Dikukuhkan sebagai Guru Besar LSPR, Prof. Lely Arrianie Orasi "Komunikasi Politik Tanpa Model"

MIX.co.id - LSPR Institute of Communication and Business (LSPR Institute) resmi mengukuhkan Prof. Dr. Lely Arrianie, M.Si Guru Besar Bidang Komunikasi khususnya komunikasi politik. Prof. Lely mengusung orasi Ilmiah berjudul "Komunikasi Politik Tanpa Model: Tantangan Menemukan Model Komunikasi Politik Khas Indonesia Menuju 2045”, yang merupakan gambaran model komunikasi politik Indonesia saat ini.

Acara pengukuhan tersebut berlangsung di Auditorium LSPR Institute di Jakarta, April ini (11/4), yang dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara seperti Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Yandri Susanto, SPt. M.Pd; Gubernur Lemhannas RI Dr. H. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Si; Gubernur DKI Jakarta Dr. Pramono Anung Wibowo, M.Si; serta 43 Guru Besar dan Dosen S3 lainnya.

Founder & CEO LSPR Institute, Dr. (H.C) Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR, FIPR menuturkan, “Pengukuhan Profesor memiliki makna yang mendalam tidak saja bagi dunia pendidikan, tetapi juga kemajuan masyarakat demokratis yang memperkuat pondasi kehidupan masyarakat yang lebih cerdas, lebih kritis, dan lebih berbudaya. Kita tahu, dunia komunikasi saat ini sedang menghadapi banyak tantangan: disinformasi, polarisasi media, krisis kepercayaan publik, kecanduan algoritma digital, dan budaya viral yang seringkali menenggelamkan nilai substansi. Begitu juga dengan dunia politik Indonesia yang membutuhkan etika komunikasi. Etika menjadi sangat penting sebagai basis komunikasi politik dan kebutuhan akan model komunikasi politik ciri khas Indonesia.

Sementara itu, Rektor LSPR Institute, Dr. Andre Ikhsano, M.Si menambahkan, “Acara pengukuhan Profesor membuktikan bahwa selaku institusi pendidikan, LSPR Institute saat ini semakin menunjukkan keseriusan dalam dunia akademis dengan memberikan sumbangsih keilmuan yang lebih luas dan mendalam. Orasi menunjukkan pentingnya komunikasi politik bagi setiap aktor politik agar menciptakan sebuah gaya, pola dan model komunikasi yang menunjukkan kekhasan Indonesia."

Dalam orasinya, Profesor Lely menegaskan, Indonesia perlu memiliki model komunikasi politik yang jelas dan kuat untuk membangun budaya politik yang merupakan ciri khas Bangsa Indonesia. Saat ini, Indonesia belum memiliki model komunikasi politik yang jelas, kalaupun ada, kita bisa sebut sebagai model komunikasi politik yang tidak ada model.

“Karena ketiadaan model, maka semua pilar demokrasi eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih didominasi oleh gaya atau pola komunikasi politik bukan model. Gaya (ciri khas dari individu politisi) dan pola (tindakan yang berulang dari politisi) tersebut menunjukkan lebih kepada gaya dan karakteristik atau sifat individu. Sementara model merupakan sebuah sistem yang konkret yang dapat menjadi acuan untuk mempelajari kompleksitas sebuah fenomena agar bisa dipelajari atau dianalisis lebih lanjut," urai Prof. Lely.

Dia melihat komunikasi politik “tanpa model” itu berdasarkan dinamika panggung politik sejak reformasi hingga saat ini yang menurut hasil penelitiannya, terjadi pergeseran komunikasi politik dari yang bersifat santun dan seragam (di era orde baru yang tertata) ke arah komunikasi politik sebaliknya yang mengabaikan etika dan budaya politik. Sebagai model, tentu memiliki ciri khas yang tetap dan permanen.

Lebih jauh Lely menjelaskan bahwa komunikasi politik yang berlangsung saat ini tidak lagi linear tetapi bergerak ke arah yang lebih konvergen, sirkular bahkan lebih transaksional yang ditandai dengan praktik negosiasi yang intens. Sementara komunikasi politik adalah tentang pertukaran pesan politik, bukan lagi penyampaian pesan yang membuat panggung politik lebih kaya impression management yang menyimpan banyak masalah termasuk warna warni kekerasan fisik maupun psikologis yang disikapi masyarakat sebagai premanisme politik.

“Komunikasi politik juga berbicara tentang kepemimpinan politik dimana juga dalam kepemimpinan koordinasi, hendaknya bisa menjadi pembicara politik ala motivator yang mengunggah dan membangun kehidupan yang lebih baik. Meski dapat dikatakan tidak memiliki model komunikasi politik, namun saya optimis proses politik yang terjadi akan menciptakan komunikasi model politik sehingga dapat menjadi acuan praktek komunikasi politik yang berbudaya, dan bertanggung jawab," pungkas Prof. Lely.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)