Sukses mencetak revenue Rp 10,8 triliun di 2017 dan Rp 12,7 triliun di 2018, PT Synnex Metrodata Indonesia (SMI)—salah satu entitas anak Metrodata Group yang fokus di bidang distribusi Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK)--menargetkan pertumbuhan revenue di tahun ini. Di tengah iklim industri yang sedang bertumbuh, SMI mematok revenue Rp 14,3 triliun di 2019 ini.
Guna mencapai target tersebut, dikatakan Presiden Direktur PT Synnex Metrodata Indonesia Agus Honggo Widodo, bisnis SMI harus didukung oleh infratruktur berupa pembangunan logistic center. “Saat ini, sudah ada 90 merek produk TIK yang kami tangani. Dan, untuk mengembangkan bisnis, tentu saja kami harus membangun logistic center. Sejatinya, pembangunan logistic center yang baru ini untuk mengantisipasi pertumbuhan bisnis lima tahun ke depan,” ucapnya.
Lebih lanjut ia menguraikan, dalam bisnis distribusi, yang menjadi kompetensi utama adalah sarana logistik dan sistem yang mengatur seluruh proses. “Hal tersebut merupakan bagian dari visi kami yang dapat direalisasikan, sehingga kami dapat menunjukkan kepada stakeholder bahwa kami sudah memiliki core business untuk mendukung mitra bisnis sehingga pengiriman barang menjadi lebih efisien,” tandasnya.
Oleh karena itu, SMI memutuskan untuk membangun logistic center barunya di kawasan MM2100 Industrial Estate, Cibitung. Di atas lahan seluas 20.000 m2, SMI akan membangun logistic center dalam dua tahap. “Untuk tahap pertama (5.500 m2), gedungnya sudah jadi dan sudah dioperasionalkan pada Desember 2018 lalu. Besok, kami akan melakukan peresmiannya,” tutur Agus di sela-sela press conference yang digelar hari ini (25/2) di Jakarta.
Rencananya, kurang dari lima tahun ke depan, pembangunan tahap kedua akan dilakukan. Menurut Agus, bangunan tahap dua tersebut akan menghadirkan konsep full robotic, di mana konsep tersebut sudah diterapkan Synnex Global di logistic center di Synnex Taiwan dan Australia. “Benefit dari konsep full robotic yang biasanya hanya menggunakan 10 orang adalah efisiensi dan ketelitian tingkat tinggi,” yakinnya.
Sementara itu, untuk biaya pembangunan logistics center baru tersebut, lanjut Agus, SMI menanamkan investasi sebesar Rp 120 miliar, di luar dari biaya pembelian tanah sebesar Rp 61 miliar.
Dalam mengelola logistik, dipaparkan Agus, SMI diperkuat dengan solusi Warehouse Management System (WMS) yang dapat diandalkan, canggih, dan mengadopsi sistem komputerisasi terkini. Sementara itu, untuk proses pelayanannya, SMI menggunakan solusi Transport Management System (TMS) guna mendukung proses pengiriman.
Melalui kedua solusi itu, ditekankan Agus, mitra bisnis dapat memantau langsung progres order yang mereka lakukan melalui Point of Delivery App yang diperkuat oleh SAP Cloud Platform (SCP), dengan menggunakan fitur-fitur Tracking Position, Fleet information, dan Delivery status. Layanan 24/7 order tracking solution juga dapat diakses, termasuk proses pembelian dan pemesanan dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun.
“Dengan menggunakan WMS dan TMS, maka pekerjaan menjadi lebih efisien dari sisi akurasi dan kecepatan. Akurasi atas jumlah barang yang banyak dan bervariasi dapat mengurangi human error. Sedangkan kecepatan merupakan transformasi dari penggunaan kertas ke sistem,” tutup Agus.