun Maspari Siregar mengatakan, terdapat enam aspek investasi atau perlindungan bisnis. Enam aspek itu antara lain, birokrasi, regulasi, sosial-budaya, kontrak, keamanan, dan penyelesaian sengketa. “Ini pernah ada kasus karaoke yang sudah buka, sudah ada konsumen, tetapi ternyata terkendala izin. Sehingga itu harus ditutup dan jadi merugi. Inilah yang harus diperhatikan lagi oleh pelaku usaha,” ucapnya.
Masalah perizinan dan perlindungan hukum menjadi salah satu perhatian utama salah satu peserta FGD, yakni pemilik Mycodity Nusantara 1, Priyatna Jayadi. Priyatna mengatakan, sebelumnya ia tidak begitu mengetahui banyak persoalan birokrasi dan regulasi di dunia bisnis. Akan tetapi, melalui FGD yang ia ikuti, ia jadi memahami persoalan apa yang bisa mengancam UMKM, termasuk usahanya sendiri.
“Terutama soal kekayaan intelektual. Itu salah satu instrument protecting business yang harus kami ketahui. Harusnya banyak UMKM yang tahu, tapi saya dan kawan-kawan saya tidak terinformasi dengan baik. Kalau ada pun itu UMKM binaan. Jadi, sosialisasi itu harus digalakkan lebih luas,” sarannya.
Pernyataan dan upaya pemerintah tersebut disampaikan dalam kegiatan Youth Forum yang merupakan rangkaian acara Pre-Event dari Pertemuan Tahunan ke-61 Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO). AALCO yang didirikan pada 1956 merupakan forum kerja sama internasional yang dapat membantu perkembangan 47 negara anggotanya dalam isu hukum. Lembaga ini telah membawa kontribusi besar dalam pembangunan ekonomi kawasan Asia-Afrika, termasuk Indonesia yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Selain pertemuan antar negara anggota yang akan membahas isu-isu hukum internasional seperti hukum laut, hukum lingkungan, asset recovery, dan hukum dagang internasional, Indonesia sebagai tuan rumah dari Pertemuan Tahunan ke-61 AALCO juga menginisiasi penyelenggaraan side event Asset Recovery Forum, International Humanitarian Law Discussion Forum, dan Business and Investment Forum.
Forum Bisnis dan Investasi ini mencakup sesi Youth Forum, Panel Discussion, Expo bisnis dan UMKM, serta rangkaian sesi diskusi yang melibatkan kaum muda untuk membahas isu-isu seputar infrastruktur hukum dan dunia bisnis, khususnya pengembangan UMKM. Lewat Forum Bisnis dan Investasi ini, diharapkan Indonesia dapat mempromosikan perkembangan hukum di Indonesia bagi dunia bisnis dan menjembatani kesenjangan informasi antara pengambil kebijakan dengan para pelaku usaha.