Jamu dan “mpon-mpon” menjadi primadona sejak pandemi Covid-19 merebak. Hal ini lantaran dipercaya dapat menjaga daya tahan tubuh dari penularan virus corona. Tak pelak jika belakangan banyak bermunculan kedai jamu modern. Salah satunya Acaraki, sebuah kafe jamu yang menawarkan menu berbasis jamu.
Joni Yuwono, Direktur Acaraki Nusantara Persada, mengungkapkan popularitas jamu masih kalah dengan kopi. Padahal, jamu sudah dikonsumsi bertahun-tahun oleh masyarakat.
“Tantangan mengembangkan Acaraki yaitu mengubah persepsi jamu dari "minuman pahit dan kuno" menjadi "minuman segar dan sehari-hari". Misi Acaraki yaitu ingin menjadikan jamu sebagai bagian dari lifestyle,”ujarnya dalam gelaran Indonesia Brand Forum 2020 di Jakarta pada awal Juli lalu.
Strategi untuk mendongkrak jamu sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari ditempuh melalui inovasi, baik dari segi rasa dan variasi menu, maupun dalam penyajian.
Jika jamu disajikan dengan cara yang menarik dan modern, kata Joni, perlahan strategi ini akan menghapus image jamu sebagai minuman yang kuno. “Ke depannya, ‘Jamu is the new Espresso’ yang memiliki basis fanatik seperti fans kopi,” tegasnya lagi.
Dalam waktu kurang dari satu tahun, Acaraki telah berkembang memiliki dua cabang, yakni di Kota Tua, Jakarta Barat, dan Kemang, Jakarta Selatan. Nama Acaraki sendiri diambil dari gelar atau sebutan pembuat jamu tradisional.
Acaraki mengusung konsep dapur terbuka dimana konsumen bisa melihat proses pengolahan minuman jamu mulai dari menimbang takaran, grinder dan menyeduh jamu dengan cara yang sama dengan menyeduh espresso.
“Dengan menunjukkan proses pengolahan jamu yang modern diharapkan akan meningkatkan minat konsumen terhadap jamu,” kata Joni tandas. ()