Paska mengalami masa sulit di kuartal kedua 2020, total belanja iklan menunjukkan tren yang positif saat memasuki kuartal ketiga 2020. Total belanja iklan selama semester pertama tahun ini (Januari-Juli 2020), mencapai angka Rp 122 triliun. Demikian data yang dirilis oleh Nielsen Advertising Intelligence (Ad Intel) pada akhir Agustus ini (25/8).
Memasuki masa transisi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) kedua di Jakarta, dikatakan Hellen Katherina, Executive Director Nielsen Media Indonesia, para pemilik brand terlihat lebih percaya diri untuk kembali beriklan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya belanja iklan di bulan Juli 2020 vs Juni 2020 sebesar 17%, yang mencapai angka Rp 18, 3 triliun.
"Televisi masih mendominasi 72 persen porsi belanja iklan dengan angka lebih dari Rp 88 triliun. Disusul belanja iklan digital 20% dengan total belanja iklan Rp 24, 2 triliun. Sementara itu, total belanja iklan media cetak mencapai lebih dari Rp 9,6 triliun dan total belanja iklan radio mencapai Rp 604 miliar," ucapnya.
Sementara itu, dari sisi kategori produk yang beriklan di TV dan Digital di bulan Juli 2020, kategori Layanan Online masih menjadi penyumbang iklan terbesar, dengan total belanja iklan Rp 2,5 triliun. Itu artinya, mmeningkat 73% vs Juli 2019. Kemudian, disusul oleh kategori perawatan wajah dengan total belanja iklan Rp 1,4 triliun atau meningkat dua kali lipat. Selanjutnya adalah Perawatan Rambut dengan total belanja iklan Rp 1,1 triliun atau meningkat 51%.
Lebih jauh Hellen menjelaskan, untuk TV, iklan di segmen jeda iklan (commercial break) bukanlah satu-satunya cara untuk menjangkau konsumen. Ada bentuk iklan lain, yakni iklan yang terintegrasi di dalam program, seperti running text, digital embed, superimpose, dan sebagainya. "Tipe iklan ini menjadi salah satu pilihan bentuk iklan yang dianggap lebih kreatif dan lebih tidak 'disadari' oleh konsumen," tuturnya.
Nielsen telah memonitor tipe iklan itu sejak 2017 dan terlihat kategori produk yang berbeda memilih tipe iklan ini. Khusus di bulan Mei 2020, menurutnya, tipe iklan di dalam program mencapai titik tertinggi, dimana iklan di segmen jeda iklan (commercial break) program mengalami kondisi yang stagnan.
Kondisi Pandemi pada saat ini juga memaksa para pemilik brand untuk beradaptasi dan menyesuaikan gaya komunikasi yang ada di dalam iklan. "Cara yang dilakukan sangat beragam. Ada yang menggunakan animasi sebagai bentuk iklannya, mengusung sisi edukasi tentang hidup sehat dan bersih, ataupun menunjukkan kontribusi brand kepada masyarakat dengan berdonasi uang ataupun alat-alat kesehatan," urai Hellen.
Diakuinya, bentuk animasi adalah salah satu bentuk yang relevan. Mengingat kondisi saat ini, segala sesuatunya sangat terbatas, termasuk waktu dan tempat untuk mengadakan shooting secara langsung. “Beradaptasi dengan situasi pandemi dan masa transisi ini, membuat iklan dalam bentuk animasi menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi keterbatasan dari segi budget dan ruang syuting iklan dengan tetap mengedepankan isu kesehatan dalam pesan yang disampaikan," terang Hellen.
Dia menambahkan, beberapa merek lebih memilih untuk beriklan terintegrasi dalam program demi mendapatkan jangkauan konsumen yang lebih besar. Mengingat, rating program biasanya lebih tinggi dibandingkan rating di commercial break.