Dentsu Rilis Hasil Studi “Marketing a Better Future”

MIX.co.id - Awal tahun ini, Dentsu dan Kantar merilis studi bertajuk “Marketing a Better Future”. Studi ini mengeksplorasi peran praktisi pemasaran Asia Pasifik dalam mencapai ambisi dan misi keberlanjutan perusahaan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

Studi ini dilakukan di 12 wilayah Asia Pasifik, meliputi Australia, China, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Taiwan, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Sejumlah temuan berhasil dijumpai dari studi tersebut. Pertama, Indonesia memiliki tiga masalah iklim utama, yakni Kemiskinan dan Kelaparan, Penggundulan Hutan, dan Polusi Air, yang notabene menjadi tantangan penting dalam pelestarian lingkungan dan ekosistem, untuk mencapai kehidupan yang lebih berkelanjutan.

Sayangnya, saat ini, praktisi pemasaran gagal untuk menangkap peluang. Studi ini menemukan bahwa hanya satu dari tiga (34%) tim pemasaran dengan wawasan yang 'melaksanakan rencana keberlanjutan dan mengukur kemajuan mereka'. Angka itu jauh lebih rendah dengan 46% dalam rantai pasokan (supply chain), dan 51% dalam strategi perusahaan. Studi baru mengidentifikasi dua kesenjangan intensi-aksi yang signifikan, kesenjangan intensi-tindakan konsumen dan organisasi, di mana menjadi akar tantangan bagi praktisi pemasaran.

Selain itu, berdasarkan studi oleh Kantar mengenai barometer isu global, isu iklim merupakan masalah utama. Hal ini dibuktikan dengan 60% konsumen global mengatakan mereka mengalami kecemasan terhadap lingkungan yang mendorong inisiasi serta keinginan untuk bertindak.

Sejatinya, transformasi keberlanjutan perusahaan dan konsumsi berkelanjutan perlu menjadi prinsip untuk mengorganisir fungsi pemasaran. Studi tersebut memperkirakan bahwa dengan membuat perubahan agresif, brand akan dapat mendorong perubahan perilaku dan gaya hidup untuk mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 40% - 70%, yang menurut Sixth IPCC Assessment Report diperkirakan dapat dicapai.

Dituturkan Dominic Powers, Chief Growth Officer dentsu Asia Pacific, “Kemajuan yang bermakna dalam tujuan keberlanjutan membutuhkan upaya di mana bisnis, konsumen, dan masyarakat sipil, pembuat kebijakan, regulator, dan penyedia modal bekerja secara harmonis.”

Menurutnya, pemasar tidak hanya dilandasi tujuan bisnis untuk mendorong inovasi yang dapat memicu perubahan besar, tetapi mereka juga harus mengubah seluruh filosofi di balik perancangan, yang didasarkan pada tingkat penjualan. “Di dentsu, kami merancang 'What’s Next' sebagai salah satu misi untuk tujuan konsumsi berkelanjutan. Hal itu harus diorganisir oleh para praktisi pemasaran untuk memberikan dampak kepada masyarakat luas mengenai kehidupan berkelanjutan,” ucapnya.

Demi merealisasikannya, lanjutnya, brand dan pemasar harus merangkai taktik, termasuk mitra ekosistem yang menangani rantai aktivitas dan jejak karbon. Dengan memposisikan diri mereka menjadi penggerak perubahan dengan ekosistem yang lebih besar, konsumen, perusahaan, dan praktisi pemasaran dapat memberikan relevansi, suara dan perubahan inovasi kehidupan yang lebih berkelanjutan.

Sementara itu, dikatakan Trezelene Chan, Head Sustainability Practice Kantar APAC, “Kami mengetahui bahwa kesenjangan intensi-tindakan konsumen merupakan masalah bagi praktisi, dengan 56% hasil mengidentifikasinya sebagai tantangan utama. Hanya 17% konsumen Asia yang secara aktif mengubah perilaku mereka menjadi lebih berkelanjutan, meskipun 98% orang Asia mengatakan akan melakukannya.”

Namun, studi ini mengungkapkan bahwa kesenjangan intensi-tindakan organisasi merupakan tantangan yang sama pentingnya untuk ditangani. Meskipun 73% pemasar percaya bahwa keberlanjutan penting untuk kelangsungan bisnis dan pertumbuhan nilai.

“Penelitian ini juga mengungkap hambatan taktis dan mendasar yang menghalangi pemasar untuk mengambil kepemimpinan berkelanjutan yang berarti. Ini termasuk fokus pada target pertumbuhan penjualan jangka pendek di atas semua target lainnya, kurangnya kejelasan dalam fungsi pemasaran seputar metrik keberhasilan dalam kaitannya dengan tujuan keberlanjutan, dan kurangnya sumber daya yang memadai atau pengembangan kemampuan untuk keberlanjutan dalam fungsi pemasaran,” pungkas Trezelene Chan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)