Bauran energi terbarukan di Indonesia masih menjadi isu utama. Lantara, sampai saat ini bauran energi terbarukan baru mencapai 13%. Padahal, pada 2025 mendatang, Indonesia harus mampu mencapai target 23% untuk energi terbarukan, sesuai komitmen Indonesia pada Paris Agreement.
Sayangnya, target yang dicanangkan itu tak sesuai dengan studi yang dilakukan Katadata bersama International Institute for Sustainable Development (IISD). "Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang lebih dari cukup untuk mencapai, bahkan melampaui targetnya," ungkap Phili Gass, Penasehat Senior untuk Kebijakan Energi dan Pimpinan IISD-GSI Indonesia Program.
Menurutnya, turunnya biaya energi terbarukan secara dramatis akhir-akhir ini, sebenarnya dapat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk meraih keuntungan dari sumber energi terbarukannya. "Sayangnya, yang kurang di sini adalah kebijakan yang memungkinkan pelaku usaha dan masyarakat untuk mengambil peran di dalam momentum ini,” ia menyayangkan.
Studi tersebut juga mekomendasi tentang perubahan kebijakan utama yang diyakini akan meningkatkan penanaman modal di sektor energi terbarukan, yang pada saat ini terhambat oleh insentif fiskal untuk energi fosil dan perluasan penggunaan batubara.
Hingga kini, regulasi harga pasokan listrik dari batubara mensyaratkan harga listrik dari ET maksimal 85% dari harga batubara. Dengan kata lain, dalam skema ini, pengembang energi terbarukan mendapatkan 15% harga yang lebih rendah dibandingkan pengembang energi fosil walaupun memproduksi energi yang sama besar.
“Jika kebijakan ini bisa diganti dengan perhitungan harga yang lebih berimbang, kita dapat melihat perkembangan pasar energi terbarukan yang lebih cepat di Indonesia,” kata Lucky Lontoh, Associate dan Country Coordinator for Indonesia.